Email: tafsirhadits@ymail.com / emand_99@hotmail.com

Powered By Blogger
Tampilkan postingan dengan label al-Qur'an. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label al-Qur'an. Tampilkan semua postingan

Rabu, 27 Agustus 2014

BACK TO AL-QUR’AN : MOZART TERNYATA TIDAK MEMBUAT CERDAS !

BACK TO AL-QUR’AN : MOZART TERNYATA TIDAK MEMBUAT CERDAS !

Baru-baru ini kita dikagetkan oleh sebuah fakta baru penelitian bahwa ternyata musik klasik tidak memiliki pengaruh apapun terhadap kemampuan kognitif seorang anak. Itu artinya, mendengarkan musik klasik tidak mencerdaskan anak sebagaimana yang selama ini kita tahu. Selama lebih dari 15 tahun, kita terkecoh oleh publisitas yang banyak membesar-besarkan tentang musik klasik yang dapat memacu kecerdasan seorang anak. Dulu, sebelum saya mengenal banyak keajaiban Al-Qur’an, saya cenderung memegang pendapat bahwa musik klasik dapat merangsang perkembangan otak janin dan mencerdaskan anak. Tapi, beberapa tahun kemudian, saya mulai berpikir, jika mozart yang ciptaan manusia saja bisa mencerdaskan anak, maka tentu Al-Qur’an yang merupakan mukjizat yang telah Allah berikan kepada kita ini lebih dapat mencerdaskan anak.

Dan ternyata itu benar.

Beberapa orang peneliti dari University of Vienna, Austria yakni Jakob Pietschnig, Martin Voracek dan Anton K. Formann dalam riset mereka yang diberi judul “Mozart Effect” mengemukakan kesalahan besar dari hasil penelitian musik yang melegenda ini.

Pietschnig dan kawan-kawannya mengumpulkan semua pendapat dan temuan para ahli terkait dampak musik Mozart terhadap tingkat intelegensi seseorang kemudian mereka membuat riset terhadap 3000 partisipator. Hasilnya ternyata sangat mengejutkan! Berdasarkan penelitian terhadap ribuan partisipator itu, Pietschnig dan rekan-rekannya menyimpulkan bahwa tidak ada stimulus atau sesuatu yang mendorong peningkatan kemampuan spasial seseorang setelah mendengarkan musik Mozart.

Senada dengan Jacob Pietschnig dan kawan-kawannya, sebuah tim peneliti Jerman yang terdiri atas ilmuwan, psikolog, filsuf, pendidik, dan ahli musik mengumpulkan berbagai literatur dan fakta mengenai efek mozart ini. Mereka mengemukakan bahwa sangat tidak mungkin mozart dapat membuat seorang anak menjadi jenius.

Penelitian terbaru ini membantah habis-habisan hasil riset psikolog Frances Rauscher dan rekan-rekannya di University of California pada tahun 1993 yang mengemukakan bahwa musik Mozart ternyata dapat meningkatkan kemampuan mengerjakan soal-soal mengenai spasial.

Wow…padahal, selama ini kita sudah terlanjur percaya pada legenda musik klasik ini, ya?

*** Back to Al-Qur’an ***

Berbeda dengan Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah mukjizat yang telah Allah jamin kemurniannya hingga hari kiamat kelak. Ada banyak kemuliaan dan kebaikan yang ada dalam Al-Qur’an. Salah satunya adalah Al-Qur’an dapat merangsang perkembangan otak anak dan meningkatkan intelegensinya.

Setiap suara atau sumber bunyi memiliki frekuensi dan panjang gelombang tertentu. Nah, ternyata, bacaan Al-Qur’an yang dibaca dengan tartil yang bagus dan sesuai dengan tajwid memiliki frekuensi dan panjang gelombang yang mampu mempengaruhi otak secara positif dan mengembalikan keseimbangan dalam tubuh.

Bacaan Al-Qur’an memiliki efek yang sangat baik untuk tubuh, seperti; memberikan efek menenangkan, meningkatkan kreativitas, meningkatkan kekebalan tubuh, meningkatkan kemampuan konsentrasi, menyembuhkan berbagai penyakit, menciptakan suasana damai dan meredakan ketegangan saraf otak, meredakan kegelisahan, mengatasi rasa takut, memperkuat kepribadian, meningkatkan kemampuan berbahasa, dsb.

Pada asalnya, milyaran sel saraf dalam otak manusia bergetar secara konstan. Sel ini berisi program yang rumit dimana milyar sel-sel di sekitar berinteraksi dalam sebuah koordinasi yang luar biasa yang menunjukkan kebesaran Allah.

Sebelum bayi lahir, sel-sel otaknya mulai bergetar berirama secara seimbang. Tapi setelah kelahirannya, tindakan masing-masing akan mempengaruhi sel-sel otak dan cara mereka bergetar. Jadi jika beberapa sel otak tidak siap untuk mentoleransi frekuensi tinggi, ini dapat menyebabkan gangguan dalam sistem getar otak yang pada gilirannya menyebabkan banyak penyakit fisik dan psikologis.

Seorang peneliti bernama Enrick William Duve menemukan bahwa otak bereaksi terhadap gelombang suara tertentu. Dan gelombang tersebut dapat berpengaruh secara positif dan negatif. Ketika beredar informasi bahwa musik klasik berpengaruh terhadap perkembangan otak manusia, banyak kalangan menggunakan musik klasik sebagai obat terapi.

Tapi, Al-Qur’an tetaplah obat yang terbaik. Terapi dengan Al-Qur’an terbukti mampu meningkatkan kecerdasan seorang anak, menyembuhkan berbagai penyakit, dsb. Ini dikarenakan frekuensi gelombang bacaan Al-Qur’an memiliki kemampuan untuk memprogram ulang sel-sel otak, meningkatkan kemampuan, serta menyeimbangkannya.

Satu lagi, Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab, yakni bahasa yang memiliki nilai sastra yang tinggi, dan bahasa nomor satu yang paling sulit untuk dipelajari. Kita tahu, bahwa tidak ada satupun dari kita yang mampu menandingi keindahan bahasa Al-Qur’an. Namun, tahukah Anda, bahwa ternyata jika kita mampu berbahasa Arab dapat memudahkan kita untuk menguasai bahasa asing lainnya?

Anak-anak yang terbiasa membaca Al-Qur’an disertai dengan memahami maknanya, ternyata memiliki kemampuan berbahasa yang lebih baik daripada anak-anak lain. Bahkan meski bahasa tersebut masih asing, ia tidak membutuhkan waktu yang lama untuk kemudian menguasainya, insya Allah.

Janin usia 7 bulan sudah dapat merespon suara-suara di sekitar ibunya. Nah, untuk itulah, penting bagi ibu hamil untuk banyak-banyak memperdengarkan Al-Qur’an kepada janinnya. Kita tidak mengharapkan mereka mengerti dan memahami apa yang kita baca. Namun, membiasakannya mendengarkan Al-Qur’an sejak dalam kandungan, membantunya untuk tumbuh dengan intelegensi tinggi, kemampuan berbahasa yang baik, dan kepribadian yang baik pula.

sumber : http://islampos.com/benarkah-mozart-membuat-cerdas/

Sebagian besar para ulama dan ilmuwan muslim -pd masa kejayaan Islam- hafal Al Qur’an saat usia mereka belum baligh benar2 membuktikan LUAR BIASAnya AL-QUR'AN menjadikan OTAK CERDAS! Mereka juga ulama/ilmuwan kaliber dunia baik di kalangan muslim maupun nonmuslim yg karyany byk menjadi rujukan sampai skrg. Ada yang ahli hadits,fiqh,tafsir,matematik,kedokteran dll.

contohnya:
Imam Syafi’i hafal Al Qur’an pd 7 thn,sdh menjadi mufti/ahli hukum di usia 17thn,mujtahid mutlak, n ushul fiqh (peletak dasar ilmu ushul fiqh).

Imam Ath-Thabari sorg Ahli tafsir (hafal Al Qur’an 7 thn).

Ibnu Sina-Avicena- seorg ahli kedokteran n peletak dasar ilmu-ilmu kedokteran (hafal Al Qur’an 5 tahun) yg pd saat usia 17 tahun sudah menjadi DOKTER PROFESIONAL.Bahkan orang Barat pun menggunakan ilmu/teorinya. Beliau juga merupakan ahli Fisika.

Ibnu Khaldun ahli sosiologi dan ahli konstruksi.yg hafal Al Qur’an pd usia 7 thn.

Umar bin Abdul Aziz,Kholifah di masa Bani Umayyah,-yg hafal Al Qur’an saat masih anak- Seorg ahli ekonomi yg tiada duanya di dunia. Beliau sangat terkenal dengan kemampuannya memakmurkan negara dan bangsanya dlm waktu singkat (29 bln),sampai tdk ada rakyatnya yg berhak menerima zakat.
dan byk lg muslim HEBAT lainny.

AL-QUR'AN memang SUNGGUH LUAR BIASA!
ALLAHU A'LAM...

SUBHANALLAH, Engkau sungguh Maha Mengetahui apa yang dibutuhkan manusia. 31 (tiga puluh satu) ayatMu yang mengingatkan “Fabi’ayyi ala’i rabbikuma tukazziban : MAKA NIKMAT TUHANMU YANG MANAKAH YANG KAMU DUSTAKAN?” pada Surat Ar Rahman itu belum mampu menggerakkan seluruh kemampuanku untuk mensyukuri nikmat yang Engkau berikan.
Mari dengarkan Ayat CintaNya n resapilah.. (hal yg tdk pernah dpt dirasakan ketika mndengar -lagu/musik- yg lain) http://www.ramadoni.com/video/maka-nikmat-tuhanmu-yang-manakah-yang-kau-dustakan/

“Atau siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi dan yang menurunkan air untukmu dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu tumbuh-tumbuhan yang berpandangan indah, yang kamu sekali-kali tidak mampu menumbuhkan pohon – pohonnya? Apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain?) Bahkan (sebenarnya) MEREKA ADALAH ORANG-ORANG YANG MENYIMPANG (dari kebenaran).” (QS. An-Nahl : 60)

“Apakah (mereka lalai) dan tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan SEGALA SESUATU yang DICIPTAKAN ALLAH.” (QS. Al-A’raf:185)

“Dan jika kamu hendak menghitung nikmat Allah itu,KAMU TIDAK AKAN MAMPU MENGHITUNGNYA.” (QS. An-Nahl : 18)

“Kitab (Al-Qur’an) ini TIDAK ADA KERAGUAN padanya petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah : 2)


"Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi-Mu seorang anak yang baik. Sungguh Engkau Maha Pendengar doa." (QS. Ali Imron: 38).

"Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan kami sebagai penyenang hati, dan jadikanlah kami imam (pemimpin) bagi orang-orang yang bertakwa." (QS. Al-Furqon: 74)

Ya Allah..istiqomahkanlah kami smua di jalan-Mu..
Berikanlah kami keturunan generasi terbaik penerus perjuangan dakwah Para Nabi,RasulMu -Nabi Muhammad S.A.W.-,n para pendahulu kami Ya Rahmaan...
Kuatkanlah kami utk slalu berjuang di JalanMu ...dan perkenankanlah kami bersatu menuju cintaMu yang abadi bersama dengan kekasihMu,dan para ahli syurgaMu ya Rahiiim...
Aamiiiiin Ya Rabbal 'aalamiiin...^^

Catatan Hati "Sang Mujahidah fi Sabilillah".




Manusia Terbaik Adalah Yang Bermanfaat terhadap Yang Lainnya

Selasa, 17 September 2013

Kembali Kepada al-Qur'an


“Kembali kepada Al-Qur’an” adalah prinsip yang indah nan ideal. Kembali kepada Al-Qur’an, secara sederhana dapat dimaknai sebagai kembali kepada “hukum Tuhan”. Dan umat manakah yang tidak ingin berpegang pada Kitab Sucinya, kepada hukum Tuhannya?

Sayangnya banyak Muslim yang tidak mengerti batas-batas prinsip ideal ini. Lebih tragis lagi, sebagian kalangan justru menyelewengkan slogan “Kembali kepada Al-Qur’an” untuk mengeroposkan legitimasi umat terhadap para ulama. Ada diantara mereka yang enggan mengikuti imam empat dan menganggap para imam itu sebagai kompetitor bagi syari’at Rasulullah SAW (hal.18). Dengan “kembali kepada Al-Qur’an” mereka mengajak orang-orang awam melepaskan diri dari madzhab, untuk dengan “nekat” menggali hukum-hukum sendiri. Dengan slogan menggiurkan itu, mereka mencaci orang yang taklid sebagai “orang yang tidak mengikuti salafu shalih”, sebagai “ahli bid’ah”, bahkan sebagai “orang yang tidak berada di jalan orang-orang beriman”.

Buku ini berhasil membongkar kerancuan argumen para penganjur anti-madzhab yang dipelopori kalangan wahabi. Bahwa fenomena taklid yang mereka caci adalah sesuatu yang natural, yang sudah muncul sejak generasi pertama umat ini. Bahwa bermadzhab adalah diperbolehkan, bahkan merupakan sebuah keniscayaan. Dan bahwa “kembali kepada Al-Qur’an” yang mereka gemborkan tidak lain hanyalah propaganda yang dibaliknya tersembunyi maksud dan tujuan tertentu.

Dalam buku ini, Dr Said Ramadhan Al-Buthi memaparkan ringkasan isi “buku propaganda al-Kurras” berjudul “Hal al-Muslim Mulzam bit-Tiba’i Madzhab Mu’ayyan (Apakah Seorang Muslim Wajib Mengikuti Madzhab Tertentu)” karangan Muhammad Sulthan al-Ma’shumi al-Khajnadi dan 7 argumen penyanggahnya. Pertama mengenai pernyataan dalam buku kurras yang menyatakan bahwa hukum Islam sedikit jumlahnya. Al-Buthi menyanggah hal tersebut dengan fenomena banyaknya kitab hadist semisal Shahih Bukhari tidak akan membeberkan ribuan hadist yang membahas berbagai hukum terkait kehidupan seorang Muslim. Dan Rasulullah pun tidak akan duduk berjam-jam hingga kelelahan untuk mengajari utusan Tsaqif tentang hukum-hukum Islam dan kewajiban-kewajiban yang dibebankan Allah kepada mereka setiap hari.

Kedua tentang Al-Qur’an yang ma’shum sementara Imam Madzhab tidak ma’shum. Ketiga, Al-kurras mengatakan bahwa di dalam kubur, seseorang tidak akan ditanya tentang madzhabnya. Keempat, sanggahan terhadap statemen dari ad-Dahlawi dalam kitab al-Inshaf. Kelima, Nukilan dari ‘Izzudin, Ibn al-Qayyim, dan Kamaluddin ibn al-Hamam. Keenam, kemunculan madzhab empat disebabkan intrik politik. Ketujuh, penjelasan mengenai cara bertaqlid orang-orang dahulu. Ketujuh argumen sanggahan tersebut disampaikan oleh al-Buthi dengan bahasa yang komunikatif.

Dalam bab selanjutnya, Ramadhan Al-Buthi memberikan pemahaman yang komprehenship tentang maksud dari taklid. Ia menghawatirkan jikalau semua orang terjerumus ke dalam paham anti madzhab. “Jika kita berpaling dari khazanah fikih yang ada kepada segolongan orang yang sombong dan berpendapat bahwa ijtihad berlaku untuk semua orang, bangunan fikih yang tadinya sudah berdiri akan dihancurkan oleh angin ribut; menjadi puing-puing yang berserakan di sana-sini. Itulah imbas dari kepongahan-kepongahan (mereka yang membawa) metode syari’at yang aneh” katanya.

Sebagai pelengkap, Al-Buthi juga mencantumkan ringkasan debatnya dengan tokoh penganjur anti-madzhab dalam halaman akhir. Lebih lengkapnya, Al-Buthi juga memberikan tanggapan terhadap buku yang mengkritisi buku beliau ini, yaitu buku karangan Sayyid Muhammad ‘Id ‘Abbasi dengan judul al-Madzhabiyyah al-Muta’ashshibah Hiya al-Bid’ah (bermadzhab secara fanatik adalah bid’ah).

Penulis sendiri (Ramadhan Al-Buthi) telah menulis 40 lebih karya tulis. Ia dikenal sebagai salah seorang pemikir Islam yang mempertahankan manhaj Ahlusunnah wal Jama’ah (madzhab empat dan akidah asy-ariyyah). Karena kegigihannya membela Ahlussunnah wal jama’ah, beliau mendapat tantangan keras dari aliran-aliran Islam lainnya, termasuk juga yang paling keras adalah dari kaum Salafi. Dua karya pertamanya, as-Salafiyyah dan al-Lamadzhabiyyah, melambungkan namanya sebagai salah satu ulama garda depan pembela Ahlussunnah (hal. 219-220).

Walhasil, buku ini sangat cocok untuk memahami perdebatan seputar taklid dan paham anti madzhab sebagai wacana dasar orang beragama Islam. Dan juga cocok untuk menjadi pijakan argumen bagi mereka yang memegang paham bermadzhab.

Judul buku: Menampar Propaganda “Kembali Kepada Al-Qur’an”; Keruntuhan Argumentasi Paham Anti Madzhab Dan Anti Taqlid
Pengarang: Dr M Sa’id Ramadhan al-Buthi
Penerbit: Pustaka Pesantren
Cetakan: I, 2013
Tebal: 220 hal.
ISBN: 979-98452-1-1
Peresensi: M Ihtirozun Ni’am, Mahasiswa Program Beasiswa Santri Berprestasi Kementrian Agama RI di IAIN Walisongo Semarang, Anggota Farabi Institut




Manusia Terbaik Adalah Yang Bermanfaat terhadap Yang Lainnya

Rabu, 29 Mei 2013

REKOMENDASI DAN HIMBAUAN MUSYAWARAH KERJA NASIONAL ULAMA AL-QUR'AN

Serang-Banten, 21 – 24 Mei 2013

Tema: “Al-Qur’an di Era Global; Antara Teks dan Realitas”

Dalam upaya mensosialisasikan dan mendapatkan masukan atas produk hasil kajian Tafsir Tematik dan Tafsir Ilmi yang diterbitkan oleh Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, dan untuk membahas berbagai persoalan aktual yang terkait dengan tafsir Al-Qur'an, serta menggali ide-ide untuk pengembangan pengkajian dan pengamalan Al-Qur`an di tengah masyarakat Indonesia, Kementerian Agama RI, melalui Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur`an (LPMA) Balitbang Kemenag RI, telah menyelenggarakan Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Ulama Al-Qur'an, pada tanggal 21 – 24 Mei 2013, di Hotel Le Dian Serang Banten. Mukernas yang diikuti oleh 120 peserta yang terdiri dari para ulama, akademisi dan peneliti Al-Qur`an selama empat hari itu mengambil tema “Al-Qur'an di Era Global: Antara Teks dan Realitas”.
Mukernas Ulama Al-Qur`an dibuka secara resmi oleh Bapak Menteri Agama RI, Dr (HC) H. Suryadharma Ali yang dalam kesempatan pembukaan memberikan pengarahan. Para peserta Mukernas sepakat untuk menetapkan beberapa butir penting dari pengarahan Bapak Menteri Agama sebagai pertimbangan utama. Butir-butir tersebut adalah:
1. Untuk menjamin ketersediaan kitab suci yang shahih, Pemerintah telah berupaya sungguh-sungguh untuk memastikan agar tidak ada kesalahan, sekecil apa pun, di dalam mushaf yang beredar di Indonesia. Oleh karenanya, bila ditemukan kesalahan dalam mushaf Al-Qur`an yang beredar agar segera melaporkan kepada Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur`an.
2. Seiring dengan semakin kompleksnya tantangan kehidupan yang begitu sangat dinamis, masyarakat Muslim Indonesia membutuhkan pemahaman yang mendalam terhadap Al-Qur`an. Semangat keberagamaan masyarakat yang dirasa semakin meningkat hendaknya juga diimbangi dengan pengetahuan dan tradisi ilmiah yang kuat. Oleh karenanya, Kementerian Agama menaruh perhatian yang besar terhadap keberadaan terjemah dan tafsir Al-Qur’an dengan mengusahakan penyusunan terjemah maupun tafsir Al-Qur’an dengan berbagai variannya.
3. Keragaman masyarakat Indonesia dari segi agama, budaya, suku dan etnis, menuntut adanya pemahaman yang moderat agar tercipta kerukunan dan keharmonisan. Dalam konteks masyarakat Indonesia yang majemuk, dan telah bertekad untuk hidup bersama dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang menghargai kebhinekaan, maka sepatutnya kita mengembangkan kehidupan keagamaan yang memahami realitas masyarakat, terbuka terhadap pandangan lain yang berbeda dan menghormatinya serta mengedepankan skala prioritas dalam membangun masyarakat.
4. Seluruh komponen bangsa, terutama para ulama, akademisi dan cendekiawan Muslim, agar bekerjasama dalam membangun ketahanan pemikiran dan pemahaman keagamaan (al-amnu al-fikriy) bagi masyarakat dalam menghadapi arus globalisasi yang menyangkut berbagai paham dan budaya, melalui pendidikan agama dan keagamaan yang berkualitas. Kementerian Agama sangat berkepentingan dengan terbangunnya ketahanan pemikiran dan pemahaman keagamaan masyarakat, sebab pembangunan nasional akan berhasil antara lain dengan membangun kehidupan keagamaan yang berkualitas.
5. Para ulama hendaknya dapat membimbing umat dalam mewujudkan kehidupan keagamaan yang rukun, damai dan harmonis, melalui pemahaman dan pengamalan nilai-nilai agama secara proporsional, jauh dari sikap al-ghuluww (ekstrim) yang ditandai antara lain dengan fanatisme yang berlebihan, cenderung mempersulit orang dalam beragama, berprasangka buruk terhadap orang lain dan menganggap hanya dirinya yang baik dan benar, sehingga tidak terbuka terhadap pandangan lain yang berbeda.
Selanjutnya, para peserta Mukernas mengkaji dan membahas 5 buku tafsir tematik dan 3 buku tafsir ilmi, dan mendiskusikan tema “Al-Qur`an di Era Global; Antara Teks dan Realitas”, dengan menyoroti tiga aspek; 1) Upaya tafsir Al-Qur'an Indonesia menjawab tan¬tangan zaman; 2) Pembelajaran Al-Qur'an di tengah masyarakat Indo¬nesia; 3) Mushaf Al-Qur'an: rasm, qirâ’ât, dan sejarah penya¬linan dan pencetakannya. Dari hasil kajian dan diskusi tersebut, dan mengingat pertimbangan utama dari pengarahan Bapak Menteri Agama, para peserta Mukernas menyampaikan rekomendasi sebagai berikut :
1. Memberikan apresiasi penuh terhadap upaya Kementerian Agama RI dalam meningkatkan kualitas kehidupan umat beragama melalui pemahaman kitab suci secara baik dan benar dengan menyusun dan menerbitkan Tafsir Tematik dan Tafsir Ilmi.
2. Memberikan dukungan kepada Kementerian Agama RI untuk keberlangsungan kegiatan penyusunan Tafsir Al-Qur`an dengan berbagai pendekatan, dengan melibatkan para ulama dan pakar yang berlatar belakang keahlian ilmu berbeda dalam sebuah atau beberapa tim kerja yang saling melengkapi.
3. Memberikan saran, masukan dan catatan dari forum Musyawarah Kerja Nasional Ulama Al-Qur’an untuk menjadi bahan penyempurnaan Tafsir Tematik dan Tafsir Ilmi pada edisi berikutnya.
4. Mendorong Kementerian Agama RI untuk mensosialisasikan karya-karya Tafsir Tematik dan Tafsir Ilmi setelah dilakukan perbaikan dan penyempurnaan berdasarkan masukan para peserta Musyawarah Kerja Nasional Ulama Al-Qur’an. Perbaikan dan penyempurnaan dimaksud meliputi:
a. Aspek redaksional dengan memaksimalkan proses editing serta mekanisme kontrol kualitas.
b. Aspek substansi terkait dengan tema yang dibahas.
c. Konsistensi penulisan, baik dalam hal sistematika, metodologi, transliterasi, penulisan istilah, dan sitasi.
5. Memperkuat jaringan kerja sama antara pakar Al-Qur'an dan ilmu pengetahuan, baik personal maupun institusional, sehingga proses kajian tafsir Al-Qur`an semakin mendalam dan komprehensif. Untuk itu, para peserta Mukernas mendorong agar Perguruan Tinggi Agama Islam mengembangkan kajian Al-Qur`an dengan pendekataan saintifik, misalnya yang menyangkut aspek kesejarahan dalam penjelasan kisah Al-Qur`an, melalui pembukaan program studi “Arkeologi Qur`ani”.
6. Menghimbau kepada masyarakat luas agar dalam memahami Al-Qur’an tidak hanya berpegang pada terjemahan Al-Qur’an mengingat keterbatasan yang dimiliki oleh setiap terjemahan. Oleh karenanya, pemerintah perlu menerbitkan karya tafsir yang mudah dipahami dan dijangkau oleh semua lapisan masyarakat. Upaya Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur`an untuk menyusun tafsir ringkas, melengkapi terjemah dan tafsir yang sudah ada, perlu didukung.
7. Membuat langkah-langkah strategis guna meningkatkan pemahaman yang moderat dan komprehensif terhadap Al-Qur'an dalam menjawab tantangan globalisasi, dan meningkatkan peran serta dan kerja sama antara umara dengan ulama dalam memasyarakatkan pemahaman Al-Qur'an yang komprehensif dan moderat.

Menyikapi kegiatan penerbitan Al-Qur`an di Indonesia yang berkembang dengan sangat dinamis, seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat Muslim terhadap mushaf Al-Qur`an dan produk-produk yang terkait dengannya, seperti terjemah, tafsir dll, dan semakin bertambahnya kemudahan dalam proses penerbitan dan peredaran akibat kemajuan di bidang teknologi informasi dan transportasi, para peserta Mukernas menyampaikan himbauan sebagai berikut :
1. Perlunya sistem penjaminan mutu yang terintegrasi, sehingga dalam proses penerbitan, percetakan dan peredarannya tidak ditemukan kesalahan dan hal-hal lain yang dapat mengurangi kesucian Al-Qur`an.
2. Perlu dilakukan usaha menjaga kesucian Al-Qur`an secara komprehensif, mulai dari proses penyiapan naskah, sampai dengan pentashihan, percetakan dan distribusinya di tengah masyarakat, dengan melibatkan unsur Pemerintah dan masyarakat.
3. Perlu adanya standardisasi penerbitan, percetakan dan peredaran Mushaf Al-Qur`an di Indonesia, sehingga stakeholders (masyarakat, pemerintah dsb) memperoleh pelayanan yang memuaskan.
4. Diperlukan regulasi Pemerintah yang lebih komprehensif dan lebih tegas yang mengatur, mengendalikan dan mengawasi penerbitan, percetakan dan peredaran Al-Qur’an demi menjaga kesucian dan kehormatan kitab suci Al-Qur`an.
5. Kepada para pihak yang terlibat dalam penerbitan dan peredaran mushaf Al-Qur’an, hendaknya;
a. mempunyai niat yang ikhlas untuk menyebarkan misi keagamaan (dakwah) Islam, dan tidak semata-mata untuk memperoleh keuntungan duniawi;
b. mendahulukan kepentingan keagamaan di atas kepentingan bisnis;
c. memegang teguh etika dalam memperlakukan lembaran-lembaran mushaf, baik sebelum maupun setelah dicetak;
d. berpegang pada prinsip kehati-hatian dalam rangka menjaga kesucian kitab suci, mengingat kesalahan dalam penerbitan mushaf Al-Qur`an, sekecil apa pun, berpotensi menimbulkan keresahan di tengah masyarakat, karena terkait dengan hal yang paling mendasar dalam kehidupan umat beragama.

Serang, 24 Mei 2013

Tim Perumus :
1. Prof. Dr. H. Umar Anggara Jenie, Apt., M.Sc. (Ketua)
2. Dr. Muchlis M Hanafi, MA (Sekretaris)
3. Prof. Dr. H. Heri Haryono (Anggota)
4. Prof. Dr. H. Syibli Sardjaya (Anggota)
5. Prof. Dr. H. Huzaimah T Yanggo (Anggota)
6. Prof. Dr. H. Darwis Hude (Anggota)
7. Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad, MA (Anggota)


Manusia Terbaik Adalah Yang Bermanfaat terhadap Yang Lainnya

Rabu, 09 Januari 2013

AGH Daud Ismail, Penerjemah Alquran ke Bahasa Bugis (2)

Menimba Ilmu di SengkangPada 1927, ketika Anre Gurutta H Muhammad As’ad pulang dari Tanah Suci dan mendirikan pesantren, Daud Ismail muda kembali lagi ke Sengkang.

Di sana, ia menjadi santri angkatan kedua setelah Anre Gurutta H Abdurrahman Ambo Dalle. Sosok inilah yang kemudian menjadi salah satu ulama besar di Bugis.

Selama menimba ilmu di Sengkang, Daud Ismail memperoleh banyak pengetahuan, utamanya dalam hal ilmu-ilmu agama. Sebut saja, ilmu qawaid, arodi, ushul fiqih, mantiq, dan lain-lain.

Berbekal ilmu dari Sengkang inilah Daud Ismail kemudian mulai mengajar. Pada tahap awal, ia mengajar di tingkat ibtidaiyah dan tsanawiyah.

Kembali ke SoppengKetika Perang Dunia II pecah pada 1942, Daud Ismail meninggalkan Sengkang. Ia kembali ke kampung halamannya di Soppeng. Di tempat inilah istri pertama, Hajah Marellung, yang dinikahinya pada 1932, meninggal dunia.

Dari istri pertama, ia mendapatkan dua orang putra. Tak lama setelah itu, Daud Ismail menikahi Hj Salehah. Dari istri kedua, ia tak mendapatkan anak. Di rentang waktu itu, ia kemudian menikah untuk kali ketiga. Perempuan pendampingnya adalah Hj Farida yang memberikan tiga orang anak.

Pada pertengahan 1940-an, Daud Ismail diminta mengajar di al-Madrasatul Amiriyah Watang Soppeng. Panggilan itu datang dari Datu Pattojo pada 1944. Setahun berikutnya, Daud Ismail diangkat menjadi Qadhi Soppeng. Ia diminta menggantikan Sayyed Masse.

Peran ini dijalaninya selama enam tahun hingga terbentuknya Departemen Agama Kabupaten Bone pada 1951 yang membawahi wilayah Soppeng. Pada 1961, ia mendirikan Pondok Pesantren YASRIB di Soppeng. Di tempat ini pula, ia membuka Madrasah Muallimin sekaligus diangkat sebagai qadhi untuk kali kedua.

Segala ikhtiar yang dilakukan AGH Daud Ismail untuk mengabdikan ilmu kepada masyarakat akhirnya menemukan jalan pengujung.

Ia menutup mata untuk selamanya di Rumah Sakit Hikmah Makassar pada usia 99 tahun. Ia pergi dengan tenang ketika azan Isya lepas berkumandang pada 21 Agustus 2006.



 Sumber: http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/13/01/08/mgahb6-agh-daud-ismail-penerjemah-alquran-ke-bahasa-bugis-2


Manusia Terbaik Adalah Yang Bermanfaat terhadap Yang Lainnya

AGH Daud Ismail, Penerjemah Alquran ke Bahasa Bugis (4-habis)


Tafsir al-Munir, Sebuah MahakaryaAGH Daud Ismail memang dikenal gemar menulis. Sejumlah kitab pun dihasilkannya. Salah satunya, yang dianggap sebagai mahakarya ulama Bugis ini adalah “Kitab Tafsir al-Munir”.

Kitab tafsir Alquran 30 juz ini ditulis dalam bahasa Bugis dan telah dicetak serta disebarkan kepada masyarakat, khususnya masyarakat Bugis. Kitab ini merupakan salah satu dari sembilan karya ulama besar kelahiran Soppeng ini.

Delapan karya lainnya adalah Riwayat Hidup AG Kyai Haji Muhammad As’ad (Gurutta Sade) yang ditulis dalam tiga bahasa, yakni Bugis, Indonesia, dan Arab, kemudian Pengetahuan Dasar Islam yang terdiri atas 3 jilid; Hukum Puasa; Hukum Shalat; Hukum Nikah; Kumpulan Khutbah Jumat; Kumpulan Doa-Doa; dan Fatwa-Fatwa.

Sulaiman Ibrahim, dosen tafsir di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo, dalam salah satu artikelnya menilai, Tafsir al-Munir berperan besar dalam memberikan pemahaman Alquran kepada masyarakat lokal.

Menurut Sulaiman, ada dua alasan yang membuat Daud Ismail mempergunakan bahasa Bugis dalam kitab Tafsir al-Munir. Pertama, kata dia, Daud Ismail berada di tengah masyarakat Bugis, tempat bahasa tersebut sangat dominan digunakan oleh masyarakat. “Sehingga, karyanya lebih mudah dipahami oleh masyarakat setempat,” tulisnya.

Pertimbangan kedua, usaha dari Daud Ismail ini menjadi jalan penting untuk melestarikan bahasa dan lontara (aksara) Bugis. “Adanya tafsir Alquran ini, memegang peranan penting dalam kehidupan keagamaan, terutama bagi suku Bugis,” kata Sulaiman.

Dalam pandangan Sulaiman, kehadiran kitab Tafsir al-Munir menjadi sangat penting mengingat perkembangan penafsiran Alquran di Indonesia berbeda dengan di dunia Arab.

Perbedaan tersebut terutama disebabkan oleh perbedaan latar belakang sosial budaya, geografis, dan bahasa. “Dalam konteks itulah, kehadiran sebuah tafsir bahasa daerah, dalam hal ini bahasa Bugis, sangat diperlukan,” pungkas Sulaiman.


Sumber: http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/13/01/08/mgahkv-agh-daud-ismail-penerjemah-alquran-ke-bahasa-bugis-4habis

Manusia Terbaik Adalah Yang Bermanfaat terhadap Yang Lainnya


AGH Daud Ismail, Penerjemah Alquran ke Bahasa Bugis (3)

Anregurutta, Gelar KehormatanSuku Bugis umumnya berdiam di Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah.

Meski demikian, suku ini juga menyebar ke berbagai daerah di Nusantara. Dalam tradisi masyarakat Bugis, gelar Anregurutta dapat diibaratkan sebagai profesor di dunia akademik.

Meski demikian, seperti dijelaskan dalam situs resmi Nahdlatul Ulama, gelar Anregurutta bukanlah pemberian gelar akedemik, melainkan pengakuan yang timbul dari masyarakat atas ketinggian ilmu, pengabdian, dan jasa seseorang dalam dakwah keislaman.

Tak semua yang mengajar agama dipanggil sebagai Anregurutta, bergantung pada tingkat keilmuannya. Selain itu, masyarakat Bugis juga meyakini adanya kelebihan yang dimiliki Anregurutta, yakni berupa karomah, dalam bahasa Bugis disebuti makarama.

Para mubalig, meski memiliki pengetahuan keislaman cukup luas, belum tentu disebut Anregurutta. Banyak di antara mereka yang tetap dipanggil ustaz. Mereka dianggap mampu membawakan khutbah dan ceramah di masyarakat, namun belum bisa dijadikan rujukan bertanya mengenai berbagai masalah keagamaan.

Sementara itu, Anregurutta biasanya dijadikan tempat bertanya tentang berbagai masalah keagamaan dan kehidupan secara umum.

Nah, salah satu pejuang dakwah di Tanah Bugis yang mendapat gelar Anregurutta adalah Daud Ismail. Dialah sosok ulama besar yang berperan penting dalam pengembangan syiar Islam di Sulawesi Selatan.



Manusia Terbaik Adalah Yang Bermanfaat terhadap Yang Lainnya

AGH Daud Ismail, Penerjemah Alquran ke Bahasa Bugis (1

REPUBLIKA.CO.ID, Bagi masyarakat Bugis, Anregurutta Haji (AGH) Daud Ismail mengukir jasa besar yang tak bisa dilupakan.

Jasa yang tak akan terlupa itu adalah usahanya menerjemahkan dan menafsirkan 30 juz Alquran ke dalam bahasa Bugis.

Rasanya, inilah puncak pencapaian AGH Daud Ismail sebagai ulama besar yang pernah lahir di Sulawesi Selatan.

“Penulisan tafsir Alquran 30 juz di Indonesia masih terbilang langka. Kalaupun ada, biasanya hanya ditulis oleh orang yang tidak sembarangan,” tulis Sulaiman Ibrahim, dosen tafsir di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo dalam sebuah artikelnya yang berjudul “Lokalitas Tafsir Bahasa Bugis: Telaah atas Metodologi Tafsir Anre Gurutta Daud Ismail”.

AGH Daud Ismail terlahir di Soppeng pada 30 Desember 1908. Ia adalah putra dari pasangan H Ismail bin Baco Poso dan Hj Pompola binti Latalibe. Dari 11 bersaudara, ia adalah anak bungsu dan satu-satunya anak lelaki.

Ayahnya dikenal sebagai khatib di Distrik Soppeng. Sang ayah memiliki panggilan lain Katte’ Maila (Ismail). Orang tua Daud Ismail juga dikenal sebagai guru mengaji Alquran di Desa Cenrana. Rupanya, darah mengajar dari orang tuanya itulah yang mengalir deras dalam diri Daud Ismail.

Selain menafsirkan dan menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa Bugis, AGH Daud Ismail juga berjasa besar mendirikan Yayasan Perguruan Islam Beowe (YASRIB) yang di dalamnya terdapat pesantren. Ia juga membuka Madrasah Muallimin pada 1967.

Semua pencapaian besar ini diraih melalui proses otodidak. Proses itu diawali dari hasil belajar Alquran kepada ayahnya sewaktu masih kecil di kampung. Selepas menimba ilmu di rumah, ia melanjutkan pendidikan ke pesantren di Sengkang.

Lalu, pada 1925- 1929, ia mulai mempelajari kitab qawaid di Lapasu Soppeng Riaja. Tempat ini berjarak sekitar 40 km dari kota Parepare. Di tempat ini, ia menimba ilmu dari ulama besar bernama Haji Daeng dan Qadhi Soppeng Riaja.


Sumber: http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/13/01/08/mgagfm-agh-daud-ismail-penerjemah-alquran-ke-bahasa-bugis-1
Manusia Terbaik Adalah Yang Bermanfaat terhadap Yang Lainnya

Jumat, 28 Desember 2012

Menag: Terjemahan Al Qur’an Dalam Bahasa Lokal Memiliki Peran Penting dan Strategis

Jakarta, (19/12) – Dengan jumlah penduduk lebih dari 241 juta jiwa, 1.128 suku bangsa dan ratusan bahasa lokal membuat Indonesia begitu heterogen.  Dari data tersebut, dicermati bahwa banyak diantaranya tidak mampu berkomunikasi dalam bahasa Indonesia,  namun mereka masih bertutur dalam bahasa lokal.
Dalam acara Launching Thesaurus Manuskrip Keagamaan Nusantara dan Terjemahan Al Quran Bahasa Makassar-Kaili dan Sasak, di auditorium Kemenag Jl.MH.Thamrin No.6, Jakarta, Rabu (19/12), Menteri Agama Suryadharma Ali menilai bahwa terjemahan Al Qur’an dalam bahasa lokal memiliki peran penting dan strategis paling tidak terjemahan dapat memberikan beberapa manfaat yaitu pertama berupa layanan keagamaan lokal sehingga meningkatkan pemahaman dalam bidang agama.  Kedua, terjemahan memainkan peran dalam pelestarian budaya lokal sehingga budaya lokal tersebut terpelihara dan terjaga nilai-nilai luhurnya.
Berkaitan dengan bahasa lokal, upaya Badan Litbang dan Diklat melalui Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan patut diacungi jempol.  Selain berperan dalam meningkatkan pemahaman isi Al Qur’an, terjemahan dalam bahasa lokal juga turut melestarikan identitas kesukuan karena daerah yang kehilangan bahasa lokalnya otomatis kehilangan identitas kesukuannya.  (RPS)

 Sumber: http://balitbangdiklat.kemenag.go.id


Manusia Terbaik Adalah Yang Bermanfaat terhadap Yang Lainnya

Selasa, 25 Desember 2012

HERMENEUTIKA TEKS; Sebuah Tawaran Metode Tafsir al-Qur’an


Oleh: Sulaiman Ibrahim

Abstrak
Hermeneutika al-Qur’an adalah suatu penafsiran rasional “bebas terkendali” dalam rangka memahami al-Qur’an dengan kontekstual. Walaupun Hermeneutika sebuah metode dari Barat, tetapi bukan berarti tidak bisa dipakai untuk manafsirkan sebuah teks al-Qur’an. justru hal ini membuahkan sebuah ilmu dan seni membangun makna melalui interpretasi rasional

Kebutuhan Sebuah Penafsiran
Sepanjang  berkaitan dengan ilmu pengetahuan, tidak ada teks yang sakral. Sebab ilmu pengetahuan berkembang dengan cara mengkritik yang lama dan melahirkan yang baru. Sakralisasi teks mungkin diperlukan oleh orang awam supaya tidak bingung, sebagaimana mereka perlu pemimpin, apabila tidak ada pemimpin mungkin pemandu, yaitu teks-teks. Tapi ketika sudah dewasa, orang harus tahu bahwa sakralisasi bisa mempersempit Islam itu sendiri.[1]
Modernisme Islam atau pembaharuan dalam Islam selama ini dipahami sebagai upaya untuk menyesuaikan paham-pahaDm keagamaan Islam dengan dinamika dan perkembangan baru yang timbul atau ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi moderen. Atau, yang dimaksud dengan modernisme Islam adalah upaya memperbarui penafsiran, penjabaran dan cara-cara pelaksanaan ajaran-ajaran dasar dan petunjuk-petunjuk yang terdapat dalam al-Qur’an dan Hadis sesuai dan sejalan dengan perkembangan situasi dan kondisi masalah yang dihadapi.[2]
Dalam sejarah perkembangan modernisme Islam terdapat suatu gagasan utama yang selalu dicetuskan oleh oleh para tokoh pembaru, modernis, yaitu kembali kepada al-Qur’an dan Hadis. Muhammad Abduh, misalnya, dengan serius mengajak untuk kembali kepada al-Qur’an dan berpegang teguh dengannya, dan perlunya penafsiran/interpretasi baru terhadap ajaran-ajaran dasar Islam, sesuai dan sejalan dengan tuntunan dan perkembangan zaman.[3]3 Sehubungan dengan gagasan utama modernisme Islam, semua pihak, terutama tokoh-tokoh modernis, sepakat dan antusias untuk mengoperasionalisasikan dan melaksanakannya. Mengingat perlunya penafsiran atau interpretasi baru terhadap ajaran-ajaran dasar Islam, khususnya al-Qur’an, maka mau atau tidak mau terlibatlah apa yang disebut tafsir.
            Al-Qur’an, sebagaimana diyakini umat Islam, adalah kalam Tuhan yang menyimpan segala petunjuk dan ajaran-Nya, yang meliputi segala aspek kehidupan manusia yang umumnya diungkap dalam bentuk dasar-dasarnya. Dan tafsir dipandang dari segi eksistensinya yang sangat melekat dengan al-Qur’an sungguh amat penting dan utama. Kepentingan dan keutamaan tafsir amat terasa apabila dihubungkan dengan keharusan umat Islam untuk memahami kandungan atau makna ajaran-ajaran al-Qur’an. Memahami segala kandungan al-Qur’an  merupakan perintah Allah Swt. (QS. 38: 29) dan (QS. 4: 82).
            Demikian penting upaya memahami dan merenungkan kandungan ayat-ayat al-Qur’an, demi mendapatkan pelajaran-pelajaran berharga darinya. Untuk sampai pada tingkat pengamalan dan pelaksanaan segala petunjuk, ajaran dan aturan serta norma al-Qur’an tidaklah mudah, kecuali setelah memahami dengan sebaik-baiknya segala nasehat dan petunjuk al-Qur’an, serta menghayati prinsip-prinsip ajarannya, karena semua itu termuat dalam kemasan bahasa Arab yang beruslub tinggi. Hal ini menurut al-Zarqani, jelas diperlukan tafsir. Tanpa tafsir, tidak akan diperoleh apa-apa yang terkandung dalam khazanah al-Qur’an.[4]
            Dalam rangka penafsiran baru al-Qur’an sesuai dengan konteks kekinian dan kemoderenan zaman, tafsir yang lebih diperlukan ialah tafsir yang bercorak rasional, yaitu tafsir yang disebut dengan istilah tafsir al-Qur’an bi al-ra’y (dengan menggunakan akal) atau tafsîr al-Ijtihâd.[5] Di samping itu diperlukannya perpaduan antara pemikiran-pemikiran yang memberi interpretasi pada wahyu (tafsir bi al-Ma’tsur)[6], dengan interpretasi rasional “liberal” dalam hal ini “hermeneutik”.[7]


[1]Komaruddin Hidayat, Wahyu di Langit Wahyu di Bumi, Doktrin dan Peradaban Islam di Panggung Sejarah, (Jakarta: Penerbit Paramadina, 2003) h. 118
[2]Rif’at Syauqi Nawawi, Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh, Kajian Masalah Aqidah dan Ibadat, (Jakarta: Penerbit Paramadina, 2002) cet I, h. 5

[3]Rif’at Syauqi Nawawi, Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh, Kajian Masalah Aqidah dan Ibadat, (Jakarta: Penerbit Paramadina, 2002) cet I, h. 5

[4]Abd al-‘Azhim al-Zarqani, Manâhil al-Irfân fi al-‘Ulûm al-Qur’ân, (Mesir: Musthafa al- Babi al-Halabi, tth.) jilid II, h. 6

[5]Abd al-‘Azhim al-Zarqani, Manâhil al-Irfân fi al-‘Ulûm al-Qur’ân, h. 11

[6] Menurut al-Dzahabi al-tafsîr bi al-ma’tsûr adalah penjelasan terhadap ayat-ayat al-Qur’an dengan menggunakan: (a) ayat-ayat al-Qur’an, (b) riwayat yang berasal dari Rasulullah Saw. (c) riwayat dari sahabat, dan (d) riwayat dari para tabi’in. Lihat Al-Dzahabi, I, h. 152.
[7]Hermeneutika adalah ilmu yang mencoba menggambarkan bagaimana sebuah atau satu kejadian dalam waktu dan budaya lampau dapat dimengerti dan menjadi bermakna secara eksistensial dalam situasi kita sekarang. Ini melibatkan aturan metodologis yang diterapkan dalam penafsiran maupun asumsi-asumsi epistimologis tentang  pemahaman. Hermeneutika mengasumsikan bahwa setiap orang mendatangi teks dengan membawa persoalan dan harapan sendiri, dan adalah masuk akal untuk menuntut  penafsir menyisihkan subjektivitas dirinya dan menafsirkan suatu teks tanpa pemahaman dan pertanyaan awal yang dimunculkannya. Lihat Farid Esack, Membebaskan Yang Tertindas Al-Qur’an, Liberalisme, Pluralisme. Terjemahan dari: Qur’an, Liberation & Pluralism: An Islamic Perspective of Interreligious Solidarity against Oppression. Penerjemah: Watung A. Budiman. (Bandung: Mizan Media Utama, 2000), h. 83.

Ingin mendapatkan Artikel di atas silahkan hubungi Email: emand_99@hotmail.com

Manusia Terbaik Adalah Yang Bermanfaat terhadap Yang Lainnya

Kamis, 20 Desember 2012

Metodologi Tafsir


Para Ulama sepakat ada 4 corak penulisan Tafsir :
  1. Metode Tahlili,
  2. Metode Ijmali
  3. Metode Muqari
  4. Metode Maudhu’i.

A. Al-Tafsir al-Tahlili (Tafsir dengan Metode Tahlili)
         Tahlili berasal dari bahasa Arab hallala-yuhallilu-tahlil yang berarti  “Mengurai, Menganalisis”
Tafsir metode tahlili adalah tafsir yang menyoroti ayat-ayat al-Qur’an dengan memaparkan segala makna dan aspek yang terkandung di dalamnya sesuai urutan bacaan yang terdapat di dalam al-Qur’an. Muhammad Baqir al-Shadar menyebut tafsir metode tahlili atau tajzi’I yang secara harfiah berarti “Tafsir yang menguraikan berdasarkan bagian-bagian, atau tafsir parsial“.
Dalam menafsirkan al-Qur’an mufassir biasanya melakukan sebagai berikut :
1.        Menerangkan hubungan (munasabah) baik antara satu ayat dengan ayat-ayat lain maupun antara satu surah dengan surah lain. Misalnya, dalam menafsirkan awal surah Ali-Imran
2.       Menjelaskan sebab-sebab turunya ayat (asbabu Nusul).
3.       Menganalisis mufradad (kosakata) dan lafal dari sudut pandang bahasa Arab. Untuk menguatkan pendapatnya, terutama dalam menjelaskan mengenai bahasa ayat bersangkutan, mufassir kadang-kadang juga mengutip syair-syair yang berkembang sebelum dan pada masanya.
4.      Meamaparkan hubungan ayat secara umum dan maksudnya.
5.       Menerangkan unsure-unsur fashahah, bayan dan i’jaz-nya, bila dianggap perlu. Khususnya, apabila ayat-ayat yang ditafsirkan itu mengandung keindah
6.       Menjelaskan hukum yang dapat ditarik dari ayat yang dibahas, khususnya apabila  Ayat-ayat yang ditafsirkan aadalah ayat-ayat ahkam, yaitu berhubungan dengan  Persoalan hukum.
7.       Menerangkan makna dan maksud syara yang terkandung dalam ayat yang   bersangkutan. Sebagai sandaranya, mufassir mengambil manfaat dari ayat-ayat lainya, hadist Nabi Saw., pendapat para sahabat dan tabi’in di samping ijthad mufassir sendiri.
         Dilihat dari bentuk tinjauan dan kandungan informasi yang teradapat dalam tafsir tahlili yang jumlahnya sangat banyak, dapat dikemukakan bahwa paling tidak ada tujuh metode tafsir  Yaitu :
A. Al-Tafsir bi al-Ma’tsur,  secara harfiah berarti penafsiran dengan menggunakan riwayat sebagai sumber pokoknya. Karena itu tafsir ini dinamakan juga dengan al-tafsir bi al-riwayah (tafsir dengan riwayat) atau al-tafsir bi al-manqul (tafsir dengan menggunakan pengutipan (riwayat). Penafsiran dalam corak ini, dapat di bagi menjadi empat bentuk :
I . Al-tafsir bi al-ma’tsur secara harfiah berarti penafsiran dengan menggunakan riwayat sebagai sumber pokoknya. Karena itu, tafsir ini dinmakan juga dengan al-tafsir bi al-riwayah (tafsir dengan riwayat) atau al-tafsir bi al-manqul tafsir dengan menggunakan  pengutipan (riwayat). Penafsiran dalam corak ini dapat di bagi menjadi empat bentuk yaitu :
Ø  Penafsiran ayat al-Qur’an dengan ayat lain. Pertama, ayat atau ayat-ayat lain menjabarkan apa yang diungkapkan pada ayat tertentu. Misalnya, kata-kata al-muttaqin (orang-orang bertaqwa) dalam ayat I surah al-Baqarah, dijabarkan ayat-ayat sesudahnya ( ayat-ayat 3-4) yang menyatakan………. Kedua, ada informasi tertentu, misalnya tentang kisah Nabi Musa, pada surah tertentu diungkapkansecara singkat, sementara pada surah yang lain secara panjang lebar. Dalam hal ini ayat-ayat yang panjang lebar menafsirkan ayat-ayat yang mengandung informasi yang lebih ringlas. Ketiga, ayat-ayat mujmal ditafsirkan oleh ayat-ayat yang mubayyan, ayat-ayat yang muthlaq ditafsirkan oleh ayat-ayat muqayyad, dan ayat-ayat yang ‘am ditafsirkan oleh ayat-ayat khash. Ringkasnya, ayat-ayat yang mengandung penegertian umum dan global ditafsirkan oleh ayat-ayat yang mengandung pengertian khusus dan rinci. Keempat, informasi yang terkandung dalam satu ayat kadang terlihat berbeda dengan informasi yang terdapat pada ayat-ayat lain. Penafsiran ayat-ayat dilakukan dengan mengkompromikan pengertian-pengertian tersebut.
Ø  Penafsiran ayat al-Qur’an dengan hadist Nabi Saw.
Ø  Disamping al-Qur’an, otoritas dalampenafsiran al-Qur’an terletak di tangan Nabi Saw. Al-Qur’an sendiri menyebutkan bahwa Nabi diutus untuk menjelaskan wahyu al-Qur’an yang diturunkan kepadanya.
Ø  Penafsiran Al-Qur’an dengan pendapat para sahabat.
Ø  para ulama berpendapat bahwa setelah Nabi Saw. Wafat, orang yang paling memahami al-Qur’an adalah generasi sahabat, karena mereka hidup pada masa al-Qur’an masih diturunkan, bergaul dengan Nabi yang paling paham dengan isi al-Qur’an, serta mengetahui konteks al-Qur’an turun. Karena itu, pendapat-pendapat para sahabat dijadikan oleh para ulama tafsir sebagai bahan penting dalam menafsirkan al-Qur’an.
Ø  Penafsiran ayat Al-Qur’an dengan pendapat para tabiin.
Ø  Perkembangan metode tafsir ini dapat dibagi menjadi dua periode, yaitu periode lisan, ketika penafsiran dari Nabi Saw. Dan para sahabat sebarluaskan secara periwayatan, dan tulisan, ketika riwayat-riwayat yang sebelumnya tersebar secara lisan itu mulai dibukukan.
Ø  Diantara kitab-kitab tafsir yang dapat dikategorikan sebagai al-tafsir bi al-ma’tsur adalah Jami’ al-Bayan fi-Tafsir al-Qur’an al-Karim karya Ibn Jarir al-Thabari (w.310 H), Ma’alim al-Tanzil karya al-Baghawi (w.516 H/1122 M), Tafsir al-Qur’an al-Karim (tafsir Ibn Katsir), karya Abu al-Fida’Isma’il ibn katsir (w.77 H/1373 M), dan al-Durr alManshur fi al-Tafsir al-Ma’tsur karya Jalal al-Din al Suyuthi (w.911 H/1505 M).



Manusia Terbaik Adalah Yang Bermanfaat terhadap Yang Lainnya