Fenomena yang terjadi di masyarakat kita, terutama di
rumah-rumah keluarga muslim semakin sepi
dari bacaan ayat-ayat suci al-Qur’an.
Hal ini disebabkan karena terdesak dengan munculnya berbagai produk sains dan
teknologi serta derasnya arus budaya asing yang semakin menggeser minat untuk
belajar membaca al-Qur’an sehingga banyak anggota keluarga tidak bisa membaca al-Qur’an.
Akhirnya kebiasaan membaca al-Qur’an ini sudah mulai langka. Keadaan seperti
ini adalah keadaan yang sangat memprihatinkan. Belum lagi masalah akhlak,
akidah dan pelaksanaan ibadahnya, yang semakin hari semakin jauh dari tuntunan
Rasulullah. Maka sangat diperlukan kerjasama dari semua fihak untuk mengatasinya.
Yaitu mengembalikan kebiasaan membaca al-Qur’an di rumah-rumah kaum muslimin
dan membekali kaum muslimin dengan nilai-nilai Islam, sehingga bisa hidup
secara Islami demi kebahagiaan dunia dan akhirat.
Pada dekade belakangan ini telah banyak metode pengajaran baca
tulis al-Qur’an dikembangkan, begitu juga buku-buku panduannya telah banyak
disusun dan dicetak. Para pengajar baca tulis al-Qur’an tinggal memilih metode
yang paling cocok baginya, paling efektif dan paling murah. Dunia pendidikan
mengakui bahwa suatu metode pengajaran senantiasa memiliki kekuatan dan
kelemahan. Keberhasilan suatu metode pengajaran sangat ditentukan oleh beberapa
hal, yaitu: kemampuan guru, siswa, lingkungan, materi pelajaran, alat
pelajaran, tujuan yang hendak dicapai. Dalam mengajarkan baca tulis al-Qur’an
harus menggunakan metode. Dengan menggunakan metode yang tepat akan menjamin
tercapainya tingkat keberhasilan yang lebih tinggi dan merata bagi siswa.
Pendidikan
di Indonesia dalam lintas sejarah pernah digiring ke dalam pemisahan antara
pendidikan agama dan pendidikan umum. Pendidikan agama diwakili oleh lembaga
pesantren yang bersifat pribumi, sedangkan pendidikan umum diwakili oleh
lembaga pendidikan yang didirikan oleh penjajah. Pemisahan ini berkaitan dengan
usaha untuk meredam daya kritis umat Islam dengan menjauhkan mereka dari
modernisasi pendidikan. Umat Islam dibiarkan mengembangkan pendidikan yang
berorientasi ukhrowi semata dan meninggalkan pendidikan yang berorientasi
membangun peradaban yang maju.
Pendobrak
hegemoni penjajah ini adalah sebagaian ulama Indonesia yang kritis seperti K.H.
Ahmad Dahlan, dan Syeikh Ahmad Syurkati. Mereka mencoba menggabungkan antara
pendidikan agama dengan pendidikan modern dengan tujuan mengeluarkan umat Islam
dari belenggu kebodohan akibat sistem yang dibangun oleh penjajah. Ada dua
faktor yang mendorong usaha pengintegrasian antara pendidikan agama dengan
pendidikan modern, yakni :
a. Faktor
internal. Faktor pendorong yang berasal dari dalam diri ulama yang bersifat
kritis terhadap permasalahan. Mereka melihat ada kejumudan dalam diri umat
Islam yang ditunjukkan dalam praktek pendidikan yang berorientasi akhirat
semata. Sedangkan dalam diri mereka tertanam idiologi kuat bahwa syariat Islam
yang rahmatan lil’alamin merupakan syari’at yang sempurna dan menyeluruh. Islam
tidak mendikotomikan antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.
b. Faktor
eksternal. Adanya usaha dari penjajah untuk melanggengkan kebodohan dan
kemiskinan bangsa terutama umat islam agar tidak mampu memberikan perlawanan.
Usaha ini diantaranya dengan mendirikan sekolah modern yang hanya diperuntukkan
untuk kaum bangsawan dan borjuis semata. Sedangkan rakyat biasa tidak diberi
kesempatan untuk mengenyam pendidikan modern. K.H. Ahmad Dahlan dengan daya
kritisnya telah berhasil merintis lembaga pendidikan yang mengintegrasikan
antara pendidikan modern dan pendidikan agama yang seimbang. Hasilnya ribuan
sekolah sekarang tersebar di nusantara. Syeikh Ahmad Syurkati juga mencoba
untuk merintis pendidikan terpadu yang tidak mementingkan salah satu dari ilmu
ukhrawi dan ilmu duniawi.
Peran Ormas
dalam Pendidikan
Rintisan
sekolah yang memadukan antara pengetahuan modern dan pengetahuan agama secara
faktual dikembangkan oleh ormas-ormas Islam yang didirikan oleh ulama-ulama
Indonesia. Lembaga pendidikan ini sampai sekarang masih tetap eksis dan
berkembang memberikan peran penting untuk dunia pendidikan Indonesia. Hampir
semua ormas Islam yang mengembangkan amal usaha pendidikan mencoba
menggabungkan pengetahuan agama dan pengetahuan umum secara seimbang dalam
pengajaran di sekolah-sekolah. Beberapa ormas ini di antaranya Muhammadiyah,
Nahdhatul Ulama, Al-Irsyad, Persis, dan ormas Islam lainnya.
Negara
sebagai pihak yang berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, menfasilitasi
rakyatnya melalui sekolah-sekolah negeri. Berbeda dengan ormas Islam, sekolah
negeri cenderung menjadi sekolah umum dengan didominasi pendidikan duniawi dan
minim pendidikan agama. Meskipun pemerintah juga memfasilitasi dengan
mendirikan sekolah seperti MIN, MTsN, dan MAN. Namun persentasenya masih
sedikit. Sebagian besar sekolah negeri didominasi oleh sekolah umum yang hanya
memberikan pelajaran agama sekitar 2 jam per minggu. Kurikulum sekolah negeri
mengakomodasi pendidikan al-Qur’an melalui mata pelajaran
PAI, dan mata pelajaran al-Qur’an dan hadis di MIN, MTsN, dan MAN. Bahkan di
sekolah swasta di bawah naungan ormas Islam pengajaran al-Qur’an juga diakomodasi
dalam pelajaran al-Qur’an dan hadis.
Pembelajaran
al-Qur’an di Indonesia lebih banyak dilakukan oleh
lembaga-lembaga pendidikan dalam bentuk pesantren dan juga oleh lembaga
pendidikan informal seperti TPQ yang dikelola oleh masyarakat. Pesantren tentu
memegang peranan penting dalam mengembangkan pembelajaran al-Qur’an, karena melalui pesantren pendidikan al-Qur’an dapat dilaksanakan dengan intensif. Tetapi apakah
pesantren mampu mencukupi kebutuhan umat Islam mayoritas akan pendidikan al-Qur’an?
Lembaga
pendidikan al-Qur’an yang bersifat informal seperti TPQ mengambil
peran untuk mengisi kekosongan pembelajaran al-Qur’an di luar pesantren.
Swadaya masyarakat berperan penting dengan dukungan para kader al-Qur’an sebagai pengelola. Peran lembaga informal ini
mesti tetap dipertahankan dengan menjaga dinamika dan kemajuan pembelajaran
TPQ.
Pembelajaran al-Qur’an di Sekolah Formal
Integrasi
manajemen dan guru
Pembelajaran
al-Qur’an di sekolah formal di luar pesantren bisa menjadi
rintisan bagi umat Islam. Pendidikan al-Qur’an diakomodir dalam
program sekolah yang terintegrasi dalam kurikulumnya. Sistem yang diterapkan
bisa dalam dua bentuk yaitu, pembelajaran al-Qur’an dilaksanakan di
sekolah sepenuhnya, dan pembelajaran al-Qur’an dilaksanakan
dengan model jaringan. Sekolah formal yang memprogramkan pembelajaran al-Qur’an dalam kurikulumnya mengembangkan jaringan dengan
lembaga pendidikan al-Qur’an informal swadaya
masyarakat. Jaringan seperti ini memungkinkan sekolah mendorong anak didiknya
untuk belajar al-Qur’an tanpa menerapkan sistem fullday school. Proses
pembelajaran dilaksanakan oleh pendidikan al-Qur’an informal,
sedangkan sekolah melakukan penilaian dan evaluasi.
Manusia Terbaik Adalah Yang Bermanfaat terhadap Yang Lainnya