Para Ulama sepakat ada 4 corak penulisan Tafsir :
- Metode Tahlili,
- Metode Ijmali
- Metode Muqari
- Metode Maudhu’i.
A. Al-Tafsir al-Tahlili (Tafsir dengan Metode Tahlili)
Tahlili
berasal dari bahasa Arab hallala-yuhallilu-tahlil yang berarti “Mengurai, Menganalisis”
Tafsir metode tahlili adalah tafsir yang menyoroti
ayat-ayat al-Qur’an dengan memaparkan segala makna dan aspek yang terkandung di
dalamnya sesuai urutan bacaan yang terdapat di dalam al-Qur’an. Muhammad Baqir
al-Shadar menyebut tafsir metode tahlili atau tajzi’I yang secara harfiah
berarti “Tafsir yang menguraikan berdasarkan bagian-bagian, atau tafsir
parsial“.
Dalam menafsirkan al-Qur’an mufassir biasanya
melakukan sebagai berikut :
1.
Menerangkan hubungan
(munasabah) baik antara satu ayat dengan ayat-ayat lain maupun antara satu
surah dengan surah lain. Misalnya, dalam menafsirkan awal surah Ali-Imran
2. Menjelaskan sebab-sebab turunya ayat (asbabu Nusul).
3. Menganalisis mufradad (kosakata) dan lafal dari sudut pandang bahasa
Arab. Untuk menguatkan pendapatnya, terutama dalam menjelaskan mengenai bahasa
ayat bersangkutan, mufassir kadang-kadang juga mengutip syair-syair yang
berkembang sebelum dan pada masanya.
4. Meamaparkan hubungan ayat secara umum dan maksudnya.
5. Menerangkan unsure-unsur fashahah, bayan dan i’jaz-nya, bila dianggap
perlu. Khususnya, apabila ayat-ayat yang ditafsirkan itu mengandung keindah
6. Menjelaskan hukum yang dapat ditarik dari ayat yang dibahas, khususnya
apabila Ayat-ayat yang ditafsirkan
aadalah ayat-ayat ahkam, yaitu berhubungan dengan Persoalan hukum.
7. Menerangkan makna dan maksud syara yang terkandung dalam ayat yang bersangkutan. Sebagai sandaranya, mufassir
mengambil manfaat dari ayat-ayat lainya, hadist Nabi Saw., pendapat para
sahabat dan tabi’in di samping ijthad mufassir sendiri.
Dilihat
dari bentuk tinjauan dan kandungan informasi yang teradapat dalam tafsir
tahlili yang jumlahnya sangat banyak, dapat dikemukakan bahwa paling tidak ada
tujuh metode tafsir Yaitu :
A. Al-Tafsir bi al-Ma’tsur, secara harfiah berarti penafsiran dengan
menggunakan riwayat sebagai sumber pokoknya. Karena itu tafsir ini dinamakan
juga dengan al-tafsir bi al-riwayah (tafsir dengan riwayat) atau al-tafsir bi
al-manqul (tafsir dengan menggunakan pengutipan (riwayat). Penafsiran dalam
corak ini, dapat di bagi menjadi empat bentuk :
I . Al-tafsir bi al-ma’tsur secara harfiah berarti penafsiran dengan
menggunakan riwayat sebagai sumber pokoknya. Karena itu, tafsir ini dinmakan
juga dengan al-tafsir bi al-riwayah (tafsir dengan riwayat) atau al-tafsir bi
al-manqul tafsir dengan menggunakan
pengutipan (riwayat). Penafsiran dalam corak ini dapat di bagi menjadi
empat bentuk yaitu :
Ø
Penafsiran ayat al-Qur’an
dengan ayat lain. Pertama, ayat atau
ayat-ayat lain menjabarkan apa yang diungkapkan pada ayat tertentu. Misalnya,
kata-kata al-muttaqin (orang-orang bertaqwa) dalam ayat I surah al-Baqarah,
dijabarkan ayat-ayat sesudahnya ( ayat-ayat 3-4) yang menyatakan………. Kedua, ada informasi tertentu, misalnya
tentang kisah Nabi Musa, pada surah tertentu diungkapkansecara singkat,
sementara pada surah yang lain secara panjang lebar. Dalam hal ini ayat-ayat
yang panjang lebar menafsirkan ayat-ayat yang mengandung informasi yang lebih
ringlas. Ketiga, ayat-ayat mujmal
ditafsirkan oleh ayat-ayat yang mubayyan, ayat-ayat yang muthlaq ditafsirkan
oleh ayat-ayat muqayyad, dan ayat-ayat yang ‘am ditafsirkan oleh ayat-ayat
khash. Ringkasnya, ayat-ayat yang mengandung penegertian umum dan global ditafsirkan
oleh ayat-ayat yang mengandung pengertian khusus dan rinci. Keempat, informasi yang terkandung dalam satu ayat kadang
terlihat berbeda dengan informasi yang terdapat pada ayat-ayat lain. Penafsiran
ayat-ayat dilakukan dengan mengkompromikan pengertian-pengertian tersebut.
Ø
Penafsiran ayat al-Qur’an
dengan hadist Nabi Saw.
Ø
Disamping al-Qur’an,
otoritas dalampenafsiran al-Qur’an terletak di tangan Nabi Saw. Al-Qur’an
sendiri menyebutkan bahwa Nabi diutus untuk menjelaskan wahyu al-Qur’an yang
diturunkan kepadanya.
Ø
Penafsiran Al-Qur’an
dengan pendapat para sahabat.
Ø
para ulama berpendapat
bahwa setelah Nabi Saw. Wafat, orang yang paling memahami al-Qur’an adalah
generasi sahabat, karena mereka hidup pada masa al-Qur’an masih diturunkan,
bergaul dengan Nabi yang paling paham dengan isi al-Qur’an, serta mengetahui
konteks al-Qur’an turun. Karena itu, pendapat-pendapat para sahabat dijadikan
oleh para ulama tafsir sebagai bahan penting dalam menafsirkan al-Qur’an.
Ø
Penafsiran ayat Al-Qur’an
dengan pendapat para tabiin.
Ø
Perkembangan metode
tafsir ini dapat dibagi menjadi dua periode, yaitu periode lisan, ketika
penafsiran dari Nabi Saw. Dan para sahabat sebarluaskan secara periwayatan, dan
tulisan, ketika riwayat-riwayat yang sebelumnya tersebar secara lisan itu mulai
dibukukan.
Ø
Diantara kitab-kitab
tafsir yang dapat dikategorikan sebagai al-tafsir bi al-ma’tsur adalah Jami’
al-Bayan fi-Tafsir al-Qur’an al-Karim karya Ibn Jarir al-Thabari (w.310 H),
Ma’alim al-Tanzil karya al-Baghawi (w.516 H/1122 M), Tafsir al-Qur’an al-Karim
(tafsir Ibn Katsir), karya Abu al-Fida’Isma’il ibn katsir (w.77 H/1373 M), dan
al-Durr alManshur fi al-Tafsir al-Ma’tsur karya Jalal al-Din al Suyuthi (w.911
H/1505 M).
Manusia Terbaik Adalah Yang Bermanfaat terhadap Yang Lainnya