MENATA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
(Sebuah Upaya Menuju Pendidikan yang Memberdayakan)
Oleh: Sulaiman Ibrahim
Abstrak
Pendidikan kita dalam era reformasi menghadapi dua tuntutan sekaligus. Pertama, tuntutan masyarakat terhadap mutu pendidikan kita yang rendah, dan Kedua belum relevannya pendidikan dengan tuntutan perkembangan masyarakat. Sejalan dengan itu pendidikan nasional menghadapi masalah memasuki era globalisasi yaitu era dunia terbuka. Di dalam kaitan ini, kemampuan bangsa kita masih belum memadai di dalam rangka kerja sama dan juga persaingan dengan bangsa-bangsa yang lain. Kedua masalah ini, sekaligus harus dapat diatasi dalam rangka untuk meningkatkan kualitas yang memberdayakan manusia Indonesia.
Kata kunci: Menata, Pendidikan Islam, Memberdayakan
Pendahuluan
Berbicara seputar pendidikan Islam, berarti membuka suatu persoalan yang mempunyai ranah demikian luas. Pembicaraannya bisa mengambil ranah filosofis, institusi serta perkembangannya dalam konteks sosio-historis, politis, dan kultural. Ini semua mencerminkan bahwa pendidikan Islam merupakan topik klasik, tapi sekaligus aktual untuk terus diperbincangkan. Apalagi, pendidikan sebagai aktivitas pengajaran yang berlangsung di mana pun dan kapan pun serta mempunyai kedudukan yang sangat sentral dalam kehidupan manusia.
Islam termasuk salah satu agama yang sangat menekankan dan mengapresiasi tinggi terhadap pendidikan. Dalam al-Qur’an banyak sekali ayat yang secara langsung maupun tidak langsung berbicara tentang pendidikan. Wahyu yang diturunkan pertama pada Nabi Saw. adalah surat al-'Alaq ayat 1-5, penuh muatan pendidikan yang sangat mendasar. Dalam surat ini tampak jelas, tegas, dan lugas perintah membawa (iqra') dari Allah kepada Nabi. Membaca secara harfiah maupun maknawiyah merupakan aktivitas pendidikan yang sangat penting. Sementara itu, dalam diri Nabi sendiri memberikan keteladanan yang demikian agung dalam pendidikan. Nabi Saw. dikenal sebagai manusia yang tak pernah henti melakukan perenungan terhadap situasi kemanusiaan yang dijumpainya. Dalam diri Nabi juga terkandung nilai-nilai luhur dalam akhlak. Penting juga dikemukakan bahwa Nabi merupakan contoh manusia yang mengalami proses pendidikan dalam pengertian yang seluas-luasnya yaitu belajar di sekolah tanpa dinding (school without wall). (Republika, Rabu, 17 Maret 2004).
Setiap kegiatan pendidikan perlu melaksanakan langkah-langkah strategis yang diorientasikan kepada formulasi visi dan misi dalam usaha untuk mencapai tujuan dan harapan secara efektif dan efisien bagi setiap organisasi, departemen, madrasah, dan lain sebagainya. Ahmad Sutarmadi mengemukakan pendapat seorang filosof terkenal, bahwa kekuatan terbesar yang dapat membawa kemajuan dalam kehidupan manusia, adalah keinginan dan harapan yang sangat besar yang hidup dan dimiliki oleh masyarakat. Mereka menyadari, bahwa tidak ada satupun yang dapat menghalangi gelombang besar yang berupa idiologi yang hidup dalam masyarakat, idiologi itulah visi. Dengan visi yang tepat, suatu organisasi dapat bergerak maju menuju masa depan yang gemilang, dan gerakan tersebut menyebabkan organisasi itu berkembang, dan perkembangan itu akan membuat organisasi berproses mendapatkan jati dirinya dan memiliki pendukung fanatik. (A. Sutarmadi, 2002: 3). Pernyataan diatas memberikan arti betapa pentingnya visi serta misi dalam sebuah organisasi.
Permasalahan pendidikan di Indonesia secara umum, di identifikasi ke dalam empat masalah pokok, yaitu menyangkut masalah: kualitas, relevansi, elitisme, dan manajemen. Berbagai indikator kuantitatif dikemukakan berkenaan dengan keempat masalah di atas, antara lain analisis komparatif yang membandingkan situasi pendidikan antara negara di kawasan Asia. Keempat masalah tersebut merupakan masalah besar, mendasar, dan multidimensional, sehingga sulit dicari ujung pangkal pemecahannya (Tilaar, 1991). Permasalahan ini terjadi pada pendidikan secara umum di Indonesia, termasuk pendidikan Islam yang dinilai justru lebih besar problematikanya.
Pendidikan merupakan kegiatan yang bersifat sosial kemasyarakatan. Keadaannya selalu berbeda-beda sesuai dengan perbedaan corak, sifat dan kebudayaan yang berkembang di masyarakat tersebut, ”Falsafah al-Tarbiyah al-Islamiyah, fi al-Quran al-Karim,” (al-Ainain, 1980: 37) seluruh atas dasar ini, disepakati oleh akte pendidikan bahwa sistem serta tujuan pendidikan bagi suatu masyarakat atau negara tidak dapat diimpor atau di ekspor dari atau ke suatu negara atau masyarakat. Ia harus timbul dalam masyarakat itu sendiri. Ia adalah pakaian yang harus diukur dan dijahit sesuai dengan bentuk dan ukuran pemakainya berdasarkan identitas, pandangan hidup serta nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat atau negara tersebut. ’Membumikan al-Qur’an’, (Quraish Shihab, 1992: 175)
(Ingin mendapatkan makalah ini dengan lengkap hub. emand_99@hotmail.com)