Selamat Datang di Kota Parepare
Perniagaan dan jasa yang ditawarkan masyarakatnya seperti menjadi ciri kota kelahiran presiden RI ke 3 B.J Habibie. Kota Bandar Madani ini identik dengan banyak toko dan warung di kawasan pusat kotanya. Sebagai kota pelabuhan, hilir mudik kapal juga menjadi tontonan sehari-hari.
Sekilas Sejarah Parepare
Dahulu daerah ini adalah dataran tinggi yang ditumbuhi semak-semak belukar yang diselang-selingi oleh lubang-lubang tanah yang agak miring yang tumbuh secara liar tidak teratur, mulai dari utara (Cappa Ujung) hingga ke jurusan selatan kota . Kemudian, dengan melalui proses perkembangan sejarah sedemikian rupa dataran itu dinamakan Kota Parepare.
Lontara Kerajaan Suppa menyebutkan, sekitar abad XIV seorang anak Raja Suppa meninggalkan istana dan pergi ke selatan mendirikan wilayah tersendiri pada tepian pantai. Wilayah tersebut kemudian dikenal sebagai Kerajaan Soreang, kemudian satu lagi kerajaan berdiri sekitar abad XV yaitu Kerajaan Bacukiki.
Dalam satu kunjungan persahabatan Raja Gowa XI, Manrigau Dg. Bonto Karaeng Tonipallangga (1547-1566) berjalan-jalan dari kerajaan Bacukiki ke Kerajaan Soreang. Sebagai seorang raja yang dikenal sebagai ahli strategi dan pelopor pembangunan, Raja Gowa ini tertarik dengan pemandangan indah terhampar dan spontan berkata: “Bajiki Ni Pare” yang dalam bahasa Makassar berarti “Baik dibuat sebagai (pelabuhan Kawasan). Sejak itulah melekat nama Parepare Kota Pelabuhan. Parepare akhirnya ramai dikunjungi termasuk orang-orang Melayu yang datang berdagang ke kawasan Suppa.
Melihat posisi yang strategis sebagai pelabuhan yang terlindungi oleh tanjung di depannya, serta keramaian karena sering dikunjungi orang-orang, maka Belanda pertama kali merebut tempat ini kemudian menjadikannya kota penting di wilayah bagian tengah Sulawesi Selatan. Di sinilah Belanda bermarkas untuk melebarkan sayapnya dan merambah seluruh dataran timur dan utara Sulawesi Selatan yang berpusat di Parepare untuk wilayah Ajatappareng.
Pada zaman Hindia Belanda, di Kota Parepare, berkedudukan seorang Asisten Residen dan seorang Controlur atau Gezag Hebber sebagai Pimpinan Pemerintah (Hindia Belanda), dengan status wilayah pemerintah yang dinamakan -Afdeling Parepare- yang meliputi, Onder Afdeling Barru, Onder Afdeling Sidenreng Rappang, Onder Afdeling Enrekang, Onder Afdeling Pinrang dan Onder Afdeling Parepare.
Pada setiap wilayah/Onder Afdeling berkedudukan Controlur atau Gezag Hebber. Disamping adanya aparat pemerintah Hindia Belanda tersebut, struktur Pemerintahan Hindia Belanda ini dibantu pula oleh aparat pemerintah raja-raja bugis, yaitu Arung Barru di Barru, Addatuang Sidenreng di Sidenreng Rappang, Arung Enrekang di Enrekang, Addatung Sawitto di Pinrang, sedangkan di Parepare berkedudukan Arung Mallusetasi. Struktur pemerintahan ini, berjalan hingga pecahnya Perang Dunia II yaitu pada saat terhapusnya Pemerintahan Hindia Belanda sekitar tahun 1942.
Pada zaman kemerdekaan Indonesia tahun 1945, struktur pemerintahan disesuaikan dengan undang-undang no. 1 tahun 1945 (Komite Nasional Indonesia). Dan selanjutnya Undang-undang Nomor 2 Tahun 1948, dimana struktur pemerintahannya juga mengalami perubahan, yaitu di Daerah hanya ada Kepala Daerah atau Kepala Pemerintahan Negeri (KPN) dan tidak ada lagi semacam Asisten Residen atau Ken Karikan.
Pada waktu status Parepare tetap menjadi Afdeling yang wilayahnya tetap meliputi 5 Daerah seperti yang disebutkan sebelumnya. Dan dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 29 tahun 1959 tentang pembentukan dan pembagian Daerah-daerah tingkat II dalam wilayah Propinsi Sulawesi Selatan, maka ke empat Onder Afdeling tersebut menjadi Kabupaten Tingkat II, yaitu masing-masing Kabupaten Tingkat II Barru, Sidenreng Rappang, Enrekang dan Pinrang, sedang Parepare sendiri berstatus Kota Praja Tingkat II Parepare. Kemudian pada tahun 1963 istilah Kota Praja diganti menjadi Kotamadya dan setelah keluarnya UU No. 2 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka status Kotamadya berganti menjadi -KOTA- sampai sekarang ini.
Parepare Ada Di Sini
Secara geografis, Kota Parepare terletak pada koordinat antara 03° 57’ 39” sampai 03° 57’ 39” Lintang Selatan dan 119° 36’ 24” sampai 119° 43’ 40” Bujur Timur. Kota ini tidak terlalu jauh dari ibu kota provinsi dan berada di titik tengah Provinsi Sulawesi Selatan sehingga cukup strategis mengingat kemudahan akses dengan kota lain seperti Toraja, Palopo, Watampone, Majene serta Makassar . Jaraknya lebih kurang 155 kilometer dari Makassar ke arah utara atau memakan waktu sekitar 3-4 jam perjalanan darat.
Posisi yang tepat di pesisir Selat Makasar yang memisahkan Pulau Sulawesi dan Pulau Kalimantan sehingga arus lalu lintas antarpulau ini pun menjadi salah satu layanan yang memudahkan siapapun untuk menuju ke kota Bandar Madani ini.
Kota yang berpenduduk kurang lebih berjumlah 118.266 jiwa (tahun 2005) ini mempunyai luas sekitar 99,33 km², terdiri 4 kecamatan yakni Soreang, Bacukiki, Ujung dan Bacukiki Barat. Sedang wilayah kotanya sendiri diapit oleh kabupaten Pinrang, Sidenreng Rappang, Barru, selat Makassar , Enrrekang serta Majene. Istilah lain untuk wilayah-wilayah tersebut adalah Ajatappareng dengan Parepare sebagai induk pemerintahan. Kondisi alamnya sebagian besar berupa perbukitan serta pantai.
Mengapa Anda Harus ke Parepare
Parepare berada tepat di tengah provinsi dan diapit oleh kabupaten-kabupaten sekitarnya menjadikan kota ini begitu mudah dijangkau melalui darat, begitu pula sebaliknya. Posisi yang tepat di pesisir Selat Makasar yang memisahkan Pulau Sulawesi dan Pulau Kalimantan sehingga arus lalu lintas antarpulau ini pun menjadi salah satu layanan yang memudahkan siapapun untuk menuju ke kota Bandar Madani ini melalui transportasi laut.
Jarak objek wisata begitu dekat, yang terjauh hanya membutuhkan sekitar 45 menit dari pusat kota . Akses transportasi ke objek wisata pun sangat beragam, mulai dari ojek, becak sampai angkutan umum dengan tarif murah. Tidak ada kesulitan bagi anda yang hendak berkunjung, pergi, atau hanya singgah di kota ini.
Berjalan-jalan di dalam kota , menikmati denyut nadi kota pelabuhan ini pun bisa menjadi pilihan wisata menarik. Rerindang pohon yang tumbuh di tepi jalan membawa suasana teduh dan nyaman menemani perjalanan menikmati struktur kota yang sangat bersih ini. Tercatat, telah dua belas kali kota ini meraih Piala Adipura, penghargaan tertinggi untuk kota-kota terbersih di Indonesia .
Bagaimana Ke Parepare?
Via darat
Parepare dapat dijangkau melalui transportasi darat melalui Makassar . Berbagai sarana transportasi darat melayani penumpang yang ingin ke Parepare. Bagi yang berasal dari luar Sulawesi Selatan dan menggunakan jasa penerbangan, setelah tiba di Bandara Hasanuddin kami menyarankan anda menumpang angkutan antar kota yang disediakan oleh Perum Damri. Mintalah supir pete-pete (angkot) untuk mengantar anda ke Terminal Daya. Di terminal ini anda bisa memakai bus Damri. Dengan mengeluarkan uang sebesar Rp. 30.000 saja anda akan menikmati perjalanan darat dengan bus ber-ac dan tempat duduk yang lapang.
Waktu tempuh yang digunakan selama 3-4 jam perjalanan. Selama 3 jam itu anda akan disuguhi pemandangan hamparan sawah dan pegunungan, juga pesona pesisir Laut Sulawesi. Anda juga dapat menikmati wisata kuliner dengan menyinggahi beberapa pusat makanan tradisional yang berjejer di sepanjang jalur Makassar – Parepare, semisal Dange Panas di Pangkep dan Gogos di Kab. Barru.
Bila anda ingin tiba lebih cepat, anda bisa menggunakan jasa transportasi mobil jenis MVP atau AVP yang dikenal dengan istilah ‘panther’ sesuai dengan salah satu merek jenis mobil ini. Tarifnya lebih mahal sedikit yaitu Rp. 30.000,- hingga Rp.35.000,- namun hanya membutuhkan waktu tempuh sekitar 2 – 3 jam.
Via laut
Parepare merupakan kota pelabuhan yang memiliki pelabuhan sebagai prasarana utama dalam transportasi laut, dimana pelabuhan yang terbesar adalah pelabuhan nusantara sebagai pelabuhan penumpang. Kapal-kapal singgah di dermaga yang berada di pusat kota . Terdapat 2 pelabuhan kota yakni pelabuhan induk Nusantara dan pelabuhan Lontangnge dan pangkalan Cappa Ujung yang dapat disinggahi berbagai jenis kapal. Selain kapal penumpang PELNI seperti Lambelu, Tidar, Agoamas juga kapal kargo, kapal milik swasta nasional maupun pengusaha setempat. Disamping kapal tradisional dan beberapa perahu nelayan Phinisi, bahkan banyak pula kapal pesiar merapat menurunkan turis mancanegara guna melanjutkan perjalanan ke Tana Toraja dan beberapa daerah tujuan wisata lainnya.
Aktivitas
Mulailah hari anda di pagi hari dengan menikmati kesejukan semilir angin di kota Bandar Madani ini dengan menyusuri jalan-jalan kota yang rindang nan bersih. Jangan lewatkan untuk mencoba penganan tradisional khas Bugis yaitu Putu Berre’ yang dapat anda jumpai di pertigaan Jl. Bau Massepe dan Kawasan Hastom (Jalan Hasanuddin dan Jalan Patompo). Tak sulit mencari makanan khas yang terbuat dari beras ketan dan parutan halus kelapa ini, beberapa penjual menyajikannya di tepi jalan sekitar Kawasan Hastom.
Setelah menikmati suasana pagi, tiba saatnya anda mengunjungi objek-objek wisata. Kota ini memiliki berbagai pilihan wisata bagi anda. Bila anda penyuka pantai, beberapa obyek seperti Pantai Lumpue, Pantai Tonrangeng, Pantai Bibir dan Pantai Mattirotasi dijamin akan memuaskan anda.
Begitupun dengan pencinta wisata alam dan budaya, akan terpuaskan ketika mengunjungi Hutan Kota Jompie, Sungai Karajae, Gua Tompangeng, Kawasan Budaya Bilalangnge dan Sumur Jodoh Cempae. Kota Bandar Madani ini juga menyediakan wisata bangunan bersejarah seperti Monumen Korban 40.000 yang berdekatan dengan Masjid Agung. Berbagai tugu juga tersebar di kota ini antara lain Tugu Selamat Datang, Tugu Adipura, Tugu Lumba-Lumba, Patung Pemuda dan Patung Bau Massepe (Pahlawan nasional dari kota Parepare). Jangan lewatkan pula untuk mengunjungi Museum Labangenge di Jl. Bau Massepe
Istirahatkan tubuh anda setelah mengunjungi objek-objek wisata dengan menikmati matahari tenggelam di Teluk Pare dengan hamparan Tanjung Ujung Lero. Ada dua pilihan yaitu di Pantai Bibir dan Pantai Mattirotasi. Mulailah susuri Pantai Bibir dengan berjalan kaki sambil menanti datangnya matahari terbenam. Pilihlah salah satu kafe yang berjejeran di bibir Pantai Bibir ini, mulailah menikmati bola merah keemasan perlahan menepi di balik Tanjung Ujung Lero. Untuk menemani, anda bisa memesan minuman hangat dan makanan ringan untuk menepis dingin dan lapar yang mulai menyapa.
Ketika matahari telah benar-benar terbenam, lanjutkan perjalanan anda menuju Pantai Mattirotasi. Lokasi ini tepat dijadikan sebagai tempat untuk bersantap malam. Berbagai menu seperti Nasi Goreng, aneka jenis olahan Mie dan Gado-Gado dapat anda pesan dari salah satu warung tenda di tepi pantai ini. Harga-harga makanan ini tak lebih dari Rp. 15.000 perporsi.
Saatnya, bila perut telah cukup terisi, untuk menikmati kehidupan malam kota ini. Tak jauh dari pantai ini terdapat Tugu Adipura yang didirikan untuk mengingatkan penduduk Parepare akan keberhasilan mereka mempertahankan kebersihan kotanya. Sepemandangan mata dari tugu, baruga Kawasan Pasar Senggol akan menyapa anda. Pasar Senggol adalah trade mark dari kota pusat niaga, jasa dan pendidikan ini. Kawasan ini terkenal akan barang-barang bekas bermerek dengan harga terjangkau. Tak perlu mengeluarkan dana terlalu banyak untuk bisa puas berbelanja.
Anda juga dapat memilih menikmati gemerlap lampu-lampu yang menghiasi kota Parepare di malam hari dengan berdiri di salah satu sudut di Jalan Sudirman dekat Kantor Walikota Parepare. Bagi anda yang ingin melewatkan malam hari ketika berada di kota Parepare, anda dapat menikmati berbagai pilihan suguhan yang anda inginkan. Di kota ini terdapat beberapa Singing Hall, Café, Diskotik, hingga hiburan pemusik jalanan. Jika malam minggu tiba, jalan – jalan utama di kota ini di penuhi para pengendara baik masyarakat kota Parepare itu sendiri, juga dari daerah lain pun, tumpah ruah memenuhi tempat – tempat hiburan yang ada di kota ini. (Tim Penyusun Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Kota Parepare Tahun 2006 Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Perkotaan Wilayah (LP2PW) Makassar )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar