Email: tafsirhadits@ymail.com / emand_99@hotmail.com

Powered By Blogger

Selasa, 26 September 2017

Pengaruh Pendidikan Agama Islam di Kalangan Remaja Terhadap Akhlakul Karimah


Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam pembentukkan karakter manusia. Dalam perkembangan istilah pendidikan berarti bimbingan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar selanjutnya pendidkan diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang agar ia menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental. Menurut Ahmad D. Marimba yang dinamakan dinamakan pendidikan Islam adalah “Bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum agama Islam”.[1] Seseorang tidak mampu memahami dan menjalani tanpa aspirasi (cita-cita) untuk maju. Untuk memajukan kehidupan mereka itulah maka pendidikan menjadi sarana utama yang diperlukan di kelola secara sitematis dan konsisten berdasarkan berbagai pandangan teoritikal dan pratikal sepanjang waktu sesua dengan lingkungan hidup manusia itu sendiri.
Manusia adalah makhluk yang dinamis dan bercita-cita ingin meraih kehidupan yang sejahtera dan bahagia dalam arti yang luas, baik lahiriyah, batiniyah, dunia dan ukhrawi. Namun cita-cita demikian tidak mungkin tercapai jika manusia itu sendiri tidak berusaha keras meningkatkan kemampuannya. Secara optimal mungkin melalui proses pendidikan. Proses pendidikan adalah suatu kegiatan secara bertahap berdasarkan perencanaan yang matang untuk mencapai tujuan atau cita-cita yang diharapkan oleh setiap pendidik dalam proses pembinaan dan peningkatan moralitas dan keilmuan di masa-masa yang akan datang. 
Pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan kehidupan manusia. Jhon Dewey berpendapat bahwa pendidikan  merupakan salah satu kebutuhan hidup, salah satu fungsi sosial, sebagai bimbingan dan sarana pertumbuhan yang mempersiapkan dan membukakan serta membentuk disiplin hidup.[2]
Pendidikan membentuk manusia dari tidak mengetahui menjadi mengetahui, dan membentuk jasmani dan rohani yang matang. Sebagaimana tujuan pendidikan, menurut Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) UU RI NO. 20 TH. 2003 BAB II Pasal 3, dinyatakan:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.[3]
Tujuan pendidikan setidaknya terbagi menjadi dua, yaitu pendidikan yang bertujuan mengembangkan aspek batin atau rohani. Dengan demikian secara konseptual pendidikan mempunyai peran strategis dalam membentuk anak didik menjadi manusia berkualitas tidak saja berkualitas dalam segi skill, kognitif, afektif tetapi juga aspek spiritual. Hal ini membuktikan pendidikan mempunyai andil besar dalam mengarahkan anak didik dalam mengembangkan diri berdasarkan potensi dan bakatnya melalui pendidikan anak mungkin menjadi pribadi yang sholeh, pribadi berkualitas dalam segi skill, kognitif dan spiritual.
Masalah remaja merupakan topik yang selalu hangat di bicarakan oleh semua orang, sehingga tidak jarang permasalahan remaja seringkali ditulis dalam buku-buku, majalah dan artikel-artikel bahkan dijadikan topik di dalam seminar-seminar.
Usia remaja adalah usia yang rawan dan seringkali menerima apa saja yang datangnya dari luar, dimana kemampuan berfikir logis mulai berkembang, kemajuan teknologi yang bermanfaat bagi pendidikan akan mempercepat perkembangan daya tangkap dan pemahaman, namun kemampuan menyaring dan memilih yang baik dan buruk belum tumbuh sempurna kecenderungan untuk meniru masih tinggi, segala bentuk tingkah laku dalam kehidupan banyak terpengaruh oleh hal-hal yang terlihat, terbaca, terdengar. Oleh karena itu perlunya diberikan pendidikan yang menyeluruh baik itu pendidikan yang berupa agama atau pendidikan lainnya yang diberikan orang tua atau orang dewasa lainnya.
Dalam keadaan terganggu secara emosional itu mereka menjadi lupa daratan. Mereka menjadi tidak sadar atau setengah sadar, sehingga menjadi emosinya tinggi dan sangat agresif, untuk kemudian tanpa berfikir panjang melakukan bermacam-macam tindak asusila. Dalam keadaan terganggu jiwanya ini hati nuraninya sering tidak berfungsi dengan baik. Akibatnya mereka mereka melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan diri sendiri maupun lingkungannya.
Selanjutnya yang dialami tadi selalu saja membujuk anak remaja yang tidak imbang secara emosional (terganggu secara emosional) itu melakukan kejahatan, dan terus menerus memberikan rangsangan yang kuat sekali untuk melakukan tindak kejahatan. Sebagai akibat dari proses pengkondisian lingkungan buruk terhadap pribadi anak, yang dilakukan oleh anak muda tanggung usia, puber, dan adolesens.

Wujud perilaku anak-anak dalam kondisi lingkungan yang buruk, yaitu:
1.      Kriminalitas anak remaja dan adolesens antara lain berupa perbuatan pengancaman, intimidasi, merampas, maling, mencuri, mencopet, merampas, dan menjambret.
2.      Kecanduan dan ketagihan bahan narkotika (obat bius; drugs) yang erat bergandengan dengan tindak kejahatan.
3.      Perjudian dan bentuk-bentuk permainan lain dengan menaruh sehingga mengakibatkan kriminalitas.
4.      Berpesta pora sambil mabuk-mabukkan, melakukan hubungan seks bebas yang  menimbulkan keadaan kacau balau yang menggangu lingkungan .
5.      Perkosaan, agresivitas dan pembunuhan dengan motif seksual, depresi hebat, rasa kesunyian, emosi balas dendam, kekecewaan ditolak cintanya oleh seorang wanita dan lain-lain.
6.      Penyimpangan tingkah laku disebabkan oleh kerusakan pada karakter anak yang menuntut kompentensi, disebabkan adanya organ-organ. [4]
Tetapi realitas di masyarakat membuktikan pendidikan belum mampu menghasilkan anak didik yang berkualitas keseluruhan. Kenyataan ini dapat dicermati dengan banyaknya prilaku tidak terpuji terjadi di masyarakat. Sebagai contoh merebaknya penggunaan narkoba, penyalahgunaan wewenang, korupsi, perampokkan, pembunuhan, pelecehan seksual, pelanggaran Hak Asasi Manusia, dan lain-lain. Realitas ini memunculkan anggapan bahwa pendidikan belum mampu membentuk anak didik berkepribadian sempurna. Anggapan tersebut menjadikan pendidikan sebagai institusi yang dianggap gagal membentuk akhlak mulia. Padahal tujuan pendidikan diantaranya adalah membentuk pribadi yang watak, bermartabat beriman dan bertakwa serta berakhlak.
Dalam pendidikan Islam, agama merupakan salah satu aspek yang perlu ditanamkan pada diri peserta didik. Karena me\lalui pendidikan agama, bukan hanya pengetahuan dan pegembangan potensi yang akan terbentuk secara keseluruhan dari mulai pengetahuan agama latihan-latihan, sehari-hari keberagamaannya dan prilaku (akhlak) yang sesuai dengan ajaran agama baik yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia lain, serta manusia dengan dirinya sendiri.
Begitu pentingnya pendidikan agama dalam kehidupan manusia oleh karena itu pendidikan agama berperan dalam membina siswa yang sedang dalam masa pertumbuhan, dengan mengadakan pendekatan dan perhatian yang bersifat tuntunan dan bimbingan. Hal yang senada dikemukakan pula oleh Mahmud Yunus, bahwa: “Pendidikan agama mempunyai kedudukan yang tinggi dan paling mulia karena pendidikan agama menjamin untuk memperhatikan akhlak anak-anak dan mengangkat mereka ke derajat yang tinggi dan berbahagia dalam kehidupannya”.[5] 
  Sementara kenyataan sekarang membuktikan banyak pemuda yang terjangkit demoralisasi dan dekadensi moral yang buruk. Akhlak di anggap usang, akhlak tidak perlu lagi dalam tatanan kehidupan dan tata pergaulan hidup sehari-hari. Ini terbukti dengan maraknya berbagai kemaksiatan baik pemakaian narkoba serta pergaulan bebas pria dan wanita yang dilakukan pada generasi muda terlebih dilakukan oleh pemuda dan pemudi yang masih berada di bangku sekolah.
Kenyataan ini sangat relevan dengan kondisi dan situasi yang ada di Majelis Ta’lim Ihsan Ma’mur di Kelurahan Kampung Rawa kec. Johar Baru Jakarata Pusat, adanya anak remaja yang melakukan kekurangan dalam penanaman akhlakul karimah.
Untuk mengatasi hal ini perlu adanya pendidikan yang baik dalam penerapan pendidikan akhlak agar tercipta generasi muda yang berakhlakul karimah. Pendidikan Islam merupakan penawar dan berperan dalam mengatasi problem tersebut. Pendidikan Islam merupakan konsep yang sangat relevan untuk menangani hal tersebut. Dan pendidikan Islam merupakan faktor pendukung untuk menyelesaikan persoalan remaja dan masyarakat yang rentan sekali dengan tindakan-tindakan yang jauh dari nilai agama dan masyarakat. Generasi Islam harus dibekali dengan pendidikan Islam sebagai pedoman moral untuk mengendalikan dampak perkembangan zaman yang dapat menggeserkan nilai-nilai moral dan kemanusiaan.




        [1] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Islam 2, (Bandung: PT. Al-Ma’ry, 1992), hal. 11
        [2] A. Malik Fadjar, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Fajar Dunia, 1999), hal. 35
        [3] Depdiknas, UU SISDIKNAS 2003, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), hal. 5
        [4] Kartini Kartono, Kenakalan Remaja, (Jakarta: PT Raja Grafindo Presada, 2006), hal. 2
        [5] Mahmud Yunus, H, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Jakarta: Hidakarya, 1992), hal. 7



Manusia Terbaik Adalah Yang Bermanfaat terhadap Yang Lainnya

Selasa, 22 Agustus 2017

TAFSIR DAN LOKAL WISDOM: Perilaku Keagamaan Masyarakat Bugis di Sulawesi Selatan dalam Memahami Tafsir al-Qur’an

Oleh: 
Sulaiman Ibrahim

Dalam penyebaran agama Islam,para ulama di Sulawesi Selatan telah menempuh berbagai cara, di antaranya ada yang giat melakukan dakwah Islamiyah secara langsung di tengah-tengah masyarakat, ada pula selain melakukan dakwah mereka juga membuat karya tulis untuk dijadikan bahan bacaan di kalangan santri-santri dan masyarakat sekitarnya. Berbagai upaya dan cara itulah telah ditempuh oleh ulama pendahulu dalam rangka mengkaji agama Islam dan menggali kandungan ayat-ayat Alquran.
Literatur-literatur tafsir Alquran yang muncul dari tangan para muslim Nusantara, dengan keragaman bahasa dan aksara yang digunakan mencerminkan adanya “hirarki”, baik “hirarki tafsir” itu sendiri di tengah karya-karya tafsir lain, maupun “hirarki pembaca” yang menjadi sasarannya. 
Misalnya penggunaan bahasa Arab, seperti yang ditempuh oleh Imam Nawawi al-Bantani dalam tafsīr Marah{ Labīb, dari segi sasaran –dengan mempertimbangkan bahasa Arab- tafsir ini lebih mudah diakses oleh para peminat kajian Alquran secara Internasional, namun pada sisi yang lain, yakni dalam konteks Indonesia sendiri, karya tafsir itu tentu lebih bersifat elitis. Sebab, seperti yang kita ketahui bahwa tidak semua muslim Indonesia mahir berbahasa Arab. Demikian juga, literatur tafsir yang ditulis dengan bahasa daerah –Jawa atau Bugis misalnya- dan menggunakan huruf Arab pegon, pada satu sisi akan mempermudah bagi komunitas muslim yang kebetulan satu daerah dan menguasai bahasa lokal tersebut. Namun, pada tingkat cakupan keindonesiaan, model inipun juga pada akhirnya tidak bisa menghindardari sifat elitisnya, sebab seakan-akan karya ini hanya ditulis khusus untuk daerah pemakai bahasa tersebut.
Satu hal yang tidak dapat dimungkiri bahwa sentimen orang-orang Bugis di Sulawesi Selatan untuk memelihara bahasa daerahnya berbeda jauh di bawah level sentimen suku lain untuk melestarikan bahasa daerahnya. Tidak diketahui secara pasti apa yang menyebabkan hal tersebut, namun dugaan sementara adalah karena kurangnya literatur berbahasa Bugis yang beredar dalam masyarakat. Dapat dikatakan, tidak banyak bahkan sangat jarang orang yang membuat karya tulis dalam bahasa Bugis dewasa ini.






Manusia Terbaik Adalah Yang Bermanfaat terhadap Yang Lainnya

Kamis, 10 Agustus 2017

REFORMASI PENDIDIKAN VS BUDAYA MASYARAKAT LOKAL: Upaya Revitalisasi Pendidikan Agama Islam di Gorontalo

Latar Belakang
Sejak kekuasaan Orde Baru tumbang pada Mei 1998 hingga saat ini kondisi Indonesia masih dalam keadaan belum menentu meskipun upaya pembaharuan sudah sering kali dilakukan oleh berbagai pihak.[1] Sistem pendidikan yang ada dirasakan masih sentralistik, dengan strategi makro yang sulit menyentuh kebutuhan riil masyarakat karena memang mereka tidak dilibatkan.[2] Sistem pendidikan yang sentralistik hanya akan menghasilkan otoriterisme, menjadikan lembaga-lembaga sekolah sebagai pencetak robot-robot tanpa mampu mengembangkan kreativitas. Selanjutnya yang ada hanyalah kepatuhan dan keseragaman yang sangat jauh dari bobot profesional.

Berangkat dari beberapa hal di atas maka reformasi sangat diperlukan. Reformasi merupakan istilah yang populer dan menjadi kata kunci dalam membenahi seluruh tatanan hidup bangsa dan negara di tanah air tercinta ini, termasuk reformasi di bidang pendidikan. Dalam pendidikan, reformasi bukanlah langkah akhir namun reformasi harus segera diimplementasikan dan diiringi dengan upaya revitalisasi pendidikan Islam yang sekian lama telah dinanti oleh segenap umat. Istilah itu menunjukkan bahwa pendidikan Islam yang dulu pernah jaya kini mengalami  kemandulan harus kembali dipertajam pelaksanaannya seimbang dengan sistem pendidikan nasional. Seiring dengan reformasi pembaharuan pendidikan harus menggambarkan satu sistem pendidikan yang demokratis, konsisten, dan kontinyu serta komprehensif. Pendidikan yang ada harus menggiring ke arah terbentuknya manusia yang berkualitas yang mampu membangun negara dan diri dengan penuh tanggung jawab.
Pada era reformasi ini masyarakat Indonesia ingin mewujudkan perubahan dalam segala aspek kehidupan. Masyarakat sangat membutuhkan satu pola pendidikan yang mampu memberi jawaban atas segala kemelut yang tengah dihadapi, tentu saja keinginan ini tidak mudah untuk di wujudkan, mengingat kondisi geografis Indonesia dan kultur yang sangat beragam apalagi hal itu disertai dengan masa transisi yang sedang dihadapi, bangsa Indonesia masih dalam pencarian jati diri serta berupaya membenahi tatanan program yang ada, dan menggantinya dengan kebijakan baru yang mengarah kepada terwujudnya pendidikan  yang lebih merakyat dan mampu memberdayakan individu.
Selanjutnya Pendidikan yang dikembangkan hendaknya yang berbasis pada masyarakat, yang lebih mengarah kepada pemberdayaaan perekonomian daerah dan disesuaikan dengan kebutuhan setempat. Dalam hal pengaturan pendidikan hendaknya dikembalikan kepada sekolah yang mengelola pendidikan tersebut, pola pendidikan seperti inilah yang disebut sebagai pendidikan yang berbasis sekolah.[3] Dilihat dari pungsinya jelas sekali pendidikan sangat penting dalam peningkatan mutu dan kualitas sumber daya manusia baik dalam penguasaan ilmu agama maupun teknologi serta tetap menjaga sikap moral dengan tetap menghayati dan mengamalkan nilai-nilai agama. Secara singkat dapat dikatakan pendidikan berfungsi membina dan mempersiapkan anak didik yang berilmu, beriman serta tetap menjaga sikap moral. Dalam rangka mewujudkan fungsi idealnya, pendidikan harus selalu mengorientasikan diri dengan kebutuhan masyarakat dan mampu mengimbangi zaman yang senantiasa maju berkembang. Perkembangan pembangunan akan menimbulkan berbagai dampak bagi kehidupan oleh karena itu pendidikan harus dapat menjadi jembatan dalam mengatasi dampak kemajuan tersebut.
Reformasi masih belum menunjukkan hasil meskipun Indonesia telah lama memulai pembangunan dan dapat mencapai kemajuan dalam beberapa segi, namun secara kualitas pendidikan Indonesia masih perlu diperbaiki. Untuk itulah tiada alternatif lain kecuali harus senantiasa lahir keinginan dan niat baik dari berbagai kalangan untuk membaharui keadaan dan kualitas pendidikan, agar Indonesia  tetap survive  di tengah pertarungan ekonomi, sosial, budaya dan teknologi internasional yang makin kompetitif.
Kondisi Indonesia yang hingga sekarang masih belum stabil, diiringi dengan isu upaya reformasi seakan sudah mati,[4] jelas menunjukkan  masih ada beberapa pola pendidikan kita yang mengadopsi sistem pendidikan warisan kolonial atau masa orde baru.[5] Untuk itulah reformasi pendidikan  penting diimplementasikan, sebab pendidikan sangat erat kaitannya dengan aspek-aspek lain seperti sistem politik pemerintahan dan penyelenggaraan negara begitu pula para penyelenggara negara dan politik sangat menentukan dan berpengaruh pada dunia dan keberadaan pendidikan, what you want  in the state, you must put into the school.[6] Untuk mewujudkan reformasi dalam pendidikan mungkin ada beberapa paradigma yang perlu dirubah, diganti atau tetap dipertahankan dalam prakteknya sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat Indonesia.



Silahkan kutip tapi tolong cantumkan alamat blognya... ok.  thanks


[1]Sebelumnya telah dicapai beberapa kemajuan seperti lahirnya ICMI, Bank Mu’amalat dan sebagainya, Lihat Azyumardi Azra, Islam Reformis dinamika intelektual dan gerakan, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1999).
[2]H. Syaukani, Pendidikan Paspor Masa Depan, (Jakarta: Nuansa Madani, 2001), h. 3.

[3]Pendidikan seperti ini sangat dikenal dengan manajemen berbasis sekolah, Adapun masalah ini dapat dibaca dalam: E. Mulyasa, M.Pd, Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002), h. 19.
[4]Anggapan ini muncul tatkala terjadi bentrok fisik antara elemen Mahasiswa dan Petugas, dalam rangka memperingati peristiwa Semanggi dan Trisakti.
[5]Suyanto dan Jihad Hisyam, Refleksi dan Reformasi  Pendidikan di Indonesia Memasuki Millineum III, (Yogyakarta: Adicita Karyanusa, 2000), h. 8.

[6]Azyumardi Azra, Sosialisasi politik dalam Pendidikan Islam, Pendidikan Islam dan Demokratisasi Masyarakat Madani, Ismail SM dkk, (Ed ), (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2000), h. 11.



Manusia Terbaik Adalah Yang Bermanfaat terhadap Yang Lainnya

Minggu, 06 Agustus 2017

REFORMASI PENDIDIKAN VS BUDAYA MASYARAKAT LOKAL: Upaya Revitalisasi Pendidikan Agama Islam di Gorontalo

A.       Latar Belakang
Sejak kekuasaan Orde Baru tumbang pada Mei 1998 hingga saat ini kondisi Indonesia masih dalam keadaan belum menentu meskipun upaya pembaharuan sudah sering kali dilakukan oleh berbagai pihak.[1] Sistem pendidikan yang ada dirasakan masih sentralistik, dengan strategi makro yang sulit menyentuh kebutuhan riil masyarakat karena memang mereka tidak dilibatkan.[2] Sistem pendidikan yang sentralistik hanya akan menghasilkan otoriterisme, menjadikan lembaga-lembaga sekolah sebagai pencetak robot-robot tanpa mampu mengembangkan kreativitas. Selanjutnya yang ada hanyalah kepatuhan dan keseragaman yang sangat jauh dari bobot profesional.

Berangkat dari beberapa hal di atas maka reformasi sangat diperlukan. Reformasi merupakan istilah yang populer dan menjadi kata kunci dalam membenahi seluruh tatanan hidup bangsa dan negara di tanah air tercinta ini, termasuk reformasi di bidang pendidikan. Dalam pendidikan, reformasi bukanlah langkah akhir namun reformasi harus segera diimplementasikan dan diiringi dengan upaya revitalisasi pendidikan Islam yang sekian lama telah dinanti oleh segenap umat. Istilah itu menunjukkan bahwa pendidikan Islam yang dulu pernah jaya kini mengalami  kemandulan harus kembali dipertajam pelaksanaannya seimbang dengan sistem pendidikan nasional. Seiring dengan reformasi pembaharuan pendidikan harus menggambarkan satu sistem pendidikan yang demokratis, konsisten, dan kontinyu serta komprehensif. Pendidikan yang ada harus menggiring ke arah terbentuknya manusia yang berkualitas yang mampu membangun negara dan diri dengan penuh tanggung jawab.
Pada era reformasi ini masyarakat Indonesia ingin mewujudkan perubahan dalam segala aspek kehidupan. Masyarakat sangat membutuhkan satu pola pendidikan yang mampu memberi jawaban atas segala kemelut yang tengah dihadapi, tentu saja keinginan ini tidak mudah untuk di wujudkan, mengingat kondisi geografis Indonesia dan kultur yang sangat beragam apalagi hal itu disertai dengan masa transisi yang sedang dihadapi, bangsa Indonesia masih dalam pencarian jati diri serta berupaya membenahi tatanan program yang ada, dan menggantinya dengan kebijakan baru yang mengarah kepada terwujudnya pendidikan  yang lebih merakyat dan mampu memberdayakan individu.
Selanjutnya Pendidikan yang dikembangkan hendaknya yang berbasis pada masyarakat, yang lebih mengarah kepada pemberdayaaan perekonomian daerah dan disesuaikan dengan kebutuhan setempat. Dalam hal pengaturan pendidikan hendaknya dikembalikan kepada sekolah yang mengelola pendidikan tersebut, pola pendidikan seperti inilah yang disebut sebagai pendidikan yang berbasis sekolah.[3] Dilihat dari pungsinya jelas sekali pendidikan sangat penting dalam peningkatan mutu dan kualitas sumber daya manusia baik dalam penguasaan ilmu agama maupun teknologi serta tetap menjaga sikap moral dengan tetap menghayati dan mengamalkan nilai-nilai agama. Secara singkat dapat dikatakan pendidikan berfungsi membina dan mempersiapkan anak didik yang berilmu, beriman serta tetap menjaga sikap moral. Dalam rangka mewujudkan fungsi idealnya, pendidikan harus selalu mengorientasikan diri dengan kebutuhan masyarakat dan mampu mengimbangi zaman yang senantiasa maju berkembang. Perkembangan pembangunan akan menimbulkan berbagai dampak bagi kehidupan oleh karena itu pendidikan harus dapat menjadi jembatan dalam mengatasi dampak kemajuan tersebut.
Reformasi masih belum menunjukkan hasil meskipun Indonesia telah lama memulai pembangunan dan dapat mencapai kemajuan dalam beberapa segi, namun secara kualitas pendidikan Indonesia masih perlu diperbaiki. Untuk itulah tiada alternatif lain kecuali harus senantiasa lahir keinginan dan niat baik dari berbagai kalangan untuk membaharui keadaan dan kualitas pendidikan, agar Indonesia  tetap survive  di tengah pertarungan ekonomi, sosial, budaya dan teknologi internasional yang makin kompetitif.
Kondisi Indonesia yang hingga sekarang masih belum stabil, diiringi dengan isu upaya reformasi seakan sudah mati,[4] jelas menunjukkan  masih ada beberapa pola pendidikan kita yang mengadopsi sistem pendidikan warisan kolonial atau masa orde baru.[5] Untuk itulah reformasi pendidikan  penting diimplementasikan, sebab pendidikan sangat erat kaitannya dengan aspek-aspek lain seperti sistem politik pemerintahan dan penyelenggaraan negara begitu pula para penyelenggara negara dan politik sangat menentukan dan berpengaruh pada dunia dan keberadaan pendidikan, what you want  in the state, you must put into the school.[6] Untuk mewujudkan reformasi dalam pendidikan mungkin ada beberapa paradigma yang perlu dirubah, diganti atau tetap dipertahankan dalam prakteknya sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat Indonesia.



[1]Sebelumnya telah dicapai beberapa kemajuan seperti lahirnya ICMI, Bank Mu’amalat dan sebagainya, Lihat Azyumardi Azra, Islam Reformis dinamika intelektual dan gerakan, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1999).
[2]H. Syaukani, Pendidikan Paspor Masa Depan, (Jakarta: Nuansa Madani, 2001), h. 3.

[3]Pendidikan seperti ini sangat dikenal dengan manajemen berbasis sekolah, Adapun masalah ini dapat dibaca dalam: E. Mulyasa, M.Pd, Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002), h. 19.
[4]Anggapan ini muncul tatkala terjadi bentrok fisik antara elemen Mahasiswa dan Petugas, dalam rangka memperingati peristiwa Semanggi dan Trisakti.
[5]Suyanto dan Jihad Hisyam, Refleksi dan Reformasi  Pendidikan di Indonesia Memasuki Millineum III, (Yogyakarta: Adicita Karyanusa, 2000), h. 8.

[6]Azyumardi Azra, Sosialisasi politik dalam Pendidikan Islam, Pendidikan Islam dan Demokratisasi Masyarakat Madani, Ismail SM dkk, (Ed ), (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2000), h. 11.










Manusia Terbaik Adalah Yang Bermanfaat terhadap Yang Lainnya

Selasa, 18 April 2017

KARAKTERISTIK TAFSIR NUSANTARA



KARAKTERISTIK TAFSIR NUSANTARA:
Telaah Tafsir Quran Karim Karya Mahmud Yunus

Oleh: Sulaiman Ibrahim


Howard M. Federspiel dalam karyanya Popular Indonesian Literature of the Qur'an menulis, bahwa
perkembangan cara penerjemahan dan penafsiran al-Qur’an ke dalam bahasa Indonesia dapat dikategorisasi kedalam tiga generasi, yaitu: generasi pertama, dimulai kira-kira pada -awal abad ke-20 hingga awal tahun 1960-an; generasi kedua, dimulai sejak pertengahan tahun 1960­an hingga menjelang tahun 1970-an; dan generasi ketiga, terhitung setelah tahun 70-an hingga sekarang.l
Generasi pertama dalam kategorisasi di atas ditandai dengan cara penerjemahan dan penafsiran al-Qur’an yang masih terpisah-pisah, tidak utuh, hanya sebatas pada beberapa pilihan surah atau juz tertentu. Generasi kedua, penerjemahan dan penafsiran al-Qur’an sudah dilakukan secara utuh, sejak surah atau juz pertama hingga surah atau juz terakhir, disertai dengan tafsiran-tafsiran penting yang cukup singkat. Kemudian pada generasi ketiga, terjemahan dan penafsiran itu sudah semakin disempurnakan sesuai dengan perkembangan bahasa dan disiplin keilmuan modern.2
Sesuai dengan ketegorisasi Federspiel di atas, maka salah satu karya terjemah dan tafsir di Indonesia yang tergolong dalam generasi kedua adalah Tafsir Quran Karim karya Mahmud Yunus, seorang ulama kelahiran Sumatera Barat. Karya ini semula berbentuk terjemahan al-Qur’an ke dalam bahasa Arab-Melayu, digagas selama dua tahun sejak 1922 dan berhasil diselesaikan sebanyak tiga juz. Terjemahan ini kemudian direvisi dan dilengkapi dengan penafsiran-penafsiran ayat penting setelah kurang lebih enam tahun terhenti ketika penulisnya harus melanjutkan studinya di Al-Azhar dan Darul Ulum Ulya Mesir. Secara konsisten, penulisnya berhasil menggarap beberapa juz al-Qur’an pada setiap bulannya, hingga pada April 1938 keseluruhan juz al-Qur’an ini berhasil diselesaikan dengan utuh. Pada awal 1960-an karya ini kemudian diterbitkan dengan nama Tafsir Quran Karim.
Karya ini disuguhkan untuk kalangan pelajar dan mahasiswa sebagai bahan praktis mempelajari bahasa al-Qur’an dan juga untuk masyarakat umum yang ingin mendalami isi kitab sucinya. Di samping itu, karya ini -menurut penulisnya- bertujuan untuk memberikan keterangan dan penjelasan mengenai petunjuk-petunjuk yang tertera dalam al-Qur’an agar dapat dimengerti dengan mudah dan cepat oleh semua orang, dan semaksimal mungkin dapat dipraktekkan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.3
Dengan sasaran dan tujuan di atas, maka gaya penerjemahan dan penafsiran yang terlihat dalam karya yang dilakukan penulisnya kiranya menjadi objek penting untuk diteliti. Demikian pula visi dan orientasi yang melandasi karyanya, sehingga kehadiran Tafsir Quran Karim ini dapat dijadikan sebagai langkah berharga dalam upaya merambah jalan untuk memahami dan menghayati kitab suci al-Qur’an.



Untuk lebih lengkapnya hubungi blog ini...




Manusia Terbaik Adalah Yang Bermanfaat terhadap Yang Lainnya