Oleh: Imam Nur Suharno
Dikisahkan bahwa malaikat
maut (Izrail) bersahabat dengan Nabi Ya’kub AS. Suatu ketika Nabi
Ya’kub berkata kepada malaikat maut. Aku menginginkan sesuatu yang harus
kamu penuhi sebagai tanda persaudaraan kita.
Apakah itu? tanya
malaikat maut. Jika ajalku telah dekat, beri tahu aku. Malaikat maut
berkata, Baik aku akan memenuhi permintaanmu, aku tidak hanya akan
mengirim satu utusanku, namun aku akan mengirim dua atau tiga utusanku.
Setelah mereka bersepakat, mereka kemudian berpisah.
Setelah
beberapa lama, malaikat maut kembali menemui Nabi Ya’kub. Kemudian, Nabi
Ya’kub bertanya, Wahai sahabatku, apakah engkau datang untuk berziarah
atau untuk mencabut nyawaku?
Aku datang untuk mencabut nyawamu.
Jawab malaikat maut. Lalu, mana ketiga utusanmu? tanya Nabi Ya’kub.
Sudah kukirim. Jawab malaikat, Putihnya rambutmu setelah hitamnya,
lemahnya tubuhmu setelah kekarnya, dan bungkuknya badanmu setelah
tegapnya. Wahai Ya’kub, itulah utusanku untuk setiap bani Adam.
Kisah
tersebut di atas mengingatkan tentang tiga tanda kematian yang akan
selalu menemui kita, yaitu memutihnya rambut; melemahnya fisik, dan
bungkuknya badan. Jika ketiga atau salah satunya sudah ada pada diri
kita, itu berarti malaikat maut telah mengirimkan utusannya. Karena itu,
setiap Muslim hendaknya senantiasa mempersiapkan diri untuk menghadapi
utusan tersebut.
Kematian adalah kepastian yang akan dialami oleh
setiap manusia sebagaimana yang telah ditegaskan dalam firman Allah
SWT, Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. (QS Ali Imran [3]:
185).
Karena itu, kita berharap agar saat menghadapi kematian
dalam keadaan tunduk dan patuh kepada-Nya. Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan
janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.
(QS Ali Imran [3]: 102).
Tidaklah terlalu penting kita akan mati,
tapi yang terpenting adalah sejauh mana persiapan menghadapi kematian
itu. Rasulullah SAW mengingatkan agar kita bersegera untuk menyiapkan
bekal dengan beramal saleh. Bersegeralah kamu beramal sebelum datang
tujuh perkara: kemiskinan yang memperdaya, kekayaan yang menyombongkan,
sakit yang memayahkan, tua yang melemahkan, kematian yang memutuskan,
dajjal yang menyesatkan, dan kiamat yang sangat berat dan menyusahkan.
(HR Tirmidzi).
Bekal adalah suatu persiapan, tanpa persiapan tentu
akan kesulitan dalam mengarungi perjalanan yang panjang dan melelahkan.
Oleh karena itu, Berbekallah, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah
takwa. (QS Al-Baqarah [2]: 197).
Sumber: www.republika.co.id
Manusia Terbaik Adalah Yang Bermanfaat terhadap Yang Lainnya
Email: tafsirhadits@ymail.com / emand_99@hotmail.com
Minggu, 24 Juni 2012
Money Politics: Tiga Dosa yang tak akan Diampuni Allah Swt
Oleh: Prof Dr KH Ali Mustafa Yaqub MA
Dalam ajaran Islam ada beberapa dosa yang tidak akan diampuni oleh Allah SWT, kecuali apabila yang bersangkutan bertobat sebelum meninggal dunia. Dosa-dosa tersebut, antara lain, pertama, dosa syirik, yaitu berkeyakinan bahwa selain Allah SWT memiliki kemampuan seperti Tuhan (syirik akidah) serta beribadah (tunduk dan taat) kepada selain Allah (syirik ibadah).
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS an-Nisa [4]: 48).
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia dan Dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” (QS an-Nisa [4]: 116).
Kedua, dosa memberitahukan maksiat yang ia lakukan sendiri. “Semua umatku dimaafkan kecuali orang-orang Mujahir (Mujahir adalah orang yang melakukan maksiat kemudian ia memberitahukannya kepada orang lain).” (HR Muslim).
Ketiga, dosa akibat melakukan suap (money politics). “.... Orang yang membaiat (memilih pemimpin), tetapi dia tidak mau memilihnya kecuali karena materi duniawi. Apabila pemimpin tadi memberinya materi duniawi maka ia akan memilihnya dan apabila tidak diberi materi, ia tidak akan memilihnya.” (HR Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasai, dan Ibnu Majah).
Dalam kamus politik, materi duniawi itu disebut dengan istilah money politics, kendati hal itu tidak selamanya berupa uang. Menurut Imam Muhammad A’llan (w. 1057 H) dalam kitab Dalîl al-Fâlihîn menyatakan, dosa besar adalah dosa yang disertai ancaman hukuman di dunia dan atau siksa di akhirat, maka memberikan dan atau menerima money politics termasuk dosa besar.
Menurut imam Abd al-Rauf al-Minawi (w.1031 H) penulis kitab Faid al-Qadîr, yang dimaksud dengan Allah tidak menyucikan dosa tiga orang adalah Allah tidak akan mengampuni dosa-dosa mereka.
Karena itu, perbuatan money politics merupakan dosa besar yang tidak akan diampuni Allah SWT, kecuali yang bersangkutan bertobat sebelum ia meninggal dunia dan tobatnya diterima Allah SWT.
Perilaku money politics, tidak hanya haram dilakukan oleh penerimanya, tetapi juga yang memberi dan atau sebuah tim sukses yang membagi-bagikan uang tersebut. Hal ini berdasarkan kaidah fikih (hukum Islam), “Apa yang haram diambil juga haram diberikan.”
Dalam hadis di atas, Nabi SAW menyebutkan kata imam (pemimpin) dan tentu yang dimaksud di sini bukan imam shalat, tetapi pemimpin kemasyarakatan, baik itu kepala negara, kepala daerah, kepala organisasi massa, maupun wakil-wakil rakyat. Karenanya, apabila kita hendak selamat dari ancaman-ancaman tersebut maka kita harus menghindari perilaku money politics, baik memberikan, menerima, maupun membagi-bagikan.Manusia Terbaik Adalah Yang Bermanfaat terhadap Yang Lainnya.
Sumber: www.republika.co.id
Dalam ajaran Islam ada beberapa dosa yang tidak akan diampuni oleh Allah SWT, kecuali apabila yang bersangkutan bertobat sebelum meninggal dunia. Dosa-dosa tersebut, antara lain, pertama, dosa syirik, yaitu berkeyakinan bahwa selain Allah SWT memiliki kemampuan seperti Tuhan (syirik akidah) serta beribadah (tunduk dan taat) kepada selain Allah (syirik ibadah).
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS an-Nisa [4]: 48).
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia dan Dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” (QS an-Nisa [4]: 116).
Kedua, dosa memberitahukan maksiat yang ia lakukan sendiri. “Semua umatku dimaafkan kecuali orang-orang Mujahir (Mujahir adalah orang yang melakukan maksiat kemudian ia memberitahukannya kepada orang lain).” (HR Muslim).
Ketiga, dosa akibat melakukan suap (money politics). “.... Orang yang membaiat (memilih pemimpin), tetapi dia tidak mau memilihnya kecuali karena materi duniawi. Apabila pemimpin tadi memberinya materi duniawi maka ia akan memilihnya dan apabila tidak diberi materi, ia tidak akan memilihnya.” (HR Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasai, dan Ibnu Majah).
Dalam kamus politik, materi duniawi itu disebut dengan istilah money politics, kendati hal itu tidak selamanya berupa uang. Menurut Imam Muhammad A’llan (w. 1057 H) dalam kitab Dalîl al-Fâlihîn menyatakan, dosa besar adalah dosa yang disertai ancaman hukuman di dunia dan atau siksa di akhirat, maka memberikan dan atau menerima money politics termasuk dosa besar.
Menurut imam Abd al-Rauf al-Minawi (w.1031 H) penulis kitab Faid al-Qadîr, yang dimaksud dengan Allah tidak menyucikan dosa tiga orang adalah Allah tidak akan mengampuni dosa-dosa mereka.
Karena itu, perbuatan money politics merupakan dosa besar yang tidak akan diampuni Allah SWT, kecuali yang bersangkutan bertobat sebelum ia meninggal dunia dan tobatnya diterima Allah SWT.
Perilaku money politics, tidak hanya haram dilakukan oleh penerimanya, tetapi juga yang memberi dan atau sebuah tim sukses yang membagi-bagikan uang tersebut. Hal ini berdasarkan kaidah fikih (hukum Islam), “Apa yang haram diambil juga haram diberikan.”
Dalam hadis di atas, Nabi SAW menyebutkan kata imam (pemimpin) dan tentu yang dimaksud di sini bukan imam shalat, tetapi pemimpin kemasyarakatan, baik itu kepala negara, kepala daerah, kepala organisasi massa, maupun wakil-wakil rakyat. Karenanya, apabila kita hendak selamat dari ancaman-ancaman tersebut maka kita harus menghindari perilaku money politics, baik memberikan, menerima, maupun membagi-bagikan.Manusia Terbaik Adalah Yang Bermanfaat terhadap Yang Lainnya.
Sumber: www.republika.co.id
Langganan:
Postingan (Atom)