Email: tafsirhadits@ymail.com / emand_99@hotmail.com
Rabu, 04 Desember 2019
AL-Jauhari Scientific Journal is a journal of Islamic Studies and Interdisciplinary
AL-Jauhari Scientific Journal is a journal of Islamic Studies and Interdisciplinary journals that disseminate and publish scholarly scientific writings from both the Sultan Amai Gorontalo State Islamic Institute (IAIN) and other universities at the national and international levels. Islamic studies, such as the fields of Islamic Education, Al-Quran and Hadith, Islamic Thoughts, Fiqh and Islamic Law, Islamic History and Civilization, Modernity, Language, Islamic Literature, and Islamic Communication. For this reason, the journal is expected to contribute constructively and comprehensively to the enlightenment of Islamic knowledge. This journal is published in two editions every year, in June and December.
AL-Jauhari scientific journals invite scholars from all backgrounds related to Islamic studies to publish their articles. Articles received in the AL-Jauhari journal are not limited to research reports but also conceptual ideas and book reviews. Manuscript sent can be written in English or Arabic. A small number of very well-written articles in Indonesia can also be received and published.
The AL-Jauhari Scientific Journal was published by the Postgraduate of the Sultan Amai State Islamic Institute Gorontalo. Print ISSN: 2541-3430 ISSN Online: 2541-3449
Manusia Terbaik Adalah Yang Bermanfaat terhadap Yang Lainnya
Senin, 02 April 2018
EFEKTIFITAS PENYULUH AGAMA TERHADAP PENINGKATAN KESADARAN HUKUM DI MASYARAKAT KOTA GORONTALO
Oleh: Sulaiman Ibrahim
Negara Republik Indonesia
yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, merupakan negara hukum (Rechtsstaat)
karena terbangun dari keinginan yang lewat dari para The Founding Fathers
negara ini untuk melandaskan semua persoalan kebangsaan pada hukum yang
berlaku. Perjalanan sejarah yang cukup panjang terutama mengenai sejarah diberlakukannya
sistem politik hukum di Indonesia, telah membawa bangsa Indonesia pada sebuah
pandangan bahwa hukum itu penting tapi hal tersebut dalam implementasinya masih
menemui sejumlah kendala.
Terlepas dari persoalan
tersebut di atas, dimensi hukum di Indonesia dalam perspektif keindonesiaan berjalan bersamaan dengan
proses pembangunan nasional yang bersifat kesinambungan dimana hal tersebut
mencakupi seluruh aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam
rangka menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Itulah sebabnya, dalam GBHN 1999 tertuang bahwa semua warga negara diharapkan
terbentuk dan berfungsi sesuai sistem hukum nasional yang mantap, bersumberkan
Pancasila dan UUD 1945 dengan memperhatikan kemajemukan hukum yang berlaku,
yang mampu menjamin kepastian, ketertiban, penegakan dan perlindungan hukum,
tatanan yang berintikan keadilan dan kebenaran, serta mampu mengamankan dan
mendukung pembangunan nasional yang didukung oleh aparatur hukum, sarana dan
prasarana yang memadai serta masyarakat yang sadar dan taat hukum.
Dalam pembangunan nasional
terdapat beberapa asas atau prinsip pokok yang harus ditaati, dimana mengandung
pengertian bahwa penyelenggara pembangunan negara harusnya senantiasa
memberikan penyuluhan hukum terhadap masyarakat agar mereka sadar, tunduk dan
patuh terhadap dimensi hukum yang berintikan di atas nilai-nilai hukum keadilan
dan kebenaran, terutama alat penyelenggara negara kekuasaan hakim wajib dan
menjamin kepastian hukum (Soesito: 17).
Pluralisme hukum yang
berlaku di Indonesia terkadang memunculkan ketidak pastian hukum di antara
masyarakat. Ketidak pastian hukum yang dimaksud muncul diakibatkan tidak
efektifnya penyuluhan hukum itu sendiri. Karena demikian halnya, maka kesadaran
masyarakat terhadap pelaksanaan hukum masih rendah.
introduction |
Adapun gejala yang timbul
dalam masyarakat sehingga dikatakan peyuluhan hukum tidak efektif adalah wibawa
hukum menurun, artinya produk-produk hukum itu tidak direalisasikan dalam
kehidupan masyarakat. karena demikian halnya, maka wibaya hukum melamah.
Menurut Taneko Soleman B
(1993: 23); Wibawa hukum melemah dapat disebabkan oleh berbagai faktor sebagai
berikut; karena hukum tidak memperoleh dukungan yang semestinya dari
norma-norma sosial bukan hukum, misalkan sebab melemahnya sistem nilai dalam
masyarakat sebagai akibat modernisasi. Dalam hal ini, tentu saja akan
menimbulkan kesenjangan antara hukum yang berlaku dengan sistem nilai yang ada
di masyarakat.
Salah satu contoh
pelanggaran hukum yang diperbuat akibat melemahnya wibawa hukum adalah
terjadinya KKN, karena aparat hukum tidak sadar akan kewajibannya yang mulia
untuk memelihara hukum di tengah-tengah masyarakat. Bahkan, fakta yang sering
ditemukan adalah terjadinya main hakim sendiri di kalangan masyarakat karena
penegak hukum lamban dalam mengambil kebijakan hukum.
Kasus seperti di atas sering
ditemukan di tengah-tengah masyarakat. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak
efektifnya penyuluhan hukum di tengah-tengah masyarakat yang menyebabkan
tatanan kemasyarakatan menjadi rapuh. Dalam prakteknya, efektivitas penyuluhan
hukum yang dimaksud dapat dilihat pada kalangan masyarakat Indonesia pada
umumnya dan khususnya masyarakat di kota Gorontalo.
Urgensi akan pemahaman holistik terhadap hukum
adalah sebuah hal yang tak bisa ditawar-tawar dalam sebuah masyarakat yang
menganut prinsip supremasi hukum (the rule of law). Persoalannya
adalah sebuah hal yang sangat sukar untuk memahami hukum Indonesia mengingat
berbagai kendala, utamanya diakibatkan oleh masih lemahnya tradisi akademis.
Terlepas dari berbagai ambiguitas sekaligus anomali yang menghadangnya, Masyarakat secara umum
mengenal adanya hukum dan sadar akan negara hukum, tetapi masyarakat tidak
mengetahui dan mengerti hukum sebenarnya, Kota Gorontalo, lebih parah lagi
masyarakat setempat menganggap sepeleh hukum yang ada, karena hukum bisa
terkalahkan oleh money power dan banyaknya penegak hukum melanggar
aturan itu sendiri.
Kondisi reformasi merombak
tatanan perpolitikan dan kenegaraan, tuntutan perbaikan di segala bidang
sebagai ungkapan hati nurani masyarakat, sehingga hukum-hukum yang selama ini
tidak merupakan akumulasi dari segala lapisan. Masyarakat meneriakkan hukum
transisi yang harus dibangun dari konsensus budaya dan suara masyarakat,
sehingga terkadang jemu dengan apa yang terjadi, penegak hukum tidak dapat
menjanjikan kedamaian dan keadilan, sehingga masyarakat lebih cenderung untuk
mengambil tindakan hukum sendiri.
Hal di atas juga terjadi di
tengah masyarakat di Kota Gorontalo, konflik sering terjadi, baik di kalangan
antara pemuda, orang tua, keluarga atau perang kelompok terjadi di sana sini,
tetapi tindakan preventif oleh penegak hukum seakan-akan bersifat apatis.
Anggapan ini didasarkan pada beberapa penelitian yang mengungkapkan bahwa para
penegak hukum tidak aktif dalam memberikan penyuluhan untuk meningkatkan
kesadaran hukum masyarakat.
Manusia Terbaik Adalah Yang Bermanfaat terhadap Yang Lainnya
Selasa, 26 September 2017
Pengaruh Pendidikan Agama Islam di Kalangan Remaja Terhadap Akhlakul Karimah
Pendidikan merupakan suatu hal yang
penting dalam pembentukkan karakter manusia. Dalam perkembangan istilah
pendidikan berarti bimbingan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa
agar selanjutnya pendidkan diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh
seseorang atau kelompok orang agar ia menjadi dewasa atau mencapai tingkat
hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental. Menurut Ahmad D.
Marimba yang dinamakan dinamakan pendidikan Islam adalah “Bimbingan jasmani dan
rohani berdasarkan hukum agama Islam”.[1]
Seseorang tidak mampu memahami dan menjalani tanpa aspirasi (cita-cita) untuk
maju. Untuk memajukan kehidupan mereka itulah maka pendidikan menjadi sarana utama
yang diperlukan di kelola secara sitematis dan konsisten berdasarkan berbagai
pandangan teoritikal dan pratikal sepanjang waktu sesua dengan lingkungan hidup
manusia itu sendiri.
Manusia adalah makhluk yang dinamis dan
bercita-cita ingin meraih kehidupan yang sejahtera dan bahagia dalam arti yang
luas, baik lahiriyah, batiniyah, dunia dan ukhrawi. Namun cita-cita demikian
tidak mungkin tercapai jika manusia itu sendiri tidak berusaha keras
meningkatkan kemampuannya. Secara optimal mungkin melalui proses pendidikan.
Proses pendidikan adalah suatu kegiatan secara bertahap berdasarkan perencanaan
yang matang untuk mencapai tujuan atau cita-cita yang diharapkan oleh setiap
pendidik dalam proses pembinaan dan peningkatan moralitas dan keilmuan di
masa-masa yang akan datang.
Pendidikan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dengan kehidupan manusia. Jhon Dewey berpendapat bahwa
pendidikan merupakan salah satu
kebutuhan hidup, salah satu fungsi sosial, sebagai bimbingan dan sarana pertumbuhan
yang mempersiapkan dan membukakan serta membentuk disiplin hidup.[2]
Pendidikan membentuk manusia dari tidak
mengetahui menjadi mengetahui, dan membentuk jasmani dan rohani yang matang.
Sebagaimana tujuan pendidikan, menurut Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS)
UU RI NO. 20 TH. 2003 BAB II Pasal 3, dinyatakan:
Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”.[3]
Tujuan pendidikan setidaknya terbagi
menjadi dua, yaitu pendidikan yang bertujuan mengembangkan aspek batin atau
rohani. Dengan demikian secara konseptual pendidikan mempunyai peran strategis
dalam membentuk anak didik menjadi manusia berkualitas tidak saja berkualitas
dalam segi skill, kognitif, afektif tetapi juga aspek spiritual. Hal ini
membuktikan pendidikan mempunyai andil besar dalam mengarahkan anak didik dalam
mengembangkan diri berdasarkan potensi dan bakatnya melalui pendidikan anak
mungkin menjadi pribadi yang sholeh, pribadi berkualitas dalam segi skill,
kognitif dan spiritual.
Masalah remaja merupakan topik yang
selalu hangat di bicarakan oleh semua orang, sehingga tidak jarang permasalahan
remaja seringkali ditulis dalam buku-buku, majalah dan artikel-artikel bahkan
dijadikan topik di dalam seminar-seminar.
Usia remaja adalah usia yang rawan dan
seringkali menerima apa saja yang datangnya dari luar, dimana kemampuan
berfikir logis mulai berkembang, kemajuan teknologi yang bermanfaat bagi
pendidikan akan mempercepat perkembangan daya tangkap dan pemahaman, namun
kemampuan menyaring dan memilih yang baik dan buruk belum tumbuh sempurna
kecenderungan untuk meniru masih tinggi, segala bentuk tingkah laku dalam
kehidupan banyak terpengaruh oleh hal-hal yang terlihat, terbaca, terdengar.
Oleh karena itu perlunya diberikan pendidikan yang menyeluruh baik itu
pendidikan yang berupa agama atau pendidikan lainnya yang diberikan orang tua
atau orang dewasa lainnya.
Dalam keadaan terganggu secara emosional
itu mereka menjadi lupa daratan. Mereka menjadi tidak sadar atau setengah
sadar, sehingga menjadi emosinya tinggi dan sangat agresif, untuk kemudian
tanpa berfikir panjang melakukan bermacam-macam tindak asusila. Dalam keadaan
terganggu jiwanya ini hati nuraninya sering tidak berfungsi dengan baik.
Akibatnya mereka mereka melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan
diri sendiri maupun lingkungannya.
Selanjutnya yang dialami tadi selalu
saja membujuk anak remaja yang tidak imbang secara emosional (terganggu secara
emosional) itu melakukan kejahatan, dan terus menerus memberikan rangsangan
yang kuat sekali untuk melakukan tindak kejahatan. Sebagai akibat dari proses
pengkondisian lingkungan buruk terhadap pribadi anak, yang dilakukan oleh anak
muda tanggung usia, puber, dan adolesens.
Wujud perilaku anak-anak dalam kondisi
lingkungan yang buruk, yaitu:
1. Kriminalitas
anak remaja dan adolesens antara lain berupa perbuatan pengancaman, intimidasi,
merampas, maling, mencuri, mencopet, merampas, dan menjambret.
2. Kecanduan
dan ketagihan bahan narkotika (obat bius; drugs) yang erat bergandengan dengan
tindak kejahatan.
3. Perjudian
dan bentuk-bentuk permainan lain dengan menaruh sehingga mengakibatkan
kriminalitas.
4. Berpesta
pora sambil mabuk-mabukkan, melakukan hubungan seks bebas yang menimbulkan keadaan kacau balau yang
menggangu lingkungan .
5. Perkosaan, agresivitas dan pembunuhan dengan motif seksual,
depresi hebat, rasa kesunyian, emosi balas dendam, kekecewaan ditolak cintanya
oleh seorang wanita dan lain-lain.
6. Penyimpangan
tingkah laku disebabkan oleh kerusakan pada karakter anak yang menuntut kompentensi,
disebabkan adanya organ-organ. [4]
Tetapi realitas di masyarakat membuktikan
pendidikan belum mampu menghasilkan anak didik yang berkualitas keseluruhan.
Kenyataan ini dapat dicermati dengan banyaknya prilaku tidak terpuji terjadi di
masyarakat. Sebagai contoh merebaknya penggunaan narkoba, penyalahgunaan
wewenang, korupsi, perampokkan, pembunuhan, pelecehan seksual, pelanggaran Hak
Asasi Manusia, dan lain-lain. Realitas ini memunculkan anggapan bahwa
pendidikan belum mampu membentuk anak didik berkepribadian sempurna. Anggapan
tersebut menjadikan pendidikan sebagai institusi yang dianggap gagal membentuk
akhlak mulia. Padahal tujuan pendidikan diantaranya adalah membentuk pribadi
yang watak, bermartabat beriman dan bertakwa serta berakhlak.
Dalam pendidikan Islam, agama merupakan
salah satu aspek yang perlu ditanamkan pada diri peserta didik. Karena me\lalui
pendidikan agama, bukan hanya pengetahuan dan pegembangan potensi yang akan
terbentuk secara keseluruhan dari mulai pengetahuan agama latihan-latihan,
sehari-hari keberagamaannya dan prilaku (akhlak) yang sesuai dengan ajaran
agama baik yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan
manusia lain, serta manusia dengan dirinya sendiri.
Begitu pentingnya pendidikan agama dalam
kehidupan manusia oleh karena itu pendidikan agama berperan dalam membina siswa
yang sedang dalam masa pertumbuhan, dengan mengadakan pendekatan dan perhatian
yang bersifat tuntunan dan bimbingan. Hal yang senada dikemukakan pula oleh
Mahmud Yunus, bahwa: “Pendidikan agama mempunyai kedudukan yang tinggi dan
paling mulia karena pendidikan agama menjamin untuk memperhatikan akhlak
anak-anak dan mengangkat mereka ke derajat yang tinggi dan berbahagia dalam
kehidupannya”.[5]
Sementara kenyataan sekarang membuktikan banyak pemuda yang terjangkit
demoralisasi dan dekadensi moral yang buruk. Akhlak di anggap usang, akhlak
tidak perlu lagi dalam tatanan kehidupan dan tata pergaulan hidup sehari-hari.
Ini terbukti dengan maraknya berbagai kemaksiatan baik pemakaian narkoba serta
pergaulan bebas pria dan wanita yang dilakukan pada generasi muda terlebih
dilakukan oleh pemuda dan pemudi yang masih berada di bangku sekolah.
Kenyataan ini sangat relevan dengan kondisi
dan situasi yang ada di Majelis Ta’lim Ihsan Ma’mur di Kelurahan Kampung Rawa
kec. Johar Baru Jakarata Pusat, adanya anak remaja yang melakukan kekurangan
dalam penanaman akhlakul karimah.
Untuk mengatasi hal ini perlu adanya
pendidikan yang baik dalam penerapan pendidikan akhlak agar tercipta generasi
muda yang berakhlakul karimah. Pendidikan Islam merupakan penawar dan berperan
dalam mengatasi problem tersebut. Pendidikan Islam merupakan konsep yang sangat
relevan untuk menangani hal tersebut. Dan pendidikan Islam merupakan faktor
pendukung untuk menyelesaikan persoalan remaja dan masyarakat yang rentan
sekali dengan tindakan-tindakan yang jauh dari nilai agama dan masyarakat.
Generasi Islam harus dibekali dengan pendidikan Islam sebagai pedoman moral
untuk mengendalikan dampak perkembangan zaman yang dapat menggeserkan
nilai-nilai moral dan kemanusiaan.
Manusia Terbaik Adalah Yang Bermanfaat terhadap Yang Lainnya
Langganan:
Postingan (Atom)