Sulaiman Ibrahim
Pendahuluan
Di
samping Al-Qur’an, hadis juga merupakan sumber hukum Islam. Banyak
ayat-ayat Al-Qur’an yang menegaskan tentang kedudukan hadis sebagai
sumber hukum setelah Al-Qur’an. Kedudukan hadis sebagai sebagai salah
satu sumber hukum Islam telah disepakati oleh hampir seluruh ulama dan
umat Islam.
Amat banyak kasus-kasus hukum yang bersumber dari hadis,
karena sebagaimana dipahami bahwa salah satu fungsi hadis adalah
penjelas (bayān) atas Al-Qur’an, maka tentu saja untuk kasus-kasus
tertentu yang penjelasan tentangnya dalam Al-Qur’an bersifat global,
dapat ditemukan rinciannya dalam hadis. Hal ini tidak dapat dipungkiri,
misalnya Al-Qur’an menjelaskan shalat, puasa, dan zakat, maka untuk
mengetahui cara shalat dan dimensi hukumnya, juga puasa dan zakat
semuanya dapat diketahui melalui hadis. Dengan demikian, hadis memiliki
fungsi yang sangat strategis dalam menjelaskan kandungan Al-Qur’an.
Secara
tegas dikatakan dalam Al-Qur’an bahwa Nabi saw (yang identik dengan
hadisnya) diberi kewenangan dalam menjabarkan hukum-hukum dari Al-Qur’an
yang diturunkan kepadanya. Dimaklumi bahwa Nabi saw sebagai pemimpin
masyarakat muslim, atau lebih tegas bahwa Nabi saw sebagai kepala
pemerintahan, berkewajiban menerapkan hukum-hukum Tuhan, tidak hanya
dalam lingkungan masyarakat muslim tetapi juga dalam masyarakat non
muslim yang berada dalam lingkungan kekuasaannya.
Lebih lanjut
menurut Yusuf al-Qardhawi minimal tiga fungsi hadis terhadap Al-Qur’an
dalam masalah hukum yakni; (1) memperkuat hukum yang terkandung dalam
Al-Qur’an, baik yang global maupun yang detail; (2) menjelaskan hukum
yang terkandung dalam Al-Qur’an, yakni men-qayyid-kan yang mutlaq,
men-tafshil-kan yang mujmal, dan men-takhsis-kan yang ‘am; (3)
menetapkan hukum yang tidak disebutkan oleh Al-Qur’an. Untuk fungsi yang
terakhir ini, ulama berbeda pendapat.
Berdasar pada uraian-uraian
di atas, maka dipahami bahwa Al-Qur’an dan hadis adalah sumber hukum
yang integral, tidak mungkin seorang muslim memahami hukum atau ajaran
Islam hanya merujuk kepada Al-Qur’an semata tanpa melirik hadis.
A. Metode Kajian Hadis di Indonesia
II. Pembahasan
Dalam beberapa literatur hadis yang berbahasa Indonesia, metode kajian hadis yang dilakukan oleh Kiai, Ulama, Cendekiawan maupun dunia Akademisi tidak ada perbedaan yang dilakukan oleh ulama-ulama yang ada di Timur Tengah saat ini. Walaupun ada, itupun hanya karena faktor keterbatasan bahasa dan literatur yang dimiliki. Karena ulama yang ada di Indonesia, sebagian besar pendidikannya juga berasal dari Timur Tengah, seperti Mesir, Yordan, Sudan, Syiria dan Arab Saudi. Memang diakui, walaupun mayoritas masyarakatnya beragama Islam, Indonesia tidak bisa dijadikan tolok ukur sebagai pusat ilmu atau kajian agama, apalagi ilmu mengenai al-Qur’an dan hadis. Sebagian besar kitab-kitab hadis yang ada di Indonesia hanya sebatas buku dakwah atau salinan hadis-hadis tertentu dan untuk masalah tertentu. Hal ini dimungkinkan, karena disesuaikan dengan kondisi masyarakat Indonesia.
(Ingin mendapatkan makalah ini dengan lengkap hubungi penulis)
Manusia Terbaik Adalah Yang Bermanfaat terhadap Yang Lainnya