Azyumardi Azra
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kajian terhadap naskah-naskah Islam Nusantara masih minim. Padahal keberadaan naskah Islam nusantara sangat penting. Menurut Direktur Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah ((UIIN SYAHID) Jakarta, Azyumardi Azra, naskah tersebut akan mengungkapkan berbagai aspek Islam di Indonesia mulai dari sejarah sosial hingga pemikiran dan intelektualisme Islam.
”Tanpa penelitian dan pengkajian naskah, sulit mengenali dinamika Islam di Indonesia,”ujarnya dalam seminar yang bertajuk Filologi dan Penguatan Kajian Islam Indonesia di Jakarta, Senin (19/7).
Dalam acara yang diselenggarakan oleh Sekolah Pascarsarjana (SPs) UIN SYAHID bekerjasama dengan Puslitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kemenag itu Azyumardi mengemukakan kajian filologi atas naskah-naskah Islam nusantara membantu menjelaskan Islam dengan kacamata lokal (from within) dan bukan paradigma luar (from without).
Sebab menurut dia, kajian naskah Islam nusantara yang dilakukan oleh pihak luar banyak penyimpangan. Sebagai contoh, Snouck Hurgronje menuding kitab //Turjuman Al-Mustafid// bukan karya orisinil Abdurrauf Singkel akan tetapi disadur dari kitab tafsir karangan Al-Baidlawi. “Padahal pendapat itu salah dan bertentangan dengan fakta sejarah,”ungkapnya
Lebih lanjut, Azyumardi mengungkapkan, kajian naskah Islam nusantara masih tergolong kurang populer. Hal ini disebabkan oleh minimnya sumber daya manusia yang menguasai dan terjun di bidang filologi. Oleh karena itu, kajian filologi atas naskah Islam Nusantara perlu ditingkatkan lagi.
Pemerintah juga diharapkan memperhatikan nasib naskah nusantara agar tidak diklaim oleh negara lain. “Naskah nusantara mutlak diperlukan dan diperhatikan serta tidak bisa diabaikan,”katanya
Hal senada diungkapkan oleh Oman Fathurraman, Ketua Umum Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa), mengatakan kajian filologi terhadap naskah Islam nusantara belum memikat bagi civitas akademis di Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI). Tercatat di Indonesia baru SPs UIN SYAHID yang memiliki program studi filologi. Oleh karena itu, PTAI dihimbau agar memasukkan filologi kajian naskah Islam nusatara ke dalam kurikulum pendidikan.
Namun demikian, Oman mengakui kajian atas naskah Islam Nusantara mulai meningkat terutama sejak tahun 2000. Akan tetapi, peningkatan tersebut masih mendapat kendala dan hambatan. Di antaranya, meningkatnya animo peneliti atas kajian filologi teks naskah Islam nusantara tidak diimbangi dengan sarana dan prasana yang mendukung terutama dana dan finansial.
Di samping itu, belum terdapat lembaga penelitian khusus guna mengkaji naskah Islam nusantara.”Keberadaan lembaga penting agar lebih fokus dan tidak saling tumpang tindih,”himbaunya
Sementara itu, Kepala Badan Litbang dan Diklat Kemenag, Atho Mudzhar mengutarakan kajian dan penelitian naskah keagamaan nusantara mutlak diperlukan. Mengingat naskah tersebut adalah salah satu warisan berharga bangsa. Apalagi, akhir-akhir ini jual beli naskah klasik di Indonesia marak dan kondisinya memprihatinkan.
Atho mengatakan, penelitian terhadap naskah-naskah keagamaan nusantara masih sangat terbatas tak sebanding dengan jumlah naskah yang ada. Oleh karena itu, sejak tahun 1994 Balitbang dan Diklat Kemenag RI melalui Puslitbang Lektur Keagamaan melakukan identifikasi naskah klasik keagamaan mulai dari wilayah Jawa.
Di samping itu, harapan paling besar terletak di PTAI karena PTAI memiliki peran strategis melestarikan naskah Islam nusantara. Langkah yang bisa ditempuh PTAI antara lain membuka progam studi filologi, melakukan penelitian tentang pernaskahan, memperbanyak seminar, menerbitkan hasil penelitian naskah, dan mengadakan penyuluhan ke masyarakat akan pentingnya menjaga naskah klasik keagamaan. “Jika PTAI di Indonesia perduli masalah ini maka pekerjaan terkait naskah bukanlah masalah yang sulit,” tegasnya.
Sumber: http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/10/07/19/125424-kajian-naskah-islam-nusantara-minim
”Tanpa penelitian dan pengkajian naskah, sulit mengenali dinamika Islam di Indonesia,”ujarnya dalam seminar yang bertajuk Filologi dan Penguatan Kajian Islam Indonesia di Jakarta, Senin (19/7).
Dalam acara yang diselenggarakan oleh Sekolah Pascarsarjana (SPs) UIN SYAHID bekerjasama dengan Puslitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kemenag itu Azyumardi mengemukakan kajian filologi atas naskah-naskah Islam nusantara membantu menjelaskan Islam dengan kacamata lokal (from within) dan bukan paradigma luar (from without).
Sebab menurut dia, kajian naskah Islam nusantara yang dilakukan oleh pihak luar banyak penyimpangan. Sebagai contoh, Snouck Hurgronje menuding kitab //Turjuman Al-Mustafid// bukan karya orisinil Abdurrauf Singkel akan tetapi disadur dari kitab tafsir karangan Al-Baidlawi. “Padahal pendapat itu salah dan bertentangan dengan fakta sejarah,”ungkapnya
Lebih lanjut, Azyumardi mengungkapkan, kajian naskah Islam nusantara masih tergolong kurang populer. Hal ini disebabkan oleh minimnya sumber daya manusia yang menguasai dan terjun di bidang filologi. Oleh karena itu, kajian filologi atas naskah Islam Nusantara perlu ditingkatkan lagi.
Pemerintah juga diharapkan memperhatikan nasib naskah nusantara agar tidak diklaim oleh negara lain. “Naskah nusantara mutlak diperlukan dan diperhatikan serta tidak bisa diabaikan,”katanya
Hal senada diungkapkan oleh Oman Fathurraman, Ketua Umum Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa), mengatakan kajian filologi terhadap naskah Islam nusantara belum memikat bagi civitas akademis di Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI). Tercatat di Indonesia baru SPs UIN SYAHID yang memiliki program studi filologi. Oleh karena itu, PTAI dihimbau agar memasukkan filologi kajian naskah Islam nusatara ke dalam kurikulum pendidikan.
Namun demikian, Oman mengakui kajian atas naskah Islam Nusantara mulai meningkat terutama sejak tahun 2000. Akan tetapi, peningkatan tersebut masih mendapat kendala dan hambatan. Di antaranya, meningkatnya animo peneliti atas kajian filologi teks naskah Islam nusantara tidak diimbangi dengan sarana dan prasana yang mendukung terutama dana dan finansial.
Di samping itu, belum terdapat lembaga penelitian khusus guna mengkaji naskah Islam nusantara.”Keberadaan lembaga penting agar lebih fokus dan tidak saling tumpang tindih,”himbaunya
Sementara itu, Kepala Badan Litbang dan Diklat Kemenag, Atho Mudzhar mengutarakan kajian dan penelitian naskah keagamaan nusantara mutlak diperlukan. Mengingat naskah tersebut adalah salah satu warisan berharga bangsa. Apalagi, akhir-akhir ini jual beli naskah klasik di Indonesia marak dan kondisinya memprihatinkan.
Atho mengatakan, penelitian terhadap naskah-naskah keagamaan nusantara masih sangat terbatas tak sebanding dengan jumlah naskah yang ada. Oleh karena itu, sejak tahun 1994 Balitbang dan Diklat Kemenag RI melalui Puslitbang Lektur Keagamaan melakukan identifikasi naskah klasik keagamaan mulai dari wilayah Jawa.
Di samping itu, harapan paling besar terletak di PTAI karena PTAI memiliki peran strategis melestarikan naskah Islam nusantara. Langkah yang bisa ditempuh PTAI antara lain membuka progam studi filologi, melakukan penelitian tentang pernaskahan, memperbanyak seminar, menerbitkan hasil penelitian naskah, dan mengadakan penyuluhan ke masyarakat akan pentingnya menjaga naskah klasik keagamaan. “Jika PTAI di Indonesia perduli masalah ini maka pekerjaan terkait naskah bukanlah masalah yang sulit,” tegasnya.
Sumber: http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/10/07/19/125424-kajian-naskah-islam-nusantara-minim