“Kembali kepada Al-Qur’an” adalah prinsip yang indah nan
ideal. Kembali kepada Al-Qur’an, secara sederhana dapat dimaknai sebagai
kembali kepada “hukum Tuhan”. Dan umat manakah yang tidak ingin berpegang pada
Kitab Sucinya, kepada hukum Tuhannya?
Sayangnya banyak Muslim yang tidak mengerti batas-batas
prinsip ideal ini. Lebih tragis lagi, sebagian kalangan justru menyelewengkan
slogan “Kembali kepada Al-Qur’an” untuk mengeroposkan legitimasi umat terhadap
para ulama. Ada diantara mereka yang enggan mengikuti imam empat dan menganggap
para imam itu sebagai kompetitor bagi syari’at Rasulullah SAW (hal.18). Dengan
“kembali kepada Al-Qur’an” mereka mengajak orang-orang awam melepaskan diri
dari madzhab, untuk dengan “nekat” menggali hukum-hukum sendiri. Dengan slogan
menggiurkan itu, mereka mencaci orang yang taklid sebagai “orang yang tidak
mengikuti salafu shalih”, sebagai “ahli bid’ah”, bahkan sebagai “orang yang
tidak berada di jalan orang-orang beriman”.
Buku ini berhasil membongkar kerancuan argumen para
penganjur anti-madzhab yang dipelopori kalangan wahabi. Bahwa fenomena taklid
yang mereka caci adalah sesuatu yang natural, yang sudah muncul sejak generasi
pertama umat ini. Bahwa bermadzhab adalah diperbolehkan, bahkan merupakan
sebuah keniscayaan. Dan bahwa “kembali kepada Al-Qur’an” yang mereka gemborkan
tidak lain hanyalah propaganda yang dibaliknya tersembunyi maksud dan tujuan
tertentu.
Dalam buku ini, Dr Said Ramadhan Al-Buthi memaparkan
ringkasan isi “buku propaganda al-Kurras” berjudul “Hal al-Muslim Mulzam
bit-Tiba’i Madzhab Mu’ayyan (Apakah Seorang Muslim Wajib Mengikuti Madzhab
Tertentu)” karangan Muhammad Sulthan al-Ma’shumi al-Khajnadi dan 7 argumen
penyanggahnya. Pertama mengenai pernyataan dalam buku kurras yang menyatakan
bahwa hukum Islam sedikit jumlahnya. Al-Buthi menyanggah hal tersebut dengan
fenomena banyaknya kitab hadist semisal Shahih Bukhari tidak akan membeberkan
ribuan hadist yang membahas berbagai hukum terkait kehidupan seorang Muslim.
Dan Rasulullah pun tidak akan duduk berjam-jam hingga kelelahan untuk mengajari
utusan Tsaqif tentang hukum-hukum Islam dan kewajiban-kewajiban yang dibebankan
Allah kepada mereka setiap hari.
Kedua tentang Al-Qur’an yang ma’shum sementara Imam Madzhab
tidak ma’shum. Ketiga, Al-kurras mengatakan bahwa di dalam kubur, seseorang
tidak akan ditanya tentang madzhabnya. Keempat, sanggahan terhadap statemen
dari ad-Dahlawi dalam kitab al-Inshaf. Kelima, Nukilan dari ‘Izzudin, Ibn
al-Qayyim, dan Kamaluddin ibn al-Hamam. Keenam, kemunculan madzhab empat
disebabkan intrik politik. Ketujuh, penjelasan mengenai cara bertaqlid
orang-orang dahulu. Ketujuh argumen sanggahan tersebut disampaikan oleh
al-Buthi dengan bahasa yang komunikatif.
Dalam bab selanjutnya, Ramadhan Al-Buthi memberikan
pemahaman yang komprehenship tentang maksud dari taklid. Ia menghawatirkan
jikalau semua orang terjerumus ke dalam paham anti madzhab. “Jika kita
berpaling dari khazanah fikih yang ada kepada segolongan orang yang sombong dan
berpendapat bahwa ijtihad berlaku untuk semua orang, bangunan fikih yang
tadinya sudah berdiri akan dihancurkan oleh angin ribut; menjadi puing-puing
yang berserakan di sana-sini. Itulah imbas dari kepongahan-kepongahan (mereka
yang membawa) metode syari’at yang aneh” katanya.
Sebagai pelengkap, Al-Buthi juga mencantumkan ringkasan
debatnya dengan tokoh penganjur anti-madzhab dalam halaman akhir. Lebih
lengkapnya, Al-Buthi juga memberikan tanggapan terhadap buku yang mengkritisi
buku beliau ini, yaitu buku karangan Sayyid Muhammad ‘Id ‘Abbasi dengan judul
al-Madzhabiyyah al-Muta’ashshibah Hiya al-Bid’ah (bermadzhab secara fanatik
adalah bid’ah).
Penulis sendiri (Ramadhan Al-Buthi) telah menulis 40 lebih
karya tulis. Ia dikenal sebagai salah seorang pemikir Islam yang mempertahankan
manhaj Ahlusunnah wal Jama’ah (madzhab empat dan akidah asy-ariyyah). Karena
kegigihannya membela Ahlussunnah wal jama’ah, beliau mendapat tantangan keras
dari aliran-aliran Islam lainnya, termasuk juga yang paling keras adalah dari
kaum Salafi. Dua karya pertamanya, as-Salafiyyah dan al-Lamadzhabiyyah,
melambungkan namanya sebagai salah satu ulama garda depan pembela Ahlussunnah
(hal. 219-220).
Walhasil, buku ini sangat cocok untuk memahami perdebatan
seputar taklid dan paham anti madzhab sebagai wacana dasar orang beragama
Islam. Dan juga cocok untuk menjadi pijakan argumen bagi mereka yang memegang
paham bermadzhab.
Judul buku: Menampar Propaganda “Kembali Kepada Al-Qur’an”;
Keruntuhan Argumentasi Paham Anti Madzhab Dan Anti Taqlid
Pengarang: Dr M Sa’id Ramadhan al-Buthi
Penerbit: Pustaka Pesantren
Cetakan: I, 2013
Tebal: 220 hal.
ISBN: 979-98452-1-1
Peresensi: M Ihtirozun Ni’am, Mahasiswa Program Beasiswa
Santri Berprestasi Kementrian Agama RI di IAIN Walisongo Semarang, Anggota
Farabi Institut
Manusia Terbaik Adalah Yang Bermanfaat terhadap Yang Lainnya