Email: tafsirhadits@ymail.com / emand_99@hotmail.com

Powered By Blogger
Tampilkan postingan dengan label Daud Ismail. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Daud Ismail. Tampilkan semua postingan

Selasa, 22 Agustus 2017

TAFSIR DAN LOKAL WISDOM: Perilaku Keagamaan Masyarakat Bugis di Sulawesi Selatan dalam Memahami Tafsir al-Qur’an

Oleh: 
Sulaiman Ibrahim

Dalam penyebaran agama Islam,para ulama di Sulawesi Selatan telah menempuh berbagai cara, di antaranya ada yang giat melakukan dakwah Islamiyah secara langsung di tengah-tengah masyarakat, ada pula selain melakukan dakwah mereka juga membuat karya tulis untuk dijadikan bahan bacaan di kalangan santri-santri dan masyarakat sekitarnya. Berbagai upaya dan cara itulah telah ditempuh oleh ulama pendahulu dalam rangka mengkaji agama Islam dan menggali kandungan ayat-ayat Alquran.
Literatur-literatur tafsir Alquran yang muncul dari tangan para muslim Nusantara, dengan keragaman bahasa dan aksara yang digunakan mencerminkan adanya “hirarki”, baik “hirarki tafsir” itu sendiri di tengah karya-karya tafsir lain, maupun “hirarki pembaca” yang menjadi sasarannya. 
Misalnya penggunaan bahasa Arab, seperti yang ditempuh oleh Imam Nawawi al-Bantani dalam tafsīr Marah{ Labīb, dari segi sasaran –dengan mempertimbangkan bahasa Arab- tafsir ini lebih mudah diakses oleh para peminat kajian Alquran secara Internasional, namun pada sisi yang lain, yakni dalam konteks Indonesia sendiri, karya tafsir itu tentu lebih bersifat elitis. Sebab, seperti yang kita ketahui bahwa tidak semua muslim Indonesia mahir berbahasa Arab. Demikian juga, literatur tafsir yang ditulis dengan bahasa daerah –Jawa atau Bugis misalnya- dan menggunakan huruf Arab pegon, pada satu sisi akan mempermudah bagi komunitas muslim yang kebetulan satu daerah dan menguasai bahasa lokal tersebut. Namun, pada tingkat cakupan keindonesiaan, model inipun juga pada akhirnya tidak bisa menghindardari sifat elitisnya, sebab seakan-akan karya ini hanya ditulis khusus untuk daerah pemakai bahasa tersebut.
Satu hal yang tidak dapat dimungkiri bahwa sentimen orang-orang Bugis di Sulawesi Selatan untuk memelihara bahasa daerahnya berbeda jauh di bawah level sentimen suku lain untuk melestarikan bahasa daerahnya. Tidak diketahui secara pasti apa yang menyebabkan hal tersebut, namun dugaan sementara adalah karena kurangnya literatur berbahasa Bugis yang beredar dalam masyarakat. Dapat dikatakan, tidak banyak bahkan sangat jarang orang yang membuat karya tulis dalam bahasa Bugis dewasa ini.






Manusia Terbaik Adalah Yang Bermanfaat terhadap Yang Lainnya

Rabu, 21 Januari 2015

The Abstrac



Semakin membumi tafsir itu, semakin mudah dipahami maksud dan tujuan ajarannya. Tafsir yang sesuai dengan bahasa masyarakat akan memudahkan masyarakat memahami Alquran, dan semakin dekat pula dalam pengamalannya.
 Ini dibuktikan Daud Ismail dengan berhasil menampilkan tafsir yang susunan dan gaya bahasanya lebih mudah diterima dan dipahami oleh masyarakat Bugis setempat. Karena kitab-kitab tafsir yang ada selama ini dinilai terlalu banyak menggunakan bahasa Arab dan istilah yang terasa sulit dicerna dan dipahami oleh kebanyakan masyarakat setempat yang bukan bahasa mereka, apalagi telah dibumbuhi dengan istilah-istilah tertentu, seperti ilmu balaghah, nahwu, dan s}arf, yang semuanya justru kadang membingungkan para pembacanya.
Hal ini memperkuat pendapat Muh}ammad al-Fād}il ibn ‘Āshūr dalam al-Tafsīr wa Rijāluhu, bahwa penjelasan atau tafsir Alquran sebaiknya mengikuti menggunakan bahasa yang dipahami oleh masyarakat itu. Sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat وماأرسلناك من رسول إلا بلسان قومهم ليبين لهم .
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif termasuk penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan pendekatan tafsir. Sumber utama penelitian ini adalah kitab Tafsīr al-Munīr karya Daud Ismail. Untuk mendapatkan aspek metodologinya digunakan beberapa kitab ‘ulūm al-Qur’ān dan kitab-kitab tafsir klasik maupun modern. Data-data yang dibaca dengan standar ilmu tafsir yang meliputi metode dan kandungan tafsir. Pemahaman kandungan tafsir melalui teori discourse analysis (analisis wacana), dan untuk menganalisis data yang ada dibantu dengan pendekatan tafsir.


 




Manusia Terbaik Adalah Yang Bermanfaat terhadap Yang Lainnya

Rabu, 09 Januari 2013

AGH Daud Ismail, Penerjemah Alquran ke Bahasa Bugis (2)

Menimba Ilmu di SengkangPada 1927, ketika Anre Gurutta H Muhammad As’ad pulang dari Tanah Suci dan mendirikan pesantren, Daud Ismail muda kembali lagi ke Sengkang.

Di sana, ia menjadi santri angkatan kedua setelah Anre Gurutta H Abdurrahman Ambo Dalle. Sosok inilah yang kemudian menjadi salah satu ulama besar di Bugis.

Selama menimba ilmu di Sengkang, Daud Ismail memperoleh banyak pengetahuan, utamanya dalam hal ilmu-ilmu agama. Sebut saja, ilmu qawaid, arodi, ushul fiqih, mantiq, dan lain-lain.

Berbekal ilmu dari Sengkang inilah Daud Ismail kemudian mulai mengajar. Pada tahap awal, ia mengajar di tingkat ibtidaiyah dan tsanawiyah.

Kembali ke SoppengKetika Perang Dunia II pecah pada 1942, Daud Ismail meninggalkan Sengkang. Ia kembali ke kampung halamannya di Soppeng. Di tempat inilah istri pertama, Hajah Marellung, yang dinikahinya pada 1932, meninggal dunia.

Dari istri pertama, ia mendapatkan dua orang putra. Tak lama setelah itu, Daud Ismail menikahi Hj Salehah. Dari istri kedua, ia tak mendapatkan anak. Di rentang waktu itu, ia kemudian menikah untuk kali ketiga. Perempuan pendampingnya adalah Hj Farida yang memberikan tiga orang anak.

Pada pertengahan 1940-an, Daud Ismail diminta mengajar di al-Madrasatul Amiriyah Watang Soppeng. Panggilan itu datang dari Datu Pattojo pada 1944. Setahun berikutnya, Daud Ismail diangkat menjadi Qadhi Soppeng. Ia diminta menggantikan Sayyed Masse.

Peran ini dijalaninya selama enam tahun hingga terbentuknya Departemen Agama Kabupaten Bone pada 1951 yang membawahi wilayah Soppeng. Pada 1961, ia mendirikan Pondok Pesantren YASRIB di Soppeng. Di tempat ini pula, ia membuka Madrasah Muallimin sekaligus diangkat sebagai qadhi untuk kali kedua.

Segala ikhtiar yang dilakukan AGH Daud Ismail untuk mengabdikan ilmu kepada masyarakat akhirnya menemukan jalan pengujung.

Ia menutup mata untuk selamanya di Rumah Sakit Hikmah Makassar pada usia 99 tahun. Ia pergi dengan tenang ketika azan Isya lepas berkumandang pada 21 Agustus 2006.



 Sumber: http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/13/01/08/mgahb6-agh-daud-ismail-penerjemah-alquran-ke-bahasa-bugis-2


Manusia Terbaik Adalah Yang Bermanfaat terhadap Yang Lainnya

AGH Daud Ismail, Penerjemah Alquran ke Bahasa Bugis (4-habis)


Tafsir al-Munir, Sebuah MahakaryaAGH Daud Ismail memang dikenal gemar menulis. Sejumlah kitab pun dihasilkannya. Salah satunya, yang dianggap sebagai mahakarya ulama Bugis ini adalah “Kitab Tafsir al-Munir”.

Kitab tafsir Alquran 30 juz ini ditulis dalam bahasa Bugis dan telah dicetak serta disebarkan kepada masyarakat, khususnya masyarakat Bugis. Kitab ini merupakan salah satu dari sembilan karya ulama besar kelahiran Soppeng ini.

Delapan karya lainnya adalah Riwayat Hidup AG Kyai Haji Muhammad As’ad (Gurutta Sade) yang ditulis dalam tiga bahasa, yakni Bugis, Indonesia, dan Arab, kemudian Pengetahuan Dasar Islam yang terdiri atas 3 jilid; Hukum Puasa; Hukum Shalat; Hukum Nikah; Kumpulan Khutbah Jumat; Kumpulan Doa-Doa; dan Fatwa-Fatwa.

Sulaiman Ibrahim, dosen tafsir di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo, dalam salah satu artikelnya menilai, Tafsir al-Munir berperan besar dalam memberikan pemahaman Alquran kepada masyarakat lokal.

Menurut Sulaiman, ada dua alasan yang membuat Daud Ismail mempergunakan bahasa Bugis dalam kitab Tafsir al-Munir. Pertama, kata dia, Daud Ismail berada di tengah masyarakat Bugis, tempat bahasa tersebut sangat dominan digunakan oleh masyarakat. “Sehingga, karyanya lebih mudah dipahami oleh masyarakat setempat,” tulisnya.

Pertimbangan kedua, usaha dari Daud Ismail ini menjadi jalan penting untuk melestarikan bahasa dan lontara (aksara) Bugis. “Adanya tafsir Alquran ini, memegang peranan penting dalam kehidupan keagamaan, terutama bagi suku Bugis,” kata Sulaiman.

Dalam pandangan Sulaiman, kehadiran kitab Tafsir al-Munir menjadi sangat penting mengingat perkembangan penafsiran Alquran di Indonesia berbeda dengan di dunia Arab.

Perbedaan tersebut terutama disebabkan oleh perbedaan latar belakang sosial budaya, geografis, dan bahasa. “Dalam konteks itulah, kehadiran sebuah tafsir bahasa daerah, dalam hal ini bahasa Bugis, sangat diperlukan,” pungkas Sulaiman.


Sumber: http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/13/01/08/mgahkv-agh-daud-ismail-penerjemah-alquran-ke-bahasa-bugis-4habis

Manusia Terbaik Adalah Yang Bermanfaat terhadap Yang Lainnya


AGH Daud Ismail, Penerjemah Alquran ke Bahasa Bugis (3)

Anregurutta, Gelar KehormatanSuku Bugis umumnya berdiam di Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah.

Meski demikian, suku ini juga menyebar ke berbagai daerah di Nusantara. Dalam tradisi masyarakat Bugis, gelar Anregurutta dapat diibaratkan sebagai profesor di dunia akademik.

Meski demikian, seperti dijelaskan dalam situs resmi Nahdlatul Ulama, gelar Anregurutta bukanlah pemberian gelar akedemik, melainkan pengakuan yang timbul dari masyarakat atas ketinggian ilmu, pengabdian, dan jasa seseorang dalam dakwah keislaman.

Tak semua yang mengajar agama dipanggil sebagai Anregurutta, bergantung pada tingkat keilmuannya. Selain itu, masyarakat Bugis juga meyakini adanya kelebihan yang dimiliki Anregurutta, yakni berupa karomah, dalam bahasa Bugis disebuti makarama.

Para mubalig, meski memiliki pengetahuan keislaman cukup luas, belum tentu disebut Anregurutta. Banyak di antara mereka yang tetap dipanggil ustaz. Mereka dianggap mampu membawakan khutbah dan ceramah di masyarakat, namun belum bisa dijadikan rujukan bertanya mengenai berbagai masalah keagamaan.

Sementara itu, Anregurutta biasanya dijadikan tempat bertanya tentang berbagai masalah keagamaan dan kehidupan secara umum.

Nah, salah satu pejuang dakwah di Tanah Bugis yang mendapat gelar Anregurutta adalah Daud Ismail. Dialah sosok ulama besar yang berperan penting dalam pengembangan syiar Islam di Sulawesi Selatan.



Manusia Terbaik Adalah Yang Bermanfaat terhadap Yang Lainnya

AGH Daud Ismail, Penerjemah Alquran ke Bahasa Bugis (1

REPUBLIKA.CO.ID, Bagi masyarakat Bugis, Anregurutta Haji (AGH) Daud Ismail mengukir jasa besar yang tak bisa dilupakan.

Jasa yang tak akan terlupa itu adalah usahanya menerjemahkan dan menafsirkan 30 juz Alquran ke dalam bahasa Bugis.

Rasanya, inilah puncak pencapaian AGH Daud Ismail sebagai ulama besar yang pernah lahir di Sulawesi Selatan.

“Penulisan tafsir Alquran 30 juz di Indonesia masih terbilang langka. Kalaupun ada, biasanya hanya ditulis oleh orang yang tidak sembarangan,” tulis Sulaiman Ibrahim, dosen tafsir di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo dalam sebuah artikelnya yang berjudul “Lokalitas Tafsir Bahasa Bugis: Telaah atas Metodologi Tafsir Anre Gurutta Daud Ismail”.

AGH Daud Ismail terlahir di Soppeng pada 30 Desember 1908. Ia adalah putra dari pasangan H Ismail bin Baco Poso dan Hj Pompola binti Latalibe. Dari 11 bersaudara, ia adalah anak bungsu dan satu-satunya anak lelaki.

Ayahnya dikenal sebagai khatib di Distrik Soppeng. Sang ayah memiliki panggilan lain Katte’ Maila (Ismail). Orang tua Daud Ismail juga dikenal sebagai guru mengaji Alquran di Desa Cenrana. Rupanya, darah mengajar dari orang tuanya itulah yang mengalir deras dalam diri Daud Ismail.

Selain menafsirkan dan menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa Bugis, AGH Daud Ismail juga berjasa besar mendirikan Yayasan Perguruan Islam Beowe (YASRIB) yang di dalamnya terdapat pesantren. Ia juga membuka Madrasah Muallimin pada 1967.

Semua pencapaian besar ini diraih melalui proses otodidak. Proses itu diawali dari hasil belajar Alquran kepada ayahnya sewaktu masih kecil di kampung. Selepas menimba ilmu di rumah, ia melanjutkan pendidikan ke pesantren di Sengkang.

Lalu, pada 1925- 1929, ia mulai mempelajari kitab qawaid di Lapasu Soppeng Riaja. Tempat ini berjarak sekitar 40 km dari kota Parepare. Di tempat ini, ia menimba ilmu dari ulama besar bernama Haji Daeng dan Qadhi Soppeng Riaja.


Sumber: http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/13/01/08/mgagfm-agh-daud-ismail-penerjemah-alquran-ke-bahasa-bugis-1
Manusia Terbaik Adalah Yang Bermanfaat terhadap Yang Lainnya