Oleh
Sulaiman Ibrahim
Salah satu
kejahatan yang terjadi dan merajalela dalam kehidupan sosial-masyarakat bangsa Indonesia
saat ini adalah korupsi. Korupsi bagaikan penyakit menular yang sangat ganas, yang
sudah menjalar dan menular ke mana-mana, tidak hanya pada lapisan eksekutif,
tetapi juga pada lapisan legislatif dan yudikatif, tidak hanya terjadi pada
lapisan atas, tetapi juga pada lapisan bawah. Setiap saat dapat kita
menyaksikan berita korupsi itu di media elektronik, media cetak, begitu hebat
menyebaran penyakit korupsi ini di dalam masyarakat. Jaringannya bagaikan tidak
akan terputuskan oleh alat apa pun, dan gelombangnya bagaikan tidak terbendung,
dan jaringannya bagaikan benang kusut yang tidak mungkin dapat diketahui lagi
mana ujung pangkalnya. Inilah mungkin bahasa yang pas untuk skandal bank
Century
Sekarang
sudah saatnya, masyarakat secara bersama-sama berupaya keras dengan sekuat
tenaga untuk melakukan berbagai tindakan yang mungkin dilakukan untuk
memutuskan mata rantai korupsi yang begitu kuat ini. Pelaku korupsi harus
ditindak tegas, tanpa pandang bulu. Jaringan-jaringan yang dapat menjalin
terjadinya korupsi harus segera diputus dan hal ini tidak mungkin dilakukan
hanya oleh sekelompok orang yang namanya KPK atau ICW, tetapi harus dilakukan
secara bersama-sama oleh masyarakat, mulai tingkat atas sampai tingkat bawah.
Upaya Pencegahan
Korupsi tidak boleh dibiarkan berjalan dan merajalela di dalam
masyarakat. Ajaran agama memerintahkan umatnya untuk melakukan berbagai
tindakan dalam mengatasi penyakit korupsi itu. Amar ma’rūf dan nahy
munkar menjadi sangat efektif dalam mengatasi korupsi apabila upaya itu
dilakukan melalui tahap-tahap: (1) Pencegahan diri dan keluarga dari tindakan
korupsi. Pencegahan korupsi harus dimulai dari diri sendiri dengan keyakinan
bahwa korupsi adalah penyakit masyarakat yang berbahaya bagi kehidupan
masyarakat itu sendiri. Orangtua dalam keluarga berkewajiban untuk mencegah
dirinya dari tindakan korupsi. Komitmen menjauhkan diri dari tindakan itu harus
dikembangkan pula kepada anggota keluarga yang lain dengan menanamkan sebuah
komitmen bahwa korupsi adalah penyakit kehidupan. (2) Keteladan pemimpin.
Pemimpin adalah teladan bagi umatnya. Apa yang dilakukan pemimpin, maka hal itu
pula yang dilakukan oleh yang dipimpin. Yang dipimpin selalu meniru hal-hal
yang dilakukan pemimpinnya. Seorang pemimpin haruslah orang yang mempunyai
komitmen mencegah diri dari korupsi secara internal, dan menunjukkan sikap anti
terhadap korupsi, serta melakukan upaya-upaya pencegahan terjadinya korupsi di
dalam masyarakat, baik secara kekerasan maupun secara lisa. Kalau pemimpin
sudah menunjukkan keteladanan seperti itu, maka lambat laun korupsi yang kini
merajalela itu dapat dicegah secara berangsung-angsur. (3) Tindakan tegas
terhadap pelaku korupsi. Setiap pelaku korupsi harus ditindak tegas berdasarkan
hukum dan peraturan yang berlaku, tanpa memandang bulu. Siapa pun yang
melakukan tindakan demikian, termasuk pemimpin, penguasa, dan pelaksana serta
penegak hukum harus ditindak tegas dan dihukum menurut hukum dan peraturan yang
berlaku. Tindakan diskriminasi terhadap pelaku korupsi akan menimbulkan sikap apatis dari orang lain dalam ikut serta
mencegah tindakan korupsi itu.
Kita
menyadari bahwa penyakit korupsi di negara ini sudah menancap jauh ke dalam
sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Indikator yang paling kuat
adalah merajalelanya penyakit ini di kalangan masyarakat. Hampir-hampir tidak
diketahui lagi di mana ujung dan di mana pangkalnya, dan di mana harus dimulai
melakukan pencegahan dan terapinya, dan di mana pula harus berakhir. Keadaan
seperti ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Para
pemimpin dan penguasa harus melakukan tindakan memutuskan rantai tindakan
korupsi ini, dengan memulai pertama-tama dari dirinya sendiri. Kalau hal ini
dibiarkan terus, dikhawatirkan akan terjadi bencana yang amat dahsyat bagi
bangsa dan negara ini, yang tidak hanya mengenai orang-orang yang melakukan
tindakan korupsi, tetapi juga mereka yang tidak melakukan korupsi.
Ada dua hal terkait dengan
korupsi yang dianggap penting untuk dikemukakan. Pertama adalah tentang
munculnya mental korup. Kedua, cara mencegah korupsi, sebagaimana yang
telah dikemukakan di atas. Kedua hal tersebut saya rasa penting. Terkait dengan
persoalan pertama, yaitu munculnya mental korup. Kiranya kita sepakat bahwa
mental korup itu belum tentu dibawa oleh yang bersangkutan sejak mereka
mendapatkan pekerjaan di kantor itu. Pada umumnya para pegawai baru menyandang
idealisme yang tinggi. Di awal menerima status sebagai pegawai, mereka berniat
akan bekerja sejujur dan sebaik mungkin. Akan tetapi ternyata, karena ada
peluang, suasana yang memungkinkan, dan bahkan juga kultur yang mendukung, maka
penyakit itu bersemi dan tumbuh. Akhirnya mental korup itu berkembang, apalagi
tatkala mereka menempati tempat yang memungkinkan untuk melakukan kejahatan itu. Karena itu, praktek korupsi harus
dibabat karena di samping merugikan orang lain, juga sangat merugikan bagi
pelakunya. Na’uzubillah !
Manusia Terbaik Adalah Yang Bermanfaat terhadap Yang Lainnya