Email: tafsirhadits@ymail.com / emand_99@hotmail.com

Powered By Blogger

Jumat, 28 Desember 2012

RESOLUSI TAHUN BARU 2013

Tahun 2012 sebentar lagi akan meninggalkan kita, dan kita semua akan menjalani tahun yang baru, tahun 2013. Tidak terasa, setahun sudah kita melewati hari-hari dalam tahun ini. Banyak sudah hal-hal yang kita lakukan dan jalankan. Ada yang berjalan dengan baik, ada juga yang kurang atau tidak berjalan dengan baik, atau bahkan terkatung-katung di tengah jalan. Namun, sudah menjadi tradisi, kebanyakan dari orang-orang dari kalangan manapun pasti mempunyai tekad beresolusi di tahun yang baru ini. Seperti metamorfosanya ulat menjadi kupu-kupu. Saatnya kita melakukan intropeksi (muhasabah) agar kita bisa menjadikan esok yang membuahkan harapan yang lebih baik.
Pertama, melakukan review terhadap rencana-rencana yang sudah kita buat. Seyogyanya setiap awal tahun kita membuat rencana-rencana yang matang tentang apa yang akan kita lakukan selama setahun ke depan. Rencana-rencana yang sudah kita buat secara detail kita review terus menerus secara berkala, misalnya sebulan sekali sehingga kita bisa melihat apa yang belum kita lakukan dan apa yang sudah kita lakukan. Dengan rencana yang detail tersebut kita juga bisa melakukan evaluasi mengapa sebuah rencana bisa berjalan dengan baik dan mengapa rencana lain tidak berjalan. Apa yang terjadi dengan hal tersebut, apa yang perlu dikurangi dan apa yang perlu ditambah. Dengan adanya review, semakin bisa menambah kualitas rencana kita untuk bisa mencapai apa yang sudah kita targetkan. Cobalah kita lihat satu persatu, mengapa rencana-rencana tersebut gagal. Banyak faktor yang mungkin bisa kita list dan jadikan pelajaran agar faktor-faktor tersebut bisa kita prediksi dan awasi di tahun-tahun mendatang sehingga tidak terjadi lagi. Tidak perlu menyesal berkepanjangan, tugas kita adalah bertekad agar kita tidak mengulangi lagi kesalahan-kesalahan yang kita lakukan.
Hal kedua, adalah harapan dan rencana satu tahun ke depan. Kita mesti punya cita-cita, harapan, dan target satu tahun ke depan seperti apa. Mungkin masing-masing kita sudah punya rencana ke depan dan keinginan kita masing-masing. Yang sering terlupa, kita tidak memikirkan bagaimana kita akan mencapai target-target tersebut, dan bagaimana menuliskannya secara detail. Dengan menuliskan secara detail apa saja yang perlu dilakukan, kita akan lebih mudah mengontrol apa yang akan kita kerjakan. Dengan demikian, hidup kita akan jauh lebih mudah untuk dikelola, berapapun pekerjaan yang kita miliki. Kita tidak lagi disibukkan oleh berbagai persoalan karena tidak bisa mengatur waktu dengan baik. Karena itu, jika hal itu belum dilakukan, mulailah merenung, ambil kertas, detailkan rencana tahunan kita. Jangan sampai hidup kita terbuang sia-sia, bukan karena kita tidak bekerja keras, tetapi karena kita tidak bisa mengatur waktu….Top of Form Wallahu A’lam.
Bottom of Form


Manusia Terbaik Adalah Yang Bermanfaat terhadap Yang Lainnya

Menag: Terjemahan Al Qur’an Dalam Bahasa Lokal Memiliki Peran Penting dan Strategis

Jakarta, (19/12) – Dengan jumlah penduduk lebih dari 241 juta jiwa, 1.128 suku bangsa dan ratusan bahasa lokal membuat Indonesia begitu heterogen.  Dari data tersebut, dicermati bahwa banyak diantaranya tidak mampu berkomunikasi dalam bahasa Indonesia,  namun mereka masih bertutur dalam bahasa lokal.
Dalam acara Launching Thesaurus Manuskrip Keagamaan Nusantara dan Terjemahan Al Quran Bahasa Makassar-Kaili dan Sasak, di auditorium Kemenag Jl.MH.Thamrin No.6, Jakarta, Rabu (19/12), Menteri Agama Suryadharma Ali menilai bahwa terjemahan Al Qur’an dalam bahasa lokal memiliki peran penting dan strategis paling tidak terjemahan dapat memberikan beberapa manfaat yaitu pertama berupa layanan keagamaan lokal sehingga meningkatkan pemahaman dalam bidang agama.  Kedua, terjemahan memainkan peran dalam pelestarian budaya lokal sehingga budaya lokal tersebut terpelihara dan terjaga nilai-nilai luhurnya.
Berkaitan dengan bahasa lokal, upaya Badan Litbang dan Diklat melalui Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan patut diacungi jempol.  Selain berperan dalam meningkatkan pemahaman isi Al Qur’an, terjemahan dalam bahasa lokal juga turut melestarikan identitas kesukuan karena daerah yang kehilangan bahasa lokalnya otomatis kehilangan identitas kesukuannya.  (RPS)

 Sumber: http://balitbangdiklat.kemenag.go.id


Manusia Terbaik Adalah Yang Bermanfaat terhadap Yang Lainnya

Selasa, 25 Desember 2012

Guru dan Kurikulum 2013

Ada empat aspek yang harus diberi perhatian khusus dalam rencana implementasi dan keterlaksanaan kurikulum 2013. Apa saja?   
Pertama, kompetensi guru dalam pemahaman substansi bahan ajar (baca: kompetensi pedagogi/akademik).  Didalamnya terkait dengan metodologi pembelajaran, yang nilainya pada pelaksanaan uji kompetensi guru (UKG) baru mencapai rata-ratanya 44,46.
Kedua, kompetensi akademik (keilmuan), ini juga penting, karena guru sesungguhnya memiliki tugas untuk bisa mencerdaskan peserta didik dengan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya, jika guru hanya menguasai metode penyampaiannya tanpa kemampuan akademik yang menjadi tugas utamanya, maka peserta didik tidak akan mendapatkan ilmu pengetahuan apa-apa.
Ketiga, kompetensi sosial. Guru harus juga bisa dipastikan memiliki kompetensi sosial, karena ia tidak hanya dituntut cerdas dan bisa menyampaikan materi keilmuannya dengan baik, tapi juga dituntut untuk secara sosial memiliki komptensi yang memadai. Apa jadinya seorang guru yang asosial, baik terhadap teman sejawat, peserta didik maupun lingkungannya.
Keempat, kompetensi manajerial atau kepemimpinan. Pada diri gurulah sesungguhnya terdapat teladan, yang diharapkan dapat dicontoh oleh peserta didiknya.
Guru sebagai ujung tombak penerapan kurikulum, diharapkan bisa menyiapkan dan membuka diri terhadap beberapa kemungkinan terjadinya perubahan.
Kesiapan guru lebih penting dari pada pengembangan kurikulum 2013. Kenapa guru menjadi penting? Karena dalam kurikulum 2013, bertujuan mendorong peserta didik, mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan (mempresentasikan), apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran.
Melalui empat tujuan itu diharapkan siswa memiliki kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif.
Disinilah guru berperan besar didalam mengimplementasikan tiap proses pembelajaran pada kurikulum 2013. Guru ke depan dituntut tidak hanya cerdas tapi juga adaptip terhadap perubahan.
Manusia Terbaik Adalah Yang Bermanfaat terhadap Yang Lainnya

ANATOMI PROBLEM KURIKULUM DI PTAI

H. Arief Furqan, MA, PhD.
Pendahuluan
Dari beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas lulusan suatu lembaga pendidikan, barangkali kurikulumlah yang bisa dianggap menjadi prioritas utama untuk diperhatikan. Hal ini tidak lain karena kurikulum merupakan rencana pendidikan yang akan diberikan kepada mahasiswa. Bahkan dalam pengertian lebih luas, keberadaan kurikulum tidak saja terbatas pada materi yang akan diberikan di dalam ruang kuliah, melainkan juga meliputi apa saja yang sengaja diadakan atau ditiadakan untuk dialami mahasiswa di dalam kampus. Oleh karena itu, posisi kurikulum menjadi mata rantai yang urgen dan tidak dapat begitu saja dinafikan dalam konteks peningkatan kualitas perguruan tinggi.
Karena ibarat orang membangun, kurikulum adalah 'blue print' (gambar cetak biru) nya. Blue print ini harus jelas bagi semua fihak yang terkait, meliputi; arsitek yang menggambar, pemilik rumah yang akan membiayai proyek pembangunan rumah tersebut, dan pemborong serta para tukang yang akan membangun rumah. Tidak boleh ada perbedaan persepsi di antara fihak-fihak terkait mengenai bagaimana bentuk akhir rumah tersebut berdasarkan blue print itu. Apabila terjadi perbedaan persepsi di antara fihak fihak tersebut, pastilah akan terjadi kesalahfahaman dan kekecewaan, terutama di fihak pemilik rumah yang telah mengeluarkan uang untuk proyek tersebut.
Dari sudut pandang ekonomi, lembaga pendidikan yang memungut biaya (berupa SPP atau lainnya) dapat dianggap sebagai lembaga penjual jasa, yaitu jasa layanan pendidikan. Dalam hal ini, kurikulum itulah yang ditawarkan untuk 'dijual' kepada masyarakat. Apabila pengelola lembaga pendidikan tersebut menginginkan agar lembaga pendidikannya diminati masyarakat, maka mereka harus membuat kurikulum yang menarik dan dianggap dapat memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat. Tentu saja, kurikulum bukanlah satu-satunya daya tarik. Karena apalah artinya kurikulum yang baik, par exellence kalau dosennya (tukangnya) kurang mampu mewujudkan kurikulum tersebut dalam lapangan empiric (kenyataan). Begitupula kurikulum akan tidak banyak mempunyai arti (meaningless) kalau sarana pendidikannya (alat pertukangannya) juga kurang memadai. Namun, tanpa kurikulum yang baik dan jelas, dosen dan sarana sebaik apapun tidak akan menghasilkan lulusan yang bagus.
Seperti diuraikan di atas, kurikulum harus disusun dengan baik dan harus jelas bagi semua fihak yang berkepentingan, dalam kasus perguruan tinggi adalah Tri Civitas akademika dan masyarakat. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kurikulum kebanyakan perguruan tinggi di Indonesia masih tidak demikian. Banyak di antara perguruan tinggi yang kurikulumnya "meniru" perguruan tinggi lain yang sejenis tanpa mengerti landasan filosofis yang ada di balik kurikulum tersebut. Demikian pula halnya dengan IAIN dan STAIN, apalagi PTAIS. Kurikulum nasional mereka dibuat oleh Departemen Agama di Jakarta dan hanya berupa daftar matakuliah. Silabusnya pun dibuat seragam dan berupa deretan topik inti yang kadang-kadang tumpang tindih (over laping) satu sama lain. Celakanya lagi kurikulum dan silabus buatan orang lain ini dianggap sakral (untouchables) dan tak dapat diubah lagi. Padahal sebagai lembaga pendidikan tinggi seharusnya mereka menyadari sifat otonomi keilmuan yang mereka miliki. Kurikulum lokal yang menjadi hak penuh mereka pun diisi dengan matakuliah yang dulu ada dan dalam kurikulum baru sengaja dihilangkan. Akibatnya, kurikulum baru 1997 tidak ada bedanya dengan kurikulum 1995 sebelumnya. Hanya posisi matakuliahnya saja yang berbeda.
Dengan membaca kurikulum yang tertulis dalam buku pedoman kebanyakan PTAI, kita masih belum dapat memperoleh gambaran tentang hal-hal penting. Gambaran tersebut antara lain berisi apakah yang akan dibentuk oleh PTAI melalui kurikulum itu? (Kalaupun ada ungkapan seperti 'ulama yang intelek dan intelektual yang ulama' di kalangan civitas akademika, hal itu juga masih belum kongkrit dan terukur. Bagaimanakah profil lulusan PTAI yang diidamkan itu: bagaimana sikap hidup mereka, pengetahuan dan ketrampilan apa yang akan mereka peroleh sebagai hasil belajar mereka di PTAI?) Bagaimana cara PTAI untuk mewujudkan lulusan seperti itu? Aspek-aspek apakah yang akan dikembangkan melalui kurikulum itu? Bagaiman cara PTAI untuk mengembangkan aspek-aspek tersebut? Bagaimana PTAI akan mengevaluasi apakah mahasiswa telah menguasai aspek-aspek tersebut? Bagaimana cara PTAI memastikan bahwa tujuan kurikulum yang telah mereka nyatakan itu telah tercapai atau belum? Apa standar kelulusan (standar kualitas) yang dipedomani oleh PTAI?
Yang lebih memprihatinkan lagi adalah bahwa kurikulum tersebut bukan saja tidak jelas bagi masyarakat yang ingin mengetahui apa isi kurikulum PTAI, melainkan juga tidak jelas (setidaknya tidak ada jaminan bahwa hal itu sudah jelas) bagi sebagian (mungkin sebagian besar) dosen yang secara langsung mendidik mahasiswa di ruang kuliah. Kalau diibaratkan PTAI sebagai developer yang berusaha menjual rumah kepada masyarakat, maka dalam hal ini masih terdapat ketidak samaan visi antara arsitek (pembuat kurikulum) dengan pemborong (pimpinan PTAI) dengan para tukangnya (dosen) mengenai bagaimana gambar akhir dari rumah (lulusan) yang akan dihasilkan oleh proyek pembangunan rumah (pendidikan mahasiswa) itu. Masing-masing fihak memiliki visi masing-masing mengenai kualitas lulusan dan apa yang seharusnya dilakukan untuk menghasilkan lulusan seperti itu.
Bagaimanakah seharusnya kurikulum suatu perguruan tinggi?
Mengingat kurikulum adalah program layanan pendidikan yang ditawarkan atau 'dijual' kepada masyarakat, maka seharusnya kurikulum dipandang sebagai jati diri perguruan tinggi yang bersangkutan. Kurikulum perguruan tinggi harus mencerminkan identitas lembaga tersebut sebagai perguruan tinggi yang bermutu (melakukan pendidikan, pengembangan ilmu/penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat). Di samping itu ia harus mencerminkan misi dan visi perguruan tinggi tersebut sebagai lembaga. Kurikulum juga harus memberikan gambaran yang jelas tentang lulusan yang ingin dihasilkan dan bagaimana lembaga pendidikan tersebut akan mewujudkan lulusan yang diharapkan itu melalui berbagai program studi (jurusan) yang ada di perguruan tinggi tersebut. Ia juga harus menunjukkan keistimewaan perguruan tinggi tersebut jika dibandingkan dengan perguruan tinggi sejenis.
Mengingat kurikulum inilah yang sebenarnya 'dibeli' atau yang menarik minat masyarakat, maka kurikulum harus dikemas sedemikian rupa hingga dapat meyakinkan masyarakat bahwa mereka tidak akan rugi kalau belajar di lembaga pendidikan yang bersangkutan. Di sampping penampilan, bahasa dalam kurikulum itu harus menarik dan meyakinkan pembaca. Pembaca harus diyakinkan bahwa program pendidikan di perguruan tinggi tersebut telah dirancang dengan cermat dan rapi sehingga tidak akan membuang waktu, tenaga, dan dana mahasiswa yang belajar di tempat itu.
Kurikulum ini harus jelas terutama bagi civitas akademika perguruan tinggi itu sendiri (pimpinan, dosen, karyawn, dan mahasiswa). Hal ini diperlukan agar terjadi persamaan persepsi mengenai arah yang harus dituju oleh proses pendidikan di lembaga itu dan bagaimana cara menuju ke arah tersebut. Kegagalan dalam menyamakan persepsi mengenai kurikulum ini akan mengakibatkan sulitnya pencapaian tujuan kurikulum yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, setelah kurikulum itu disusun dengan baik dan jelas, ia harus disosialisasikan kepada seluruh civitas akademika. Kualitas lulusan yang tidak seperti yang diharapkan merupakan indikator adanya hal yang perlu diperbaiki dalam proses belajar mengajar yang ada di perguruan tinggi bersangkutan. Perlu segera dikaji apakah problemnya ada di kurikulum yang kurang jelas dan terarah, pada sosialisainya, pada kemampuan dosen untuk merealisasikan kurikulum tersebut, kurangnya sarana pembantu, ataukah pada evaluasinya.
Kurikulum suatu perguruan tinggi seharusnya memuat informasi yang jelas tentang hal-hal sebagai berikut:
  1. Misi perguruan tinggi tersebut. Misi dapat dianggap sebagai alasan mengapa atau untuk apa perguruan tinggi tersebut diadakan. Misalnya, untuk PTAI, misi tersebut mungkin adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan ahli agama yang mampu menerjemahkan ajaran agama dalam kehidupan modern ini. Misi ini harus juga mencerminkan ciri khas perguruan tinggi yaitu tri dharma: pendidikan, penelitian (pengembangan ilmu), dan pengabdian kepada masyarakat (pengamalan ilmu).
  2. Visi ke depan perguruan tinggi itu. Visi ini merupakan gambaran masa depan yang diinginkan terjadi pada perguruan tinggi tersebut sebagai antisipasi terjadinya perubahan zaman di masa depan. Misalnya, ada perguruan tinggi yang mempunyai visi (cita-cita) untuk menjadi perguruan tinggi yang bertaraf internasional. Visi ini berguna sebagai pendorong semangat juang civitas akademikanya untuk meningkatkan mutu mereka sehingga menjadi seperti yang mereka cita-citakan.
  3. Tujuan kurikuler. Bagian ini hanya mencakup satu aspek saja dari misi perguruan tinggi, yaitu bidang pendidikan. Mengingat kurikulum adalah rencana pendidikan yang akan diberikan kepada mahasiswa untuk menghasilkan lulusan (sarjana) sesuai dengan yang dicita-citakan, maka tujuan kurikuler ini harus secara eksplisit menyebutkan lulusan yang bagaimana yang diharapkan akan dihasilkan oleh perguruan tinggi itu. Tentunya ada ciri-ciri dasar yang sama bagi setiap lulusan perguruan tinggi tersebut di samping ciri-ciri khusus yang merupakan kekhasan jurusan atau program studi tertentu.
  4. Profil lulusan. Karena tujuan kurikuler biasanya bersifat umum, maka diperlukan suatu gambaran atau profil lulusan yang lebih kongkrit dan terukur. Profil ini harus menggambarkan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan apa yang akan dapat dimiliki atau dilakukan oleh lulusan setelah mereka mengikuti program pendidikan di perguruan tinggi tersebut. Misalnya, lulusan akan sudah mampu mengoperasikan komputer, berbahasa Inggris secara lancar, memahami isi kitab berbahasa Arab, memiliki akhlaq mulia, mampu menyebutkan perbedaan dan persamaan para mufasir dalam menafsirkan Al-Qur'an, dsb.
  5. Pendekatan yang diambil dalam proses pendidikan. Ini adalah filsafat pendidikan yang dianut oleh perguruan tinggi yang bersangkutan. Misalnya, ada perguruan tinggi yang menggunakan pendekatan Sokrates (dosen mengajukan pertanyaan untuk merangsang mahasiswa berfikir), ada pula yang menggunakan pendekatan library-based teaching atau pendidikan yang berpusat atau berbasis pada perpustakaan, dsb.
  6. Aspek kepribadian mahasiswa yang dikembangkan. Misalnya aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik serta bagaimana cara mengembangkannya. Semakin rinci penjelasan tentang hal ini akan semakin jelas bagi semua fihak yang terlibat dan akan semakin mudah Perguruan Tinggi tersebut mewujudkan cita-cita pendidikannya (menghasilkan lulusan yang bermutu dan berguna bagi masyarakat).
  7. Program studi yang dikembangkan di perguruan tinggi tersebut. Program studi inilah sebenarnya yang diambil oleh setiap mahasiswa. Dalam hal ini harus diberikan deskripsi singkat tentang tiap-tiap program studi yang ada. Untuk setiap program studi perlu diberikan tujuan kurikuler serta profil lulusannya. Tujuan kurikuler dan profil lulusan jurusan/program studi ini harus selaras dengan tujuan kurikuler dan profil lulusan perguruan tinggi yang bersangkutan yang telah ditetapkan di muka.
  8. Daftar mata kuliah yang harus ditempuh mahasiswa untuk mewujudkan profil lulusan seperti itu. Dalam daftar matakuliah ini perlu ditunjukkan fungsi tiap-tiap mata kuliah dalam upaya mewujudkan profil lulusan sehingga tampak keterkaitan satu mata kuliah dengan mata kuliah lainnya. Perlu diingat bahwa materi matakuliah hanyalah sarana sedang yang dikembangkan adalah pengetahuan, sikap, nilai-nilai, dan ketrampilan mahasiswa agar dapat menjadi sosok lulusan seperti yang diidam-idamkan dalam profil lulusan. Keberhasilan suatu matakuliah diukur berdasarkan keberhasilan mahasiswa mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai-nilai, serta ketrampilan yang diniatkan dikembangkan melalui matakuliah itu pada diri mereka sendiri.
  9. Deskripsi mata kuliah yang akan diberikan. Deskripsi ini diperlukan guna membantu mahasiswa mengetahui apa yang akan mereka peroleh dan tujuan apa yang akan mereka capai kalau mengikuti mata kuliah tersebut. Deskripsi ini juga akan membantu dosen yang akan mengampu mata kuliah tersebut.
  10. Sistem evaluasi yang diterapkan di perguruan tinggi tersebut yang menjelaskan bagaimana mereka akan mengukur keberhasilan mahasiswa dalam mencapai tujuan kurikuler maupun tujuan matakuliah.
  11. Sistem perkuliahan yang diterapkan di perguruan tinggi tersebut. Misalnya apakah menganut sistem sks ataukah tidak, apakah mahasiswa diperbolehkan mengambil matakuliah sejenis lintas jurusan ataukah tidak, apakah ada program remedial bagi mahasiswa yang memerlukan, apakah ada program perbaikan nilai bagi mahasiswa yang menginginkannya, dsb.
Pentingnya Buku Pedoman Pelaksanaan Kurikulum di Setiap PTAI
Pendidikan di perguruan tinggi seperti PTAI adalah suatu usaha bersama. Upaya mendidik mahasiswa dilakukan oleh banyak orang (dosen, pimpinan, pegawai, dsb.). Ini berbeda dari kursus kecil yang cukup dilayani oleh seorang guru. Dalam kerja bersama ini, yang menentukan adalah persamaan persepsi tentang ke mana pendidikan itu harus diarahkan, bagaimana caranya, dan bagaimana mengevaluasi keberhasilannya.
Oleh karena itu, setiap perguruan tinggi harus memiliki sebuah buku pedoman pelaksanaan kurikulum yang menjelaskan secara rinci dan jelas hal-hal tersebut di atas. Tanpa adanya buku seperti itu, dikhawatirkan arah pendidikan, cara mendidik, dan cara mengukur keberhasilan upaya pendidikan di perguruan tinggi tersebut akan difahami secara berbeda-beda oleh fihak-fihak yang terlibat di dalamnya. Akibatnya, tidak ada persamaan pandangan di antara para dosen, pimpinan, mahasiswa, dan masyarakat. Masing-masing fihak itu akan memiliki tafsiran sendiri-sendiri tentang ke mana seharusnya pendidikan di perguruan tinggi itu harus diarahkan dan bagaimana cara seharusnya. Keadaan seperti ini tentu saja dapat menyebabkan proses pendidikan di perguruan tinggi tersebut kurang efektif dan efisien.
Buku pedoman ini harus disusun berdasarkan kesepakatan para pendidik yang ada di perguruan tinggi tersebut dengan melibatkan para stakeholders lainnya. Berikut ini penulis sebutkan beberapa pertanyaan yang harus diajukan untuk membuat buku pedoman pelaksanaan kurikulum di PTAI. Tentu saja, setiap PTAI berhak menentukan sendiri pertanyaan apa yang harus mereka ajukan untuk membuat pedoman tersebut jelas bagi para stakeholdersnya.
Pertanyaan-pertanyaan untuk membuat pedoman pelaksanaan kurikulum PTAI
Untuk menghasilkan suatu pedoman pelaksanaan kurikulum PTAI yang jelas bagi setiap fihak yang berkepentingan, maka ada beberapa pertanyaan yang perlu dijawab oleh buku pedoman tersebut. Pertanyaan-pertanyaan itu antara lain:
  1. Apa misi PTAI tersebut?
  2. Bagaimana visi PTAI tersebut sebagai suatu lembaga pendidikan tinggi?
  3. Berdasarkan misi dan visi itu, apa tujuan yang ingin dicapai oleh kurikulum PTAI tersebut saat ini?
  4. Bagaimana tujuan kurikuler tersebut dijabarkan dalam bentuk profil lulusan PTAI yang operasional dan dapat diukur?
  5. Pendekatan apa yang akan ditempuh oleh PTAI dalam upaya mewujudkan lulusan seperti itu?
  6. Aspek apa sajakah dari pribadi mahasiswa yang ingin dikembangkan oleh PTAI? Bagaimana cara mengembangkan aspek-aspek tersebut?
  7. Program Studi atau Jurusan apa saja yang ditawarkan oleh PTAI?
  8. Apa tujuan kurikuler dari masing-masing prodi itu?
  9. Mata kuliah apa sajakah yang disediakan untuk menjamin terwujudnya lulusan sesuai dengan tujuan kurikuler institut dan prodi? Apa tujuan dan bagaimana deskripsi masing-masing mata kuliah itu? Bagaimana kaitan mata kuliah itu satu sama lain dalam upaya mencapai tujuan kurikuler?
  10. Bagaimana prestasi mahasiswa akan dievaluasi? Berdasarkan patokan standar apa?
Penutup
Dari paparan yang telah kami kemukakan di atas, tulisan memang ini tidak berpretensi untuk menjawab semua problem PTAI, khususnya mengenai kurikulum. Namun demikian, tulisan ini telah berupaya memotret beberapa persoalan krusial menyangkut pembenahan kurikulum bagi PTAI yang ada pada saat ini. Apalagi pasca diberikannya wewenang yang lebih luas dalam mendesain kurikulum muatan local. Keadaan ini menutut adanya kreativitas dari para civitas akademika di perguruan tinggi untuk berbuat lebih maksimal.
Karena sebagaimana telah diketahui bersama bahwa keberadaan kurikulum telah direvisi oleh Depag, sehingga memungkinkan tiap UIN/IAIN/STAIN untuk menonjolkan "keistimewaannya" melalui kurikulum lokal yang jumlahnya cukup besar (40% dari 144 sks atau sebesar 57 sks, bahkan ke depan prosentase itu akan lebih besar lagi). Namun, jika kurikulum tersebut belum tertulis dengan jelas, maka dikhawatirkan justru akan menimbulkan persoalan baru. Yakni belum dapat menjamin adanya kesamaan persepsi bagi semua fihak dalam civitas akademika (pimpinan, dosen, dan mahasiswa). Tidak terjaminnya kesamaan persepsi ini dikhawatirkan akan mengganggu pencapaian tujuan kurikuler yang telah ditetapkan, serta pelaksanaan misi PTAI yang mulia. Untuk itu, tulisan ini juga menyarankan agar setiap PTAI menyusun suatu buku pedoman pelaksanaan kurikulum PTAI yang lebih jelas dan rinci sehingga tidak memungkinkan perbedaan persepsi di kalangan civitas akademikanya.
Wa Allahu a'lam bi al-shawaab.




Manusia Terbaik Adalah Yang Bermanfaat terhadap Yang Lainnya

Pergeseran Paradigma Belajar Abad 21

Tema pengembangan kurikulum 2013 adalah dapat menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap (tahu mengapa), keterampilan (tahu bagaimana), dan pengetahuan (tahu apa) yang terintegrasi. Diakui dalam perkembangan kehidupan dan ilmu pengetahuan abad 21, kini memang telah terjadi pergeseran baik ciri maupun model pembelajaran. Inilah yang diantisipasi pada kurikulum 2013. Skema 1 menunjukkan pergeseran paradigma belajar abad 21yang berdasarkan ciri abad 21 dan model pembelajaran yang harus dilakukan.
iklan2-skema1
iklan2-gambar1
iklan2-gambar2
Sedang gambar 1 adalah posisi kurikulum 2013 yang terintegrasi sebagaimana tema pada pengembangan kurikulum 2013. Sudah barang tentu untuk mencapai tema itu, dibutuhkan proses pembelajaran yang mendukung kreativitas. Itu sebabnya perlu merumuskan kurikulum yang mengedepankan pengalaman personal melalui proses mengamati, menanya, menalar, dan mencoba (observation based learning) untuk meningkatkan kreativitas peserta didik. Di samping itu, dibiasakan bagi peserta didik untuk bekerja dalam jejaringan melalui collaborative learning. Pertanyaannya, pada pengembangan kurikulum 2013 ini, apa saja elemen kurikulum yang berubah? Empat standar dalam kurikulum meliputi standar kompetensi lulusan, proses, isi, dan standar penilaian akan berubah sebagaimana ditunjukkan dalam skema elemen perubahan.
Perubahan yang Diharapkan
Pengembangan kurikulum­­ 2013, selain untuk memberi jawaban terhadap beberapa permasalahan yang melekat pa­da kurikulum 2006, bertujuan ju­ga untuk mendorong peserta didik atau siswa, mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan meng­omunikasikan (mempresentasikan), apa yang di­ per­oleh atau diketahui setelah siswa menerima materi pembelaj­aran.
iklan2-skema2
Melalui pendekatan itu di­harapkan siswa kita memiliki kom­petensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang jauh lebih ba­ik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif. Sedikitnya ada lima entitas, masing-masing peserta didik, pendidik dan tenaga kepe­ndidikan, manajemen satuan pendidikan, Negara dan bangsa, serta masyarakat umum, yang diharapkan mengalami perubahan. Skema 2 menggam­barkan perubahan yang diharapkan pada masing-masing en­itas.

Sumber: http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/uji-publik-kurikulum-2013-2

Manusia Terbaik Adalah Yang Bermanfaat terhadap Yang Lainnya

HERMENEUTIKA TEKS; Sebuah Tawaran Metode Tafsir al-Qur’an


Oleh: Sulaiman Ibrahim

Abstrak
Hermeneutika al-Qur’an adalah suatu penafsiran rasional “bebas terkendali” dalam rangka memahami al-Qur’an dengan kontekstual. Walaupun Hermeneutika sebuah metode dari Barat, tetapi bukan berarti tidak bisa dipakai untuk manafsirkan sebuah teks al-Qur’an. justru hal ini membuahkan sebuah ilmu dan seni membangun makna melalui interpretasi rasional

Kebutuhan Sebuah Penafsiran
Sepanjang  berkaitan dengan ilmu pengetahuan, tidak ada teks yang sakral. Sebab ilmu pengetahuan berkembang dengan cara mengkritik yang lama dan melahirkan yang baru. Sakralisasi teks mungkin diperlukan oleh orang awam supaya tidak bingung, sebagaimana mereka perlu pemimpin, apabila tidak ada pemimpin mungkin pemandu, yaitu teks-teks. Tapi ketika sudah dewasa, orang harus tahu bahwa sakralisasi bisa mempersempit Islam itu sendiri.[1]
Modernisme Islam atau pembaharuan dalam Islam selama ini dipahami sebagai upaya untuk menyesuaikan paham-pahaDm keagamaan Islam dengan dinamika dan perkembangan baru yang timbul atau ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi moderen. Atau, yang dimaksud dengan modernisme Islam adalah upaya memperbarui penafsiran, penjabaran dan cara-cara pelaksanaan ajaran-ajaran dasar dan petunjuk-petunjuk yang terdapat dalam al-Qur’an dan Hadis sesuai dan sejalan dengan perkembangan situasi dan kondisi masalah yang dihadapi.[2]
Dalam sejarah perkembangan modernisme Islam terdapat suatu gagasan utama yang selalu dicetuskan oleh oleh para tokoh pembaru, modernis, yaitu kembali kepada al-Qur’an dan Hadis. Muhammad Abduh, misalnya, dengan serius mengajak untuk kembali kepada al-Qur’an dan berpegang teguh dengannya, dan perlunya penafsiran/interpretasi baru terhadap ajaran-ajaran dasar Islam, sesuai dan sejalan dengan tuntunan dan perkembangan zaman.[3]3 Sehubungan dengan gagasan utama modernisme Islam, semua pihak, terutama tokoh-tokoh modernis, sepakat dan antusias untuk mengoperasionalisasikan dan melaksanakannya. Mengingat perlunya penafsiran atau interpretasi baru terhadap ajaran-ajaran dasar Islam, khususnya al-Qur’an, maka mau atau tidak mau terlibatlah apa yang disebut tafsir.
            Al-Qur’an, sebagaimana diyakini umat Islam, adalah kalam Tuhan yang menyimpan segala petunjuk dan ajaran-Nya, yang meliputi segala aspek kehidupan manusia yang umumnya diungkap dalam bentuk dasar-dasarnya. Dan tafsir dipandang dari segi eksistensinya yang sangat melekat dengan al-Qur’an sungguh amat penting dan utama. Kepentingan dan keutamaan tafsir amat terasa apabila dihubungkan dengan keharusan umat Islam untuk memahami kandungan atau makna ajaran-ajaran al-Qur’an. Memahami segala kandungan al-Qur’an  merupakan perintah Allah Swt. (QS. 38: 29) dan (QS. 4: 82).
            Demikian penting upaya memahami dan merenungkan kandungan ayat-ayat al-Qur’an, demi mendapatkan pelajaran-pelajaran berharga darinya. Untuk sampai pada tingkat pengamalan dan pelaksanaan segala petunjuk, ajaran dan aturan serta norma al-Qur’an tidaklah mudah, kecuali setelah memahami dengan sebaik-baiknya segala nasehat dan petunjuk al-Qur’an, serta menghayati prinsip-prinsip ajarannya, karena semua itu termuat dalam kemasan bahasa Arab yang beruslub tinggi. Hal ini menurut al-Zarqani, jelas diperlukan tafsir. Tanpa tafsir, tidak akan diperoleh apa-apa yang terkandung dalam khazanah al-Qur’an.[4]
            Dalam rangka penafsiran baru al-Qur’an sesuai dengan konteks kekinian dan kemoderenan zaman, tafsir yang lebih diperlukan ialah tafsir yang bercorak rasional, yaitu tafsir yang disebut dengan istilah tafsir al-Qur’an bi al-ra’y (dengan menggunakan akal) atau tafsîr al-Ijtihâd.[5] Di samping itu diperlukannya perpaduan antara pemikiran-pemikiran yang memberi interpretasi pada wahyu (tafsir bi al-Ma’tsur)[6], dengan interpretasi rasional “liberal” dalam hal ini “hermeneutik”.[7]


[1]Komaruddin Hidayat, Wahyu di Langit Wahyu di Bumi, Doktrin dan Peradaban Islam di Panggung Sejarah, (Jakarta: Penerbit Paramadina, 2003) h. 118
[2]Rif’at Syauqi Nawawi, Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh, Kajian Masalah Aqidah dan Ibadat, (Jakarta: Penerbit Paramadina, 2002) cet I, h. 5

[3]Rif’at Syauqi Nawawi, Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh, Kajian Masalah Aqidah dan Ibadat, (Jakarta: Penerbit Paramadina, 2002) cet I, h. 5

[4]Abd al-‘Azhim al-Zarqani, Manâhil al-Irfân fi al-‘Ulûm al-Qur’ân, (Mesir: Musthafa al- Babi al-Halabi, tth.) jilid II, h. 6

[5]Abd al-‘Azhim al-Zarqani, Manâhil al-Irfân fi al-‘Ulûm al-Qur’ân, h. 11

[6] Menurut al-Dzahabi al-tafsîr bi al-ma’tsûr adalah penjelasan terhadap ayat-ayat al-Qur’an dengan menggunakan: (a) ayat-ayat al-Qur’an, (b) riwayat yang berasal dari Rasulullah Saw. (c) riwayat dari sahabat, dan (d) riwayat dari para tabi’in. Lihat Al-Dzahabi, I, h. 152.
[7]Hermeneutika adalah ilmu yang mencoba menggambarkan bagaimana sebuah atau satu kejadian dalam waktu dan budaya lampau dapat dimengerti dan menjadi bermakna secara eksistensial dalam situasi kita sekarang. Ini melibatkan aturan metodologis yang diterapkan dalam penafsiran maupun asumsi-asumsi epistimologis tentang  pemahaman. Hermeneutika mengasumsikan bahwa setiap orang mendatangi teks dengan membawa persoalan dan harapan sendiri, dan adalah masuk akal untuk menuntut  penafsir menyisihkan subjektivitas dirinya dan menafsirkan suatu teks tanpa pemahaman dan pertanyaan awal yang dimunculkannya. Lihat Farid Esack, Membebaskan Yang Tertindas Al-Qur’an, Liberalisme, Pluralisme. Terjemahan dari: Qur’an, Liberation & Pluralism: An Islamic Perspective of Interreligious Solidarity against Oppression. Penerjemah: Watung A. Budiman. (Bandung: Mizan Media Utama, 2000), h. 83.

Ingin mendapatkan Artikel di atas silahkan hubungi Email: emand_99@hotmail.com

Manusia Terbaik Adalah Yang Bermanfaat terhadap Yang Lainnya