Oleh Azyumardi Azra Di tengah terus meningkatnya globalisasi dalam beberapa dasawarsa terakhir, kaum Muslim kian terbuka pada kehidupan multikultural. Pada satu pihak, di negara-negara berpenduduk mayoritas kaum Muslim, realitas multikultural itu meningkat dengan kian banyaknya para pendatang, baik imigran maupun ekspatriat multikultural. Gejala ini juga terlihat jelas di negara-negara di mana kaum Muslim merupakan penduduk minoritas meski mereka termasuk pribumi atau pendatang seperti terjadi di Eropa dan Amerika. Secara historis, kehidupan multikultural bukanlah sesuatu yang baru bagi kaum Muslim. Sejak masa awal Islam dan lebih khusus lagi pada masa pasca al-Khulafa al-Rasyidun, pertumbuhan kaum Muslim yang begitu cepat di berbagai wilayah dunia sekaligus merupakan pertemuan yang melibatkan akomodasi dan konflik dengan realitas lokal yang berkat kehadiran Islam dan kaum Muslim juga kian multikultural. Realitas ini terlihat kian jelas ketika kekuasaan politik yang melintasi berbagai wilayah budaya berada di tangan kaum Muslimin sejak Dinasti Umaiyah, Abbasiyah di Baghdad dan Andalusia, Usmani, Moghul, dan seterusnya sampai ke Asia Tenggara. Tetapi kaum Muslim sebagai minoritas di berbagai wilayah mancanegara tidak selalu mendapatkan perlakuan atas dasar-dasar multikultural seperti pengakuan untuk menjalankan Islam atas dasar respek dan toleransi. Dan, gejala yang tidak kondusif ini kian meningkat di berbagai negara Eropa, misalnya, ketika kaum Muslim menghadapi stigmatisasi dan diskriminasi. Bahkan, lebih dari itu, terjadi peningkatan sikap anti-Islam dan anti-Muslim dari masyarakat mayoritas, yang memiliki privelege sebagai 'pribumi'. Pengalaman kaum Muslim, baik sebagai mayoritas maupun minoritas hidup dalam lingkungan multikultural menjadi tema konferensi 'Muslims in Multicultural Societies' yang diselenggarakan Majelis Ugama Islam Singapore (MUIS) bekerja sama dengan Faculty of Oriental Studies, University of Oxford; National Centre for Excellence in Islamic Studies, University of Melbourne; dan Department of Malay Studies, National University of Singapore pada 14-15 Juli 2010 lalu. Konferensi yang dibuka Senior Minister (SM) Singapura Goh Chok Tong ini sepanjang pengetahuan saya merupakan forum cukup besar membahas kehidupan kaum Muslim dalam masyarakat multikultural secara relatif komprehensif. Dalam sambutannya, mantan PM Goh Chok Tong mengungkapkan, banyak hal tentang kehidupan kaum Muslim Singapura di tengah masyarakat multikultural; negara kota ini berpenduduk mayoritas keturunan Cina (75 persen), Melayu Muslim (14 persen), India dan lain-lain (11 persen). Dengan komposisi seperti itu, kehidupan multikultural Singapura membuat terjadinya berbagai macam 'penyesuaian', khususnya dalam kehidupan keagamaan. Misalnya, suara azan tidak lagi dipancarkan keluar masjid, karena dapat menimbulkan kebisingan ke dalam apartemen yang kian banyak. Penyesuaian juga berlaku bagi para penganut agama lain dalam penyelenggaraan ritual yang menyentuh ranah publik dan karena itu dapat menimbulkan gangguan tertentu. Kehidupan multikultural memang mengharuskan adanya tolak angsur-toleransi tanpa mengurangi makna agama dan tradisi masyarakat tertentu. Sikap seperti inilah yang dapat menciptakan harmoni dan kedamaian. Seperti diungkapkan Goh Chok Tong dalam kasus Singapura, kekacauan terjadi jika kelompok tertentu dengan melecehkan masyarakat atau pemeluk agama lain. Ia mengungkapkan kasus misionaris yang berusaha melakukan evangelisasi kepada anak-anak yang sedang bermain di lapangan terbuka; dan misionaris yang mengecilkan kepercayaan Budha dan Tao. Dan bagi Singapura, kasus-kasus semacam ini 'dengan mudah' dapat diselesaikan dengan adanya Akta Keamanan Dalam Negeri (ISA) yang bisa digunakan untuk menahan siapa saja yang dianggap menimbulkan kegaduhan. Tetapi, banyak negara lain tidak punya ketentuan semacam itu. Dalam diskusi pleno dalam konferensi itu bersama Tariq Ramadhan, saya mengungkapkan pengalaman Indonesia yang telah mencabut UU Anti-Subversi pada zaman Presiden BJ Habibie. Jika UU ini masih ada, boleh jadi juga ia dapat digunakan menghadapi kasus konflik dan pelecehan agama. Dengan tidak adanya lagi UU tersebut-walaupun masih ada UU lain dan ketentuan yang pada dasarnya mengatur hal-hal semacam ini-kedamaian dan harmoni dalam masyarakat multikultural Indonesia tetap sangat bergantung pada kesiapan dan kesediaan masing-masing dan setiap kelompok agama untuk tidak melakukan usaha dan tindakan agresif dalam menyebarkan agama. Penggunaan cara-cara tidak fair-yang terjadi bukan hanya di Singapura tadi, tapi juga sering berlaku di Indonesia-hanya berujung pada disharmoni, ketegangan, dan konflik, yang jika tidak ditangani baik dapat menghancurkan kehidupan multikultural yang harmonis dan damai. (Sumber http://www.uinjkt.ac.id/) Tulisan ini pernah dimuat di Republika, 22 Juli 2010 Penulis adalah Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta | | | |
Email: tafsirhadits@ymail.com / emand_99@hotmail.com
Sabtu, 07 Agustus 2010
Muslim dan Masyarakat Multikultural
Tidak Sah Pernikahan Gunakan Media Teleconference [Agama dan Pendidikan] Studi Banding Tentang Penerapan Hukum Syariah ke Mesir
MASALAH sah dan tidaknya nikah jarak jauh atau melalui media teleconference sebenarnya sudah lama menjadi pembicaraan serius. Ada yang menyatakan boleh dan ada pula yang menyatakan tidak sah. Dalam studi banding tentang penerapan hukum syariah ke Mesir yang dipimpin oleh Direktur Penerangan Agama Islam Drs H Ahmad Jauhari, bahwa lembaga Fatwa Mesir (Daar Al Ifta) telah memfatwakan masalah ternikahan menggunakan jarak jauh tersebut. Menurut Lembaga Fatwa Mesir, pernikahan melalui media teleconference atau nikah jarak jauh menggunakan teknologi informasi itu tidak sah. Karena tidak memenuhi persyaratan majelis akad nikah yaitu satu majelis.
Sementara dalam kaitan otoritas penetapan produk halal menjadi perhatian utama Pemerintah Mesir. Hal itu menjadi domainnya menteri perindustrian. Suatu produk dapat dinyatakan halal setelah mendapat lisensi dan bersertifikat halal dari Pemerintah. Mufti Mesir bekerja ekstra keras untuk menjawab persoalan-persoalan mutakhir yang muncul dan berkembang. Seperti halnya apakah bunga bank itu halal? Lembaga fatwa memberikan argumen bahwa penggunaan bank dalam berbagai aktifitas kemasyarakatan tidak dapat dihindari. Sehingga penggunaan bank menjadi sangat penting. Sehingga lembaga fatwa Mesir berpendapat penggunaan bank dengan segala fariannya adalah halal.
Suatu produk yang telah disertifikasi halal oleh pemerintah diadakan pemeriksaan dan pengawasan oleh pemerintah bersama mufti sebanyak tiga kali dalam setahun. Hal ini untuk menghindari kemungkinan adanya perubahan dalam proses produksi sehingga status halal yang sudah ditetapkan tetap terjaga.
Perkembangan mazhab fiqh
Mazhab fiqh di Mesir dapat berkembang dengan baik, meskipun dalam praktik sehari-hari sebagian besar warga Mesir mengikuti mazhab Syafiiyah. Dalam memutuskan persoalan-persoalan umat, terkadang Daar al-Ifta juga memakai pendapat-pendapat mazhab selain Syafiiyah. Hal ini menunjukkan fleksibilitas mufti dalam melihat pendapat imam mazhab, sehingga di dalam pengambilan pendapat hukum dapat menggunakan salah satu pendapat imam mazhab yang relatif dapat diterima masyarakat Mesir.
Dalam kunjungan tersebut, banyak informasi yang didapatkan dari hasil audiensi dengan Dubes Indonesia di Mesir, Abdurahman Fakhir, diantaranya tentang keberadaan warganegara Indonesia di Mesir. Mahasiswa Indonnesia yang belajar di Universitas Al-Azhar dan Universitas-universitas lainnya di Mesir kurang lebih berjumlah 5.000 orang.
Dubes menginformasikan bahwa Syekh Al-Azhar telah menghibahkan tanah di dalam lingkungan kampus Al-Azhar untuk dibangun asrama bagi mahasiswa asal Indonesia. Menurut Dubes, suasana di Mesir sangat kondusif bagi mahasiswa Indonesia yang belajar di sana, meskipun masih ditemui banyak mahasiswa kita yang lambat menyelesaikan masa perkuliahan di sana.
Tentang pembinaan dan pencatatan perkawinan di KBRI Mesir telah berjalan dengan baik. Tercatat kurang lebih 40 pasangan nikah di KBRI setiap tahun. Akad nikah Warganegara Indonesia di Mesir dipandu oleh konsuler mereka langsung mendapatkan buku nikah atau kutipan akta nikah sebagaimana layaknya pernikahan di Indonesia.
Sementara ketika berkunjung ke perpustakaan Alexandria atau perpustakaan Iskandariyah, delegasi Indonesia menyatakantakjub. Perpustakaan terbesar di Mesir itu sungguh indah, berada di tepi pandai dengan struktur bangunan menjorok ke permukaan laut. Sehingga perpustakaan yang didirikan pada awal abad ke-3 SM pada masa Pemerintahan Ptolemeus II dari Mesir (setelah Bapaknya mendirikan kuil Muses, Musaeum yang merupakan asal kata Museum) ini menjadi daya tarik tersendiri baik bagi para wisatawan maupun peneliti serta mahasiswa yang ingin mencari referensi di dalamnya. Perpustakaan ini diperkirakan menyimpan sekitar 400.000 sampai 700.000 naskah pada masa puncaknya.
Pada zaman dahulu, kota Alexandria (Iskandariyah) terkenal dengan bangunannya yang termasyhur namun sekarang sudah lenyap seperti Faros, mercusuar kuno yang konon tingginya mencapai 110 meter dan diangap sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia, dan makam Alexander yang Agung.
Dinasti Yunani, Ptolemeus mewarisi Mesir dari Alexander dan menguasai negeri itu sampai Caesar Octavianus Augustus mengalahkan Antonius dan Cleopatra pada tahun 30 SM. Dibawah Ptolemeus, Alexandria berubah secara drastis. Sesungguhnya, kota itu suatu masa menjadi pusat perdagangan dan budaya dunia, menurut Atlas of the Greek World. Pada puncak kejayaannya. Alexandria berpenduduk sekitar 600.000 jiwa. (sidik m nasir) Sumber http://www.hupelita.com/
Sementara dalam kaitan otoritas penetapan produk halal menjadi perhatian utama Pemerintah Mesir. Hal itu menjadi domainnya menteri perindustrian. Suatu produk dapat dinyatakan halal setelah mendapat lisensi dan bersertifikat halal dari Pemerintah. Mufti Mesir bekerja ekstra keras untuk menjawab persoalan-persoalan mutakhir yang muncul dan berkembang. Seperti halnya apakah bunga bank itu halal? Lembaga fatwa memberikan argumen bahwa penggunaan bank dalam berbagai aktifitas kemasyarakatan tidak dapat dihindari. Sehingga penggunaan bank menjadi sangat penting. Sehingga lembaga fatwa Mesir berpendapat penggunaan bank dengan segala fariannya adalah halal.
Suatu produk yang telah disertifikasi halal oleh pemerintah diadakan pemeriksaan dan pengawasan oleh pemerintah bersama mufti sebanyak tiga kali dalam setahun. Hal ini untuk menghindari kemungkinan adanya perubahan dalam proses produksi sehingga status halal yang sudah ditetapkan tetap terjaga.
Perkembangan mazhab fiqh
Mazhab fiqh di Mesir dapat berkembang dengan baik, meskipun dalam praktik sehari-hari sebagian besar warga Mesir mengikuti mazhab Syafiiyah. Dalam memutuskan persoalan-persoalan umat, terkadang Daar al-Ifta juga memakai pendapat-pendapat mazhab selain Syafiiyah. Hal ini menunjukkan fleksibilitas mufti dalam melihat pendapat imam mazhab, sehingga di dalam pengambilan pendapat hukum dapat menggunakan salah satu pendapat imam mazhab yang relatif dapat diterima masyarakat Mesir.
Dalam kunjungan tersebut, banyak informasi yang didapatkan dari hasil audiensi dengan Dubes Indonesia di Mesir, Abdurahman Fakhir, diantaranya tentang keberadaan warganegara Indonesia di Mesir. Mahasiswa Indonnesia yang belajar di Universitas Al-Azhar dan Universitas-universitas lainnya di Mesir kurang lebih berjumlah 5.000 orang.
Dubes menginformasikan bahwa Syekh Al-Azhar telah menghibahkan tanah di dalam lingkungan kampus Al-Azhar untuk dibangun asrama bagi mahasiswa asal Indonesia. Menurut Dubes, suasana di Mesir sangat kondusif bagi mahasiswa Indonesia yang belajar di sana, meskipun masih ditemui banyak mahasiswa kita yang lambat menyelesaikan masa perkuliahan di sana.
Tentang pembinaan dan pencatatan perkawinan di KBRI Mesir telah berjalan dengan baik. Tercatat kurang lebih 40 pasangan nikah di KBRI setiap tahun. Akad nikah Warganegara Indonesia di Mesir dipandu oleh konsuler mereka langsung mendapatkan buku nikah atau kutipan akta nikah sebagaimana layaknya pernikahan di Indonesia.
Sementara ketika berkunjung ke perpustakaan Alexandria atau perpustakaan Iskandariyah, delegasi Indonesia menyatakantakjub. Perpustakaan terbesar di Mesir itu sungguh indah, berada di tepi pandai dengan struktur bangunan menjorok ke permukaan laut. Sehingga perpustakaan yang didirikan pada awal abad ke-3 SM pada masa Pemerintahan Ptolemeus II dari Mesir (setelah Bapaknya mendirikan kuil Muses, Musaeum yang merupakan asal kata Museum) ini menjadi daya tarik tersendiri baik bagi para wisatawan maupun peneliti serta mahasiswa yang ingin mencari referensi di dalamnya. Perpustakaan ini diperkirakan menyimpan sekitar 400.000 sampai 700.000 naskah pada masa puncaknya.
Pada zaman dahulu, kota Alexandria (Iskandariyah) terkenal dengan bangunannya yang termasyhur namun sekarang sudah lenyap seperti Faros, mercusuar kuno yang konon tingginya mencapai 110 meter dan diangap sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia, dan makam Alexander yang Agung.
Dinasti Yunani, Ptolemeus mewarisi Mesir dari Alexander dan menguasai negeri itu sampai Caesar Octavianus Augustus mengalahkan Antonius dan Cleopatra pada tahun 30 SM. Dibawah Ptolemeus, Alexandria berubah secara drastis. Sesungguhnya, kota itu suatu masa menjadi pusat perdagangan dan budaya dunia, menurut Atlas of the Greek World. Pada puncak kejayaannya. Alexandria berpenduduk sekitar 600.000 jiwa. (sidik m nasir) Sumber http://www.hupelita.com/
Bulan Pernikahan
| | |
Oleh: Komaruddin Hidayat | |
|
Senin, 02 Agustus 2010
Pendidikan Anak
Ketetapan MPR No. IV/MPR/1978 Mengamanatkan bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan didalam rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara orang tua, masyarakat dan pemerintah.
Pendidikan dalam lingkungan rumah tangga yang merupakan tanggung jawab orang tua, berlangsung melalui proses pembiasaan dan contoh teladan terutama dalam menanamkan nilai-nilai agama kepada anak-anaknya. Dalam hal ini, orang tua harus memperhatikan bagaimana timbulnya kepercayaan Agama dan faktor mempengaruhi perkembangan agama pada anak-anaknya, karena jika anak-anak itu dibiarkan saja tanpa pendidikan Agama dan hidup dalam lingkungan tidak beragam, ia akan menjadi dewasa tanpa agama. Setiap kepala keluarga mempunyai tugas dan tanggung jawab yang cukup berat dalam membina anak-anak dan rumah tangganya.
Anak adalah titipan tuhan yang wajib dibina dan dipelihara. Dalam hal ini, orang tua sebagai pemegang tanggung jawab haruslah betul-betul melaksankan kewajiban tersebut. Apabila kewajiban tersebut dilalaikan, maka dosa yang akan menjadi balasannya. Untuk itulah, orang tua memiliki fungsi dan peranan yang sangat penting dalam perkembangan kepribadian anak, sangat ditentukan oleh pendidikan yang diberikan oleh orang tua di rumah.
Lingkungan keluarga adalah lingkungan pertama yang dikenal oleh anak. Awalnya anak melakukan interaksi dengan orang tua. Jadi hendaknyalah orang tua mewarnai anak dengan nilai-nilai agama sejak usia dini, sebab jika kita sebagai orang tua membiarkan anak hidup dalam lingkungan pergaulan tanpa kontrol dan perhatian, maka anak tersebut akan tumbuh menjadi anak tanpa nilai-nilai relegi, sedangkan nilai-nilai relegi adalah suatu potensi yang dibawah oleh setiap manusia yang harus dikembangkan demi terpeliharanya diri dan jiwa dari perbuatan-perbuatan yang melanggar agama, sebab nilai-nilai agama yang baik membawa ketentraman jiwa.
Pada umumnya, agama seseorang ditentukan oleh pendidikan, pengalaman dan latihan yang dilalauinya pada masa kecilnya dulu. Jika seseorang pada waktu kecilnya tidak pernah mendapat didikan agama, maka pada masa dewasanya nanti ia akan merasakan pentingnya agama dalam hidupnya, lain halnya dengan orang yang diwaktu kecilnya mempunyai pengalamn-pengalaman ibadah, agama, misalnya ibu bapaknya orang yang tahu beragama, ditambah pula dengan pendidikan agama secara sengaja dirumah, sekolah dan masyarakat. Maka orang itu dengan sendirinya mempunyai kecenderungan kepada hidup dalam aturan-aturan agama, terbiasa menjalankan ibadah, takut melangkahi larangan-larangan agama dan dapat merasakan nikmatnya hidup beragama.
Mendidik anak adalah kewajiban orang tua, terutam tentang pendidikan agama dengan nilai-nilai ajaran islam, sebagai Firman Allah dalam surat Luqman ayat 13 yang berbunyi :
“Dan (ingatlah) ketika luqman berkata kepada anaknya, diwaktu dia memberi pelajaran kepada anaknya : “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah sesungguhnya mempersekutukan Allah dalah benar-benar kezaliman yang besar”.
Disamping itu, orang tua harus menjelaskan kepada anaknya bahwa Allah SWT, memberikan kepada manusia untuk mengetahui segala sesuatu dialam ini. Dalam kaitan inilah orang tua sangat berperan dalam pendidikan anak-anaknya, karena dengan pendidikan manisia bisa mencapai kehidupan yang lebih baik dan merupakan modal keselamatan di dunia dan akhirat kelak.
Langganan:
Postingan (Atom)