Email: tafsirhadits@ymail.com / emand_99@hotmail.com

Powered By Blogger

Minggu, 10 April 2011

Pluralitas Penafsiran al-Qur’an


            Kalau kita perhatikan dan pelajari secara kritis tafsir-tafsir al-Qur’an yang ada saat ini ataupun pengajian-pengajian yang diberikan oleh para ustaz, maka tidak jarang kita temukan perbedaan pemahaman para penafsir atau ustadz-ustadz tersebut terhadap makna ayat-ayat al-Qur’an. Pertanyaannya kemudian penafsiran yang manakah yang paling benar? adakah metode yang dapat digunakan untuk memperoleh dan juga menilai penafsiran yang benar? mengapa ayat yang sama bisa menimbulkan penafsiran yang berbeda bahkan kadang bertolak belakang? dan masih banyak lagi pertanyaan yang lainnya.

Dari Komunikasi Lisan ke Tulisan
     Sebelum menjawab pertanyaan di atas, terlebih dahulu kita perlu memahami esensi al-Qur’an itu sendiri. Sebagaimana diyakini oleh umat Islam di seluruh dunia, al-Qur’an merupakan firman-firman Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril selama kurang lebih dua puluh tiga tahun. Firman-firman tersebut yang pada awalnya dikomunikasikan secara lisan kepada Nabi Muhammad, pada perkembangannya kemudian dibukukan dalam suatu mushhaf sehingga umat Islam dapat mengaksesnya dengan mudah. Akan tetapi, pentransformasian al-Qur’an dari komunikasi lisan ke dalam tulisan membawa berbagai macam konsekwensi lain, terutama di dalam usaha memahami dan menafsirkan al-Qur’an.
Di dalam beberapa tulisannya Paul Ricoeur (lahir 1913) menulis bahwa suatu diskursus yang telah ditetapkan dalam tulisan mengalami tiga macam proses distansiasi/pen-jarak-an (distanciation). Sebelum menjelaskan ketiga macam proses tersebut, Ricoeur terlebih dahulu membuktikan bahwa suatu teks adalah merupakan suatu diskursus dari komunikasi lisan yang telah dibentuk ke dalam tulisan (discourse fixed into writing). Akan tetapi Ricoeur melihat adanya perbedaan yang sangat menyolok antara komunikasi lisan dan tulisan. Pertama, berbeda dengan komunikasi lisan di mana si pembicara dan pendengar sama-sama berada antara satu dengan lainnya sehingga dapat menghasilkan suatu komunikasi dua arah, di dalam komunikasi tekstual sering terjadi di mana si pengarang tidak hidup dalam satu masa atau satu tempat yang sama dengan si pembaca sehingga komunikasi yang terjadi di antara keduanya adalah dialog satu arah (one way communication), yaitu komunikasi antara si pengarang dengan suatu teks atau si pembaca dengan teks.