Email: tafsirhadits@ymail.com / emand_99@hotmail.com

Powered By Blogger

Kamis, 25 Maret 2010

REFORMASI PENDIDIKAN

A. Latar Belakang Masalah.
Sejak kekuasaan Orde Baru tumbang pada Mei 1998 hingga saat ini kondisi Indonesia masih dalam keadaan belum menentu meskipun upaya pembaharuan sudah sering kali dilakukan oleh berbagai pihak.1 Sistem pendidikan yang ada dirasakan masih sentralistik, dengan strategi makro yang sulit menyentuh kebutuhan riil masyarakat karena memang mereka tidak dilibatkan.2
Sistem pendidikan yang sentralistik hanya akan menghasilkan otoriterisme, menjadikan lembaga-lembaga sekolah sebagai pencetak robot-robot tanpa mampu mengembangkan kreativitas. Selanjutnya yang ada hanyalah kepatuhan dan keseragaman yang sangat jauh dari bobot profesional, berangkat dari beberapa hal di atas maka reformasi sangat diperlukan. Reformasi merupakan istilah yang populer dan menjadi kata kunci dalam membenahi seluruh tatanan hidup bangsa dan negara di tanah air tercinta ini, termasuk reformasi di bidang pendidikan.
Dalam pendidikan, reformasi bukanlah langkah ahir namun reformasi harus segera diimplementasikan dan diiringi dengan upaya revitalisasi pendidikan Islam yang sekian lama telah dinanti oleh segenap umat. Istilah itu menunjukkan bahwa pendidikan Islam yang dulu pernah jaya kini mengalami kemandulan harus kembali dipertajam pelaksanaannya seimbang dengan sistem pendidikan nasional. Seiring dengan reformasi pembaharuan pendidikan harus menggambarkan satu sistem pendidikan yang demokratis, konsisten, dan kontinyu serta komprehensif. Pendidikan yang ada harus menggiring ke arah terbentuknya manusia yang berkualitas yang mampu membangun negara dan diri dengan penuh tanggung jawab.
Pada era reformasi ini masyarakat Indonesia ingin mewujudkan perubahan dalam segala aspek kehidupan. Masyarakat sangat membutuhkan satu pola pendidikan yang mampu memberi jawaban atas segala kemelut yang tengah dihadapi, tentu saja keinginan ini tidak mudah untuk di wujudkan, mengingat kondisi geografis Indonesia dan kultur yang sangat beragam apalagi hal itu disertai dengan masa transisi yang sedang dihadapi, bangsa Indonesia masih dalam pencarian jati diri serta berupaya membenahi tatanan program yang ada, dan menggantinya dengan kebijakan baru yang mengarah kepada terwujudnya pendidikan yang lebih merakyat dan mampu memberdayakan individu.
Selanjutnya Pendidikan yang dikembangkan hendaknya yang berbasis pada masyarakat, yang lebih mengarah kepada pemberdayaaan perekonomian daerah dan disesuaikan dengan kebutuhan setempat. Dalam hal pengaturan pendidikan hendaknya dikembalikan kepada sekolah yang mengelola pendidikan tersebut, pola pendidikan seperti inilah yang disebut sebagai pendidikan yang berbasis sekolah.3 Dilihat dari pungsinya jelas sekali pendidikan sangat penting dalam peningkatan mutu dan kualitas sumber daya manusia baik dalam penguasaan ilmu agama maupun teknologi serta tetap menjaga sikap moral dengan tetap menghayati dan mengamalkan nilai-nilai agama. Secara singkat dapat dikatakan pendidikan berfungsi membina dan mempersiapkan anak didik yang berilmu, beriman serta tetap menjaga sikap moral. Dalam rangka mewujudkan fungsi idealnya, pendidikan harus selalu mengorientasikan diri dengan kebutuhan masyarakat dan mampu mengimbangi zaman yang senantiasa maju berkembang. Perkembangan pembangunan akan menimbulkan berbagai dampak bagi kehidupan oleh karena itu pendidikan harus dapat menjadi jembatan dalam mengatasi dampak kemajuan tersebut.
Reformasi masih belum menunjukkan hasil meskipun Indonesia telah lama memulai pembangunan dan dapat mencapai kemajuan dalam beberapa segi, namun secara kualitas pendidikan Indonesia masih perlu diperbaiki. Untuk itulah tiada alternatif lain kecuali harus senantiasa lahir keinginan dan niat baik dari berbagai kalangan untuk membaharui keadaan dan kualitas pendidikan, agar Indonesia tetap survive di tengah pertarungan ekonomi, sosial, budaya dan teknologi internasional yang makin kompetitif.
Kondisi Indonesia yang hingga sekarang masih belum stabil, diiringi dengan isu upaya reformasi seakan sudah mati,4 jelas menunjukkan masih ada beberapa pola pendidikan kita yang mengadopsi sistem pendidikan warisan kolonial atau masa orde baru.5 Untuk itulah reformasi pendidikan penting diimplementasikan, sebab pendidikan sangat erat kaitannya dengan aspek-aspek lain seperti sistem politik pemerintahan dan penyelenggaraan negara begitu pula para penyelenggara negara dan politik sangat menentukan dan berpengaruh pada dunia dan keberadaan pendidikan, what you want in the state, you must put into the school.6 Untuk mewujudkan reformasi dalam pendidikan mungkin ada beberapa paradigma yang perlu dirubah, diganti atau tetap dipertahankan dalam prakteknya sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat Indonesia.

Sabtu, 20 Maret 2010

MENATA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA (Sebuah Upaya Menuju Pendidikan yang Memberdayakan)


MENATA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
(Sebuah Upaya Menuju Pendidikan yang Memberdayakan)

Oleh: Sulaiman Ibrahim
Abstrak
Pendidikan kita dalam era reformasi menghadapi dua tuntutan sekaligus. Pertama, tuntutan masyarakat terhadap mutu pendidikan kita yang rendah, dan Kedua belum relevannya pendidikan dengan tuntutan perkembangan masyarakat. Sejalan dengan itu pendidikan nasional menghadapi masalah memasuki era globalisasi yaitu era dunia terbuka. Di dalam kaitan ini, kemampuan bangsa kita masih belum memadai di dalam rangka kerja sama dan juga persaingan dengan bangsa-bangsa yang lain. Kedua masalah ini, sekaligus harus dapat diatasi dalam rangka untuk meningkatkan kualitas yang memberdayakan manusia Indonesia.

Kata kunci: Menata, Pendidikan Islam, Memberdayakan

Pendahuluan
Berbicara seputar pendidikan Islam, berarti membuka suatu persoalan yang mempunyai ranah demikian luas. Pembicaraannya bisa mengambil ranah filosofis, institusi serta perkembangannya dalam konteks sosio-historis, politis, dan kultural. Ini semua mencerminkan bahwa pendidikan Islam merupakan topik klasik, tapi sekaligus aktual untuk terus diperbincangkan. Apalagi, pendidikan sebagai aktivitas pengajaran yang berlangsung di mana pun dan kapan pun serta mempunyai kedudukan yang sangat sentral dalam kehidupan manusia.
Islam termasuk salah satu agama yang sangat menekankan dan mengapresiasi tinggi terhadap pendidikan. Dalam al-Qur’an banyak sekali ayat yang secara langsung maupun tidak langsung berbicara tentang pendidikan. Wahyu yang diturunkan pertama pada Nabi Saw. adalah surat al-'Alaq ayat 1-5, penuh muatan pendidikan yang sangat mendasar. Dalam surat ini tampak jelas, tegas, dan lugas perintah membawa (iqra') dari Allah kepada Nabi. Membaca secara harfiah maupun maknawiyah merupakan aktivitas pendidikan yang sangat penting. Sementara itu, dalam diri Nabi sendiri memberikan keteladanan yang demikian agung dalam pendidikan. Nabi Saw. dikenal sebagai manusia yang tak pernah henti melakukan perenungan terhadap situasi kemanusiaan yang dijumpainya. Dalam diri Nabi juga terkandung nilai-nilai luhur dalam akhlak. Penting juga dikemukakan bahwa Nabi merupakan contoh manusia yang mengalami proses pendidikan dalam pengertian yang seluas-luasnya yaitu belajar di sekolah tanpa dinding (school without wall). (Republika, Rabu, 17 Maret 2004).
Setiap kegiatan pendidikan perlu melaksanakan langkah-langkah strategis yang diorientasikan kepada formulasi visi dan misi dalam usaha untuk mencapai tujuan dan harapan secara efektif dan efisien bagi setiap organisasi, departemen, madrasah, dan lain sebagainya. Ahmad Sutarmadi mengemukakan pendapat seorang filosof terkenal, bahwa kekuatan terbesar yang dapat membawa kemajuan dalam kehidupan manusia, adalah keinginan dan harapan yang sangat besar yang hidup dan dimiliki oleh masyarakat. Mereka menyadari, bahwa tidak ada satupun yang dapat menghalangi gelombang besar yang berupa idiologi yang hidup dalam masyarakat, idiologi itulah visi. Dengan visi yang tepat, suatu organisasi dapat bergerak maju menuju masa depan yang gemilang, dan gerakan tersebut menyebabkan organisasi itu berkembang, dan perkembangan itu akan membuat organisasi berproses mendapatkan jati dirinya dan memiliki pendukung fanatik. (A. Sutarmadi, 2002: 3). Pernyataan diatas memberikan arti betapa pentingnya visi serta misi dalam sebuah organisasi.
Permasalahan pendidikan di Indonesia secara umum, di identifikasi ke dalam empat masalah pokok, yaitu menyangkut masalah: kualitas, relevansi, elitisme, dan manajemen. Berbagai indikator kuantitatif dikemukakan berkenaan dengan keempat masalah di atas, antara lain analisis komparatif yang membandingkan situasi pendidikan antara negara di kawasan Asia. Keempat masalah tersebut merupakan masalah besar, mendasar, dan multidimensional, sehingga sulit dicari ujung pangkal pemecahannya (Tilaar, 1991). Permasalahan ini terjadi pada pendidikan secara umum di Indonesia, termasuk pendidikan Islam yang dinilai justru lebih besar problematikanya.
Pendidikan merupakan kegiatan yang bersifat sosial kemasyarakatan. Keadaannya selalu berbeda-beda sesuai dengan perbedaan corak, sifat dan kebudayaan yang berkembang di masyarakat tersebut, ”Falsafah al-Tarbiyah al-Islamiyah, fi al-Quran al-Karim,” (al-Ainain, 1980: 37) seluruh atas dasar ini, disepakati oleh akte pendidikan bahwa sistem serta tujuan pendidikan bagi suatu masyarakat atau negara tidak dapat diimpor atau di ekspor dari atau ke suatu negara atau masyarakat. Ia harus timbul dalam masyarakat itu sendiri. Ia adalah pakaian yang harus diukur dan dijahit sesuai dengan bentuk dan ukuran pemakainya berdasarkan identitas, pandangan hidup serta nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat atau negara tersebut. ’Membumikan al-Qur’an’, (Quraish Shihab, 1992: 175)
(Ingin mendapatkan makalah ini dengan lengkap hub. emand_99@hotmail.com)

Selasa, 09 Maret 2010

Peran Perempuan dalam Keluarga


Perempuan adalah kelompok manusia yang selalu tertindas. Pernyataan ini adalah gambaran tentang pengalaman kelam sekaligus potret buram kondisi perempuan di sepanjang sejarah. Tidak pernah dalam satu masyarakat, kapan dan di manapun, perempuan dihargai layaknya laki-laki, terutama yang berkaitan dengan seksualitas dan produktifitas ekonomi. Ironisnya, ketertindasan ini dialami oleh perempuan di dalam rumah tangganya dan oleh orang-orang dekatnya sendiri (ayah atau suaminya).

Pandangan yang mengakar di dalam masyarakat bahwa suami/ayah adalah kepala rumah tangga. Hal ini, disadari atau tidak, menggambarkan hubungan yang hierarkis, di mana perempuan selalu berada di bawah bayang-bayang laki-laki, atau selalu tunduk dan patuh terhadap kebijakan laki-laki. Ketika masih berstatus gadis, perempuan harus tunduk sepenuhnya kepada kebijakan dan keputusan sang ayah, dan setelah berumah tangga hal yang sama harus ditunjukkan kepada sang suami. Ini artinya pandangan tersebut menempatkan perempuan sebagai jenis kelamin kelas dua (the second sex). Bukan hanya masalah hirarki, tetapi dari pandangan tersebut lahir banyak masalah turunan, seperti dikotomi peran publik-domestik, tindakan pemaksaan dan sewenang-wenang terhadap isteri dan anak gadis, beban ganda (double burden), dan lain-lain.

Masalah-masalah di atas secara akumulatif semakin memperburuk nasib perempuan. Dikotomi peran mengakibatkan perempuan terdomestikasi. Mereka (isteri) harus terkungkung oleh keempat dinding rumahnya sendiri, dan pada saat yang sama laki-laki (suami) bebas berkiprah seluas akses yang dapat dijangkaunya. Celakanya, diamnya mereka di rumah dengan aneka urusan kerumahtanggaan dipandang sebagai kewajiban, sehingga tidak pernah dinilai sebagai kerja produktif secara ekonomis yang membutuhkan perhitungan jam kerja dengan imbalan yang sesuai. Kemudian, dengan dalih sebagai pemimpin, tidak kurang suami berlaku sewenang-wenang terhadap isterinya, bahkan sampai pada tindakan yang dapat dimasukkan dalam kotak “tindak pidana kekerasan”.

Dewasa ini sudah banyak perempuan yang bekerja di wilayah publik, wilayah yang pada mulanya hanya dapat diakses oleh laki-laki. Hal ini terjadi, selain karena kemajuan industri yang tidak meletakkan kriteria jenis kelamin secara ketat, juga karena dorongan dan motivasi untuk meringankan beban ekonomi keluarga. Namun kemudian, masalah lain pun muncul, seorang isteri harus menanggung beban ganda (double burden). Di samping ia tertuntut untuk ikut serta meringankan beban ekonomi keluarga, ia juga tetap dipandang wajib memberikan ASI untuk bayinya dan mengerjakan tugas-tugas kerumahtanggan lainnya.

Dikotomi peran publik-domestik tidak langgeng dengan sendirinya. Ia diperkuat oleh argumen-argumen pembenaran, seperti distingsi struktur biologis antara laki-laki dan perempuan, interpretasi dalil-dalil agama, dan rekonstruksi berbagai disiplin ilmu yang terkait. Akan tetapi, seperti yang dikemukakan oleh banyak pakar dan pemerhati hak-hak perempuan, di antara beberapa faktor yang ada, interpretasi dalil agama atau doktrin teologislah sebagai penyebab utama (primacausa) semua ini. Faktor ini memberikan pengaruh yang luar biasa, sampai-sampai relasi jender yang hierarkis dalam rumah tangga telah mengendap di alam bawah sadar baik laki-laki maupun perempuan.

MY Name is Khan

Kita perlu menampilkan Islam dengan wajah ramah dan sejuk, damai serta demokratis. Islam mengajarkan persaudaraan, perdamaian, persatuan, cinta, kasih sayang, dan toleransi. Islam merupakan rahmatan lil ‘alamin dan kaum muslimlah yang mempunyai kewajiban untuk mewujudkan Islam sebagai agama kasih sayang.

MY Name is Khan adalah sebuah film produksi Bollywood, India. Sarat pesan moral akan toleransi dan kemanusiaan, tidak memandang apapun agamanya, selain itu juga bisa merubah sudut pandang bahwa agama itu pembawa kedamaian.

Melalui bahasa film, Riswan Khan seorang autis yang cerdas dan Mandira telah berusaha menjembatani hubungan Islam dan Kristen yang saling mencurigai dan membenci. Lewat sosok Khan, film ini berhasil menampilkan ajaran Islam yang peduli pada penderitaan sesamanya tanpa mempersoalkan keyakinan agama. Khan yang autis itu selalu ingat pesan ibunya, bahwa di dunia ini hanya ada dua macam pribadi, baik dan buruk, apa pun agama dan sukunya. Kebaikan itu mengatasi semua perbedaan. Nasihat ini diulang-ulang untuk diperdengarkan kepada dunia bahwa Islam itu agama cinta kasih, damai, dan senang pada kebaikan.

Ketika Khan sebagai seorang muslim membantu membangun gereja yang rusak akibat banjir, Khan yang diperankan oleh Shahrukh Khan dan Mandira yang diperankan oleh Kajol juga berhasil menyajikan drama cinta tipikal India, yang menampilkan kesetiaan, air mata, nyanyian, ujian, yang berujung happy ending…

Selasa, 02 Maret 2010

PEMBAHARUAN DALAM ISLAM: (Arti dan Tujuan)


Oleh:Sulaiman Ibrahim
I. Pendahuluan
Abdurrahman al-Jabarti, ulama al-Azhar dan penulis sejarah, pada tahun 1799 berkunjung ke Institut d’Egypte; sebuah lembaga riset yang didirikan oleh Napoleon di Mesir. Ketika kembali dari kunjungan itu, al-Jabarti berkata, “saya lihat di sana benda-benda dan percobaan-percobaan ganjil yang menghasilkan hal-hal besar untuk dapat ditangkap oleh akal seperti yang ada pada kita”, ungkapan al-Jabarti itu hanya merefleksikan kemunduran Islam berhadapan dengan Barat, tetapi juga menunjukkan bahwa aktivitas ilmiah dikalangan kaum muslim telah berhenti.
Kedatangan Napoleon di Mesir pada 1798 merupakan momentum penting dari perkembangan Islam. Kedatangan “penakluk dari Prancis” ini tidak hanya membuka mata kaum muslim akan apa yang dicapai oleh peradaban Barat di bidang sains dan teknologi, tetapi juga menandai awal kolonialisme Barat atas wilayah-wilayah Islam. Di antaranya akibat kontak itu di lingkuangan elit muslim –para penguasa dan kalangan cendikiawan- gerakan pembaharuan Islam kembali mempertoleh gairah. Kaum muslim semakin intensif dan bersemangat mengkaji kembali doktrin-doktrin dasar Islam khususnya dihadapkan pada kemajuan Barat. Kritik-kritik terhadap kondisi umum masyarakat Islam bermunculan, seruan berjihad semakin nyaring terdengar pandangan lama yang menganggap pintu ijtihad telah tertutup tidak hanya digugat, tetapi bahkan dianggap sebagai cermin dari keterbelakangan intelektual. Tidak heran jika taqlid mendapat kritik pedas dari kalangan pembaharu.
Meskipun kehadiran Barat telah memicu timbulnya respon dikalangan terpelajar muslim, kontak dengan Barat bukanlah satu-satunya aktor yang menyebabkan munculnya gerakan pembaruan dalam Islam. Di samping dalam batang tubuh doktrin doktrin Islam pembaharuan (tajdîd) merupakan sesuatu yang intern, kondisi objektif umat Islam sendiri yang secra umum ditandai oleh semakin memudarnya semangat keilmuan, kebekuan (jumûd), dibidang intelektual, dan berkembang pesatnya tradisi yang mendekati syirik, merupakan faktor yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Aktor-faktor itu sekaligus juga merupakan tantangan kaum muslim, tidak hanya dalam tataran intelektuasl tetapi juga pada tataran empiris. Tantangan itu mencul di kalangan kaum muslim hampir secara serentak. Hal ini menyebabkan solusi yang diajukan sangat bervariasi, meski pada umumnya bertujuan sama, yaitu memajukan kembali Islam seperti pada masa keemasan dulu. Walaupun variasi itu tidak selamanya disebabkan oleh kondisi wilayah tempat munculnya gerakan pembaharuan, tetapi lebih-lebih merupakan implikasi dari penafsiran yang berbeda atas teks-teks suci, baik dari al-Qur’an maupun sunnah Nabi. Dalam tentang yang panjang, bentuk solusi ada yang merupakan penolakan yang membabi buta, dan adapula yang menerima mentah-mentah.
Makalah ini akan menjelaskan pengertian pembaharuan Islam, konsep yang digunakan. Dari uraian tentang masalah ini, variasi gerakan pembaharuan Islam akan tampak jelas. Ini tidak hanya akan bermanfaat bagi kajian-kajian selanjutnya, tetapi juga dalam upaya mencari titik temu gerakan pembaharuan Islam. (Ingin Makalah Ini hub. Penulis)