Email: tafsirhadits@ymail.com / emand_99@hotmail.com

Powered By Blogger

Sabtu, 27 Februari 2010

PERAN PEREMPUAN DALAM KELUARGA


A. Pendahuluan
Perempuan adalah kelompok manusia yang selalu tertindas. Pernyataan ini adalah gambaran tentang pengalaman kelam sekaligus potret buram kondisi perempuan di sepanjang sejarah. Tidak pernah dalam satu masyarakat, kapan dan di manapun, perempuan dihargai layaknya laki-laki, terutama yang berkaitan dengan seksualitas dan produktifitas ekonomi. Ironisnya, ketertindasan ini dialami oleh perempuan di dalam rumah tangganya dan oleh orang-orang dekatnya sendiri (ayah atau suaminya).
Perubahan tatanan dan pola hidup masyarakat dari masa ke masa, mulai dari kehidupan primitif sampai pada masyarakat industri, telah mengakibatkan perkembangan taraf kehidupan perempuan. Akan tetapi, bukan berarti segala bentuk penindasan terhadap mereka telah terhapus. Era industri yang mengantar manusia ke peradaban modern masih mewarisi nilai-nilai yang ada sebelumnya. Perbedaan antara peran laki-laki dan perempuan masih sangat kental dalam berbagai aspek kehidupan, baik politik, sosial, ekonomi, dan lainnya. Pendeknya, status quo perempuan sebagai mahluk yang tertindas masih tetap bertahan sampai sekarang.
Bahwa perempuan adalah kelompok manusia yang selalu tertindas, dapat dibuktikan dengan konsep kepemimpinan dalam keluarga. Pandangan yang mengakar di dalam masyarakat bahwa suami/ayah adalah kepala rumah tangga. Hal ini, disadari atau tidak, menggambarkan hubungan yang hierarkis, di mana perempuan selalu berada di bawah bayang-bayang laki-laki, atau selalu tunduk dan patuh terhadap kebijakan laki-laki. Ketika masih berstatus gadis, perempuan harus tunduk sepenuhnya kepada kebijakan dan keputusan sang ayah, dan setelah berumah tangga hal yang sama harus ditunjukkan kepada sang suami. Ini artinya pandangan tersebut menempatkan perempuan sebagai jenis kelamin kelas dua (the second sex). Bukan hanya masalah hirarki, tetapi dari pandangan tersebut lahir banyak masalah turunan, seperti dikotomi peran publik-domestik, tindakan pemaksaan dan sewenang-wenang terhadap isteri dan anak gadis, beban ganda (double burden), dan lain-lain.
Masalah-masalah di atas secara akumulatif semakin memperburuk nasib perempuan. Dikotomi peran mengakibatkan perempuan terdomestikasi. Mereka (isteri) harus terkungkung oleh keempat dinding rumahnya sendiri, dan pada saat yang sama laki-laki (suami) bebas berkiprah seluas akses yang dapat dijangkaunya. Celakanya, diamnya mereka di rumah dengan aneka urusan kerumahtanggaan dipandang sebagai kewajiban, sehingga tidak pernah dinilai sebagai kerja produktif secara ekonomis yang membutuhkan perhitungan jam kerja dengan imbalan yang sesuai. Kemudian, dengan dalih sebagai pemimpin, tidak kurang suami berlaku sewenang-wenang terhadap isterinya, bahkan sampai pada tindakan yang dapat dimasukkan dalam kotak “tindak pidana kekerasan”.
Posisi tawar yang tidak berimbang antara laki-laki dan perempuan ini mengakibatkan ketergantungan perempuan yang mengantar pada kondisi kepasrahan dan ketakberdayaan. Karenanya, posisi sebagai isteri tidak selamanya mendapatkan jaminan keamanan dan pengayoman yang memadai. Dengan dalih sebagai pemimpin, tidak sedikit suami memaksa isterinya untuk meninggalkan pekerjaan dan menanggung tekanan-tekanan, baik psikis maupun fisik.
Dewasa ini sudah banyak perempuan yang bekerja di wilayah publik, wilayah yang pada mulanya hanya dapat diakses oleh laki-laki. Hal ini terjadi, selain karena kemajuan industri yang tidak meletakkan kriteria jenis kelamin secara ketat, juga karena dorongan dan motivasi untuk meringankan beban ekonomi keluarga. Namun kemudian, masalah lain pun muncul, seorang isteri harus menanggung beban ganda (double burden). Di samping mereka membongkar “laci dunia” dengan tangan kirinya, ia juga harus tetap menggoyang ayunan dengan tangan kanannya. Di samping ia tertuntut untuk ikut serta meringankan beban ekonomi keluarga, ia juga tetap dipandang wajib memberikan ASI untuk bayinya dan mengerjakan tugas-tugas kerumahtanggan lainnya.
Dikotomi peran publik-domestik tidak langgeng dengan sendirinya. Ia diperkuat oleh argumen-argumen pembenaran, seperti distingsi struktur biologis antara laki-laki dan perempuan, interpretasi dalil-dalil agama, dan rekonstruksi berbagai disiplin ilmu yang terkait. Akan tetapi, seperti yang dikemukakan oleh banyak pakar dan pemerhati hak-hak perempuan, di antara beberapa faktor yang ada, interpretasi dalil agama atau doktrin teologislah sebagai penyebab utama (primacausa) semua ini. Faktor ini memberikan pengaruh yang luar biasa, sampai-sampai relasi jender yang hierarkis dalam rumah tangga telah mengendap di alam bawah sadar baik laki-laki maupun perempuan. Usaha klarifikasi bukan hanya berhadapan dengan kaum laki-laki, tetapi tidak jarang harus berhadapan dengan tantangan kaum perempuan sendiri. Tentu saja tantangan ini bukan karena kecurigaan atau sikap apriori semata. Kesadaran seksis yang memunculkan upaya penegakan kesetaraan dan keadilan jender – termasuk melepaskan keluarga dari relasi jender yang hierarkis – dianggap menghancurkan nilai-nilai agama dan merusak tatanan masyarakat yang Islami. Yang dimaksud interpretasi dalil agama di sini harus ditegaskan, karena dalil-dalil agama sesungguhnya tidak mungkin menuntun manusia pada tindak ketidakadian dan kekerasan. Artinya, antara dalil agama dan interpretasinya harus dipisahkan, karena keduanya memang sangat berbeda. Dalil agama bersumber dari Tuhan Yang Maha Benar dan Maha Adil, sedangkan interpretasi adalah proses kerja akal manusia yang kebenarannya bersifat relatif.
Lalu bagaimana keadilan jender kususnya yang terkait dengan peran laki-laki dan perempuan berdasarkan dalil-dalil agama tersebut. Pragraf-pragraf berikut menuangkan interpretasi yang lebih selaras dengan semangat qur’ani. Namun sebelumnya, dirasakan ada desakan untuk memaparkan secara singkat fluktuasi posisi dan peran perempuan dari masa ke masa.

Rabu, 24 Februari 2010

MENCEGAH KORUPSI


Salah satu kejahatan yang terjadi dan merajalela dalam kehidupan sosial-masyarakat bangsa Indonesia saat ini adalah korupsi. Korupsi bagaikan penyakit menular yang sangat ganas, yang sudah menjalar dan menular ke mana-mana, tidak hanya pada lapisan eksekutif, tetapi juga pada lapisan legislatif dan yudikatif, tidak hanya terjadi pada lapisan atas, tetapi juga pada lapisan bawah. Setiap saat dapat kita menyaksikan berita korupsi itu di media elektronik, media cetak, begitu hebat menyebaran penyakit korupsi ini di dalam masyarakat. Jaringannya bagaikan tidak akan terputuskan oleh alat apa pun, dan gelombangnya bagaikan tidak terbendung, dan jaringannya bagaikan benang kusut yang tidak mungkin dapat diketahui lagi mana ujung pangkalnya. Inilah mungkin bahasa yang pas untuk skandal bank Century
Sekarang sudah saatnya, masyarakat secara bersama-sama berupaya keras dengan sekuat tenaga untuk melakukan berbagai tindakan yang mungkin dilakukan untuk memutuskan mata rantai korupsi yang begitu kuat ini. Pelaku korupsi harus ditindak tegas, tanpa pandang bulu. Jaringan-jaringan yang dapat menjalin terjadinya korupsi harus segera diputus dan hal ini tidak mungkin dilakukan hanya oleh sekelompok orang yang namanya KPK atau ICW, tetapi harus dilakukan secara bersama-sama oleh masyarakat, mulai tingkat atas sampai tingkat bawah.

Upaya Pencegahan
Korupsi tidak boleh dibiarkan berjalan dan merajalela di dalam masyarakat. Ajaran agama memerintahkan umatnya untuk melakukan berbagai tindakan dalam mengatasi penyakit korupsi itu. Amar ma’rūf dan nahy munkar menjadi sangat efektif dalam mengatasi korupsi apabila upaya itu dilakukan melalui tahap-tahap: (1) Pencegahan diri dan keluarga dari tindakan korupsi. Pencegahan korupsi harus dimulai dari diri sendiri dengan keyakinan bahwa korupsi adalah penyakit masyarakat yang berbahaya bagi kehidupan masyarakat itu sendiri. Orangtua dalam keluarga berkewajiban untuk mencegah dirinya dari tindakan korupsi. Komitmen menjauhkan diri dari tindakan itu harus dikembangkan pula kepada anggota keluarga yang lain dengan menanamkan sebuah komitmen bahwa korupsi adalah penyakit kehidupan. (2) Keteladan pemimpin. Pemimpin adalah teladan bagi umatnya. Apa yang dilakukan pemimpin, maka hal itu pula yang dilakukan oleh yang dipimpin. Yang dipimpin selalu meniru hal-hal yang dilakukan pemimpinnya. Seorang pemimpin haruslah orang yang mempunyai komitmen mencegah diri dari korupsi secara internal, dan menunjukkan sikap anti terhadap korupsi, serta melakukan upaya-upaya pencegahan terjadinya korupsi di dalam masyarakat, baik secara kekerasan maupun secara lisa. Kalau pemimpin sudah menunjukkan keteladanan seperti itu, maka lambat laun korupsi yang kini merajalela itu dapat dicegah secara berangsung-angsur. (3) Tindakan tegas terhadap pelaku korupsi. Setiap pelaku korupsi harus ditindak tegas berdasarkan hukum dan peraturan yang berlaku, tanpa memandang bulu. Siapa pun yang melakukan tindakan demikian, termasuk pemimpin, penguasa, dan pelaksana serta penegak hukum harus ditindak tegas dan dihukum menurut hukum dan peraturan yang berlaku. Tindakan diskriminasi terhadap pelaku korupsi akan menimbulkan sikap apatis dari orang lain dalam ikut serta mencegah tindakan korupsi itu.
Kita menyadari bahwa penyakit korupsi di negara ini sudah menancap jauh ke dalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Indikator yang paling kuat adalah merajalelanya penyakit ini di kalangan masyarakat. Hampir-hampir tidak diketahui lagi di mana ujung dan di mana pangkalnya, dan di mana harus dimulai melakukan pencegahan dan terapinya, dan di mana pula harus berakhir. Keadaan seperti ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Para pemimpin dan penguasa harus melakukan tindakan memutuskan rantai tindakan korupsi ini, dengan memulai pertama-tama dari dirinya sendiri. Kalau hal ini dibiarkan terus, dikhawatirkan akan terjadi bencana yang amat dahsyat bagi bangsa dan negara ini, yang tidak hanya mengenai orang-orang yang melakukan tindakan korupsi, tetapi juga mereka yang tidak melakukan korupsi.
Ada dua hal terkait dengan korupsi yang dianggap penting untuk dikemukakan. Pertama adalah tentang munculnya mental korup. Kedua, cara mencegah korupsi, sebagaimana yang telah dikemukakan di atas. Kedua hal tersebut saya rasa penting. Terkait dengan persoalan pertama, yaitu munculnya mental korup. Kiranya kita sepakat bahwa mental korup itu belum tentu dibawa oleh yang bersangkutan sejak mereka mendapatkan pekerjaan di kantor itu. Pada umumnya para pegawai baru menyandang idealisme yang tinggi. Di awal menerima status sebagai pegawai, mereka berniat akan bekerja sejujur dan sebaik mungkin. Akan tetapi ternyata, karena ada peluang, suasana yang memungkinkan, dan bahkan juga kultur yang mendukung, maka penyakit itu bersemi dan tumbuh. Akhirnya mental korup itu berkembang, apalagi tatkala mereka menempati tempat yang memungkinkan untuk melakukan kejahatan itu. Karena itu, praktek korupsi harus dibabat karena di samping merugikan orang lain, juga sangat merugikan bagi pelakunya. Na’uzubillah !

Rabu, 17 Februari 2010

KONSEP SUFI; FANA’, BAQA’, ITTIHAD DAN HULUL (suatu jalan menuju Tuhan)


Fana’ dan Baqa’
Segolongan penganut tasawuf menyebutkan, bahwa tujuan utama yang menjadi inti ajaran tasawuf adalah sampai pada zat al-Haqq dan bahkan bersatu dengan tuhan. Jadi semua aktifitas ketasawufan langsung atau tidak langsung pasti berkaitan dengan penghayatan fana’ dan ma’rifat pada zat Allah. Jadi ma’rifat itu bukan tanggapan atau pengalaman kejiwaan (mystical experience) yakni suatu tanggapan atau pangalaman kejiwaan sewaktu mengalami fana’ . Dengan sampainya seseorang sufi ketingkat ma’rifat, ia pada hakekatnya telah dengat benar dengan Tuhan, sehingga akhirnya ia bersatu dengan Tuhan yang disebut dengan istilah Ittihad. Tetapi sebelum seorang sufi bersatu dengan Tuuhan, ia harus terlebih dahulu menghancurkan dirinya, dalam tasawuf disebut dengan istilah fana’.

Pengertian Fana’ dan Baqa’
Fana berasal dari kata fana-yafna-fana yang berarti hilang, hancur, (disappear, perish, annihilate) Yang dimaksud dengan al-fana’ ialah penghancuran perasaan atau kesadaran seseorang tentang dirinya dan tentang makhluk lain de sekitarnya. Sebenarnya dirinya tetap ada dan demikian juga makhluik lain tetap ada, tetapi ia tidak sadar lagi tentang wujud mereka, bahkan juga tentang wujud dirinya sendiri. Disini pulalah tercapainya al-ittihad. Jadi al-Baqa’ berarti tetap, terus hidup; to remain, persevere) merupakan kelanjutan wujud yang merupakan satu mata rantai dengan al-fana’ yang senantiasa diikuti oleh al-baqa’, hal ini dapat dilihat dari faham-faham sufi : “Para sufi mensyaratkan dengan kata al-fana’ sebagai hilangnya sifat-sifat tercela dan kata al-baqa’ adalah terbinanya sifat-sifat terpuji.

Ajaran Sufi Tentang al-Fana’ dan al-Baqa’
Bagi Sufi fana’ adalah tidak dikenalinya siifat-sifat seseorang oleh yang bersangkutan sendiri. Dan baqa’ adalah pengenalan hal serupa dengan sifat Tuhan. Di dalam al-fana’ abdi tidak memiliki kesadaran tentang dirinya, artinya bagi dirinya sendiri yang bersangkutan tidak merasa ada, tetapi ia hanya menyadari sekedar sebagai yang mewujudkan, yang diwujudkan dan perwujudan. Dalam fana’, esensi sifat dan tindakan abdi akan menjadi esensi sifat, dan tindakan Tuhan, dan bukan melarut bagaikan gula di dalam air terhadaap esensi, sifat, tindakan tuhan. Abdi tidak memililki kesadaran tentang “sesuatu selain tuhan” (ma siwallah)
“Pada awalnya lenyap kesadaran akan diri dan sifat-sifat pribadinya lantaran telah menghayati sifat-sifat Allah, lalu lenyapnya kesadaran akan penghayatan terhadap sifat-sifat Allah, lantaran telah mulai meyaksikan keindahan zat Allah, kemudian akhirnya lenyap kesadaran akan ke-fana’-annya itu sendiri lantaran telah merasa lebur menyatu dalam wujud Allah”.
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa fana’ itu ada tiga tingkatan yaitu :
a. Perubahan moral, yaitu suatu peralihan moral dari sifat-sifat tercela dengan jalanmengendalikan nafsu-nafsu dan dengan segala keinginannya.
b. Penghayatan kejiwaan, Yaitu lenyapnya kesadaran terhadap segala yang ada di alam sekelilingnya, baik pikiran,perbuatan dan perasaan,lantaran kesadaran telah berpusat dengan pwenghayatan pada Tuhan. Dalam hal ini penghayatan telah tertuju pada sifat-sifat Allah.
c. Lenyapnya kesadaran dirinya lantaran terhisap kepada kesadaran serba tuhan, yaitu lenyapnya kesadaran akan keberadaan dirinya. Puncak tertinggi pada fana’ ini terrcapai ketika kesadaran akan ke-fana’-annya itu sendiri telah lenyap.
Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad al-Ghazali (w.505 H/1111 M.) membatasi sampai kefana’ tingkat kedua, masih mempertahankan adanya perbedaan yang fundamental antara hamba yang melihat, dengan tuhan yang dilihatnya. Sebaliknya Husain bin mansur al-Hallaj yang menekankan tercapainya fana’ tingkat tiga (puncak penghayatan fana’), cenderung ke faham (lenyapnya kesadaran akan kebenaran diirinya lantaran telah terhisap dan luluh dengan kesatuan dengan Tuhannya). Dalam penghayatan ini manusia merasa mengalami sama seperti tuhan itu sendiri.
Kalau seorang sufi telah mencapai fana’ an al-Nafs, yaitu kalau wujud jasmaninya tidak ada lagi (dalam arti tidak disadari lagi) maka yang akan tinggal ialah wujud rohaninya dan ketika itu dapatlah ia bersatu denga tuhan. Dan kelihatannya persatuan dengan tuhan ini terjadi langsung setelah teracapainya fana’ an al-Nafs, tak ubahnya dengan fana’ yang terjadi tentang kejahilan maksiat-maksiat dan kelakuan buruk. Dengan hancurnya hal-hal ini yang langsung tinggal ialah pengetahuan, takwa dan kelakuan baik.
Dalam sejarah tasawuf, Abu yasid al-Bustami (w.261 H/874 M.) yang dipandang sebagai sufi yang pertama yang memunculkan fana’ dan baqa’ ini. Faham ini tersimpul dalam kata-katanya : “Aku tahu pada tuhan melalui diriku, hingga aku hancur, kemudian aku tahu padaNya melalui dirinya, maka akupun hidup”.
Adapun salah satu jalan untuk mencapai fana’ fillah, di samping mendalamnya cinta rindu adalah dengan meditasi (pemusatan kesadaraan) dengan perantaraan zikir.

Ittihad
Dengan tercapainya orang pada fana’ dan baqa’ maka sampailah ia kepada al-Ittihad. Al-Ittihad berasal dari kata ittahada-yattahidu-ittihad, yaitu penyatuan. Dalam bahasa tasawuf ittihad diartikan sebagai suatu tingkatan dimana seorang sufi telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan; suatu tingkatan dimana yang mencintai dan yang cintai telah menjadi satu, sehingga salah satu dari mereka dapat memanggil yang satu lagi dengan kata-kata “ ya ana” (wahai aku).
Dalam ittihad yang dilihat hanya satu wujud, sungguhpun sebenarnya ada dua wujud yang terpisah satu dari yang lain,karena yang dilihat dan dirasakan hanya satu wujud, maka dalam ittihad “identitas telah hilang, identitas telah menjadi satu”. Sufi yang bersangkutan, karena fana’nya telah tak mempunyai kesadaran lagi, dan berbicara dengan nama Tuhan.
Abu Yasid al-Bustami sebagai tokoh yang memperkenalkan faham al-ittihad (kesatuam antara manusia dengan Tuhan), Mengapa Abu Yasid dinilai mencapai penghayatan manunggal dengan Tuhan, Hal ini lantaran beliau mengungkapkan syatahat yang menunjukkan bahwa Abu Yasid mengalami atau menghayati hal al- wahdah.
Diceritakan, sejak kecil Abu Yasid mempelajari Al-Quran, ketika sampai pada surah Luqman ayat 14 ia segera minta izin ke gurunya dan ibunya untuk mengembara, Ibunya mengizinkannya dan menjawab “pergilah nak, dan jadilah kamu milik Allah” setelah itu Al-Bustami pergi mengembara untuk berguru dan mengalami kehidupan sufi, ia mengunjungi kurang lebih 113 guru dalam masa 30 tahun. Pada suatu waktu dalam pengembaraannya, setelah shalat Subuh Abu Yasid berkata pada orang-orang yang mengikutinya,
Mendengar kata-kata itu, orang-orang yang menyertainya mengatakan bahwa Abu Yasid telah gila. Menurut pandangan para sufi, ketika mengucapkan kata-kata itu Abu Yasid sedang berada dalam keadaan ittihad.
Abu Yasid mengatakan “Aku” bukan sebagai gambaran dari diri Abu yasid, tetapi sebagai gambaran Tuhan, karena Abu Yasid telah bersatu dengan diri Tuhan, Dalam kata lain Abu Yasid dalam Ittihad berbicara dengan nama Tuhan, atau lebih tepat lagi Tuhan “berbicara” melalui lidah Abu Yasid. Oleh karena itu ia mengucapkan kata-kata yang kelihatannya mengandung pengakuan bahwa Abu Yasid adalah Tuhan. Diriwayatkan bahwa “seseorang telah lewat didepan rumah Abu Yasid dan mengetuk pintu, Abu Yasid bertanya:”siapa yang engkau cari ? jawab (orang yang mengetuk pintu itu) “Abu Yasid” lalu Abu Yasid mengatakan “pergilah”, di rumah ini tidak ada kecuali Allah yang Maha Kuasa dan Tinggi.
Kata-kata seperti di atas, bukan diucapkan oleh Abu Yasid sebagai kata-katanya sendiri tetapi kata-kata itu diucapkannya melalui diri Tuhan dalam ittihad yamnng dicapainya dengan Tuhan, dengan kata lain Abu Yasid tidaklah mengakui dirinya sebagaiTuhan.
Al-Hulul
Sejarah ringkas al-Hallaj
Faham al-hulul dibawa oleh Husain ibn Mansur al-Hallaj yang dikenal dengan nama al-Hallaj, lahir di kota al-Baida’ di Iran selatan (Persia) pada tahun 858 M , ia menerima pendidikan dibawah asuhan gurunya ‘Alim Sahal ibn Abdullah. Setelah menguasai berbagai cabang ilmu agama, ia mengembalikan perhatiannya kepada sufisme dan menimba ilmu pada guru sufinya yaitu Hazrat Abu Husain Nuri, Junaid Baghdadi dan Uamar ibn Utsman. Dari gurunya itu al-Hallaj semakin kuat dalam dirinya, sehingga ia mulai mengudcapkan hal-hal yang bertentangan dengnan syariat-syariat, Gurunya sering kali melarangnya mengucapkan kata-kata yang bertentangan dengan syariat itu, sehingga al-Hallaj akhirnya diperintahkan meninggalkan perguruan itu. Kemudian al-Hallaj memutuskan pindah ke Baghdad , dan menjadi murid-murid dari sufi kenamaan di Baghdad, ia banyak mengadakan perjalanan diantaranya,di mekkah, India, ia dituduh mempunyai hubungan dengan golongan Syi’ah ekstrim, kaum Qaramitah, yang banyak menentang pemerintahan Bani Abbasiyah. Oleh karena itu, hukuman mati atas al-Hallaj bukan semata karena ucapan ana al-Haqq, tapi juga karena soal politik.
Pada suatu hari al-Hallaj benar-benar mencapai api cinta ilahiyah dan mengucapkan ana al-haqq, Gurunya Junaid dan teman-temannya Shibli menasehati al-Hallaj supaya menahan hati, namun tetap tidak mampan, dan dia terus saja mengucapkan ana al-haqq. Lalu bangkitlah kaum syyariat melawan al-Hallaj dengan mendapat dukungan dari Hamid ibn Abbas-perdana menteri wilayah Baghdad pada waktu itu dan akhirnya mengeluarkan fatwa kufur, menyatakan bahwa al-Hallaj secara hukum dapat dihukum mati. Dan pada akhiirnya tanggal 24 Zulqa’dah 309 H. hukuman mati al-Hallaj dilaksanakan.
Konsep Hulul al-Hallaj
Konsep hulul yaitu immanensi roh Tuhan dalam diri manusia. Timbul masalah bagaimana roh tuhan tadi menempati dalam diri manusia dan alam semesta. Hulul berasal dari bahasa Arab yang berarti menempati. Hulul adalah Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu setelah manusia itu betul-betul berhasil melenyapkan sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuhnya. Menurut al-Hallaj Tuhan mempunyai dua sifat dasar, yaitu al-lahut (sifat ketuhanan) dan al-Nasut (sifat kemanusiaan) Manusia juga mempunyai sifat yang sama. Oleh karena itu antara tuhan dengan manusia terdapat kesamaan sifat pandangan bahwa Tuhan dan manusia mempunyai sifat dasar yang sama, ini diambil dari sebuah hadis yang berarti “sesungguhnya Allah menciptakan Adam sesuai dengan bentuknya” (HR.Bukhari, Muslim dan Ahmad ibn Hambali) hadis ini mengandung arti bahwa di dalam diri Adam as. Terdapat bentuk tuhan yang disebut al-Lahut, sebaliknya, di dalam diri Tuhan terdapat bentuk manusia disebut al-Nasut. Berdasarkan adanya faham kesamaan sifat antara Tuhan dan manusia, maka persatuan antara Tuhan dan manusia itu mungkin terjadi, persatuan tersebut terjadi dalam bentuk hulul. Untuk melenyapkan al-nasut, seorang hamba harus memperbanyak ibadah. Bila usahanya melenyapkaan sifat ini berhasil maka tinggallah dalam dirinyahanya sifat al-lahut, pada saat itulah sifat al-nasut Tuhanturun dan masuk dalam tubuh seorang sufi hingga terjadi hulul, peristiwa ini hanya terjadi sesaat. Penyatuan roh Tuhan dan Roh manusia dilukiskan oleh al-Hallaj: “JiwaMu disatukan dengan jiwaku, sebagaimana anggur dicampur dengan air suci. Dan jika ada sesuatu yang menyentuh Engkau, ia menyentuh aku pula, dan ketika itu dalam setiap keadaan Engkau adalah aku”.
Ketika peristiwa hulul sedang berlangsung, keluarlah syatahat (kata-kata aneh) dari lidah al-Hallaj yang berbunyi ana al-Haqq, Kata al-Haqq dalam istilah tasawwuf adalah Tuhan. Sebagian orang menganggap al-Hallaj kafir karena ia mengaku dirinya Tuhan, al-Hallaj tidaklah mengaku demikian dan ini terlihat dalam syairnya:
“Aku adalah rahasia yang Maha Benar, dan bukanlah yang maha Benar itu aku, aku hanya satu dari yang benar, maka bedakanlah antara kami”.
Dalam ajaran al-Hallaj dasar pikiran falsafi telah diletakkan yaitu penghayatan kesamaan dan kesatuan antara manusia dengan Tuhan dijadikan titik pangkal untuk mengembangkan pikiran dan pandangan tasawuf tentang dunia dan penciptaan dunia dan manusia. Dasar pemikiran immanensi Tuhan dalam alam semesta dan teori penciptaan secara emanasi tentu mengubah secara fundamental pemikiran Islam tentang tauhid serta kaedah moral tentang baik dan buruk semua jadi relatif. Kalau dihubungkan dengan filsafat serba Tuhan, baik dan buruknya hanya diibaratkan peralihan dari gelap keterang, antara hubungan siang dan malam segalanya jadi relatif, tidak ada yang mutlak, lebih celaka lagi faham serba Tuhan dan ilmu gaib yang telah melekat pada esensi tasawuf menimbulkan logika paradoksal, manusia bisa merasa berkuasa sebagai Tuhan atau pengapung disamudera Ilahi.
Konsep lain yang diperkenalkan oleh al-Hallaj adalah kesatuan segala agama (wahdah al-adyan) diterangkan bahwa al-Hallaj adalah orang yang pertama memperkenalkan konsep kesatuan segala agama dalam kalangan para sufi muslim. Dia memandang bahwa semua agama-agama itu, walaupun beda-beda ungkapan lahiriyahnya (syariatnya) namun sama dalam esensinya, lantaran semua menuju ketujuan (hakekat) Yang sama (Tuhan). Adapun terjadinya perbedaan-perbedaan ini adalah dikehendaki Allah swt. agar ada kelompok- kelompok tertentu dalam agama untuk menyibukkan diri dengan masalah mereka . Jadi macam-macam agama itu, asal (sumbernya) adalah satu (sama) namun budaya umat terrbilang banyak.

Kecaman Ulama Salaf terhadap Aliran Ittihad dan Hulul
Sejak dahulu, para kaum salaf dan Sufi telah mengecam aliran al-Ittihad dan Hulul ini, karena dikhawatirkan akan menghancurkan kekuatan iman kaum muslimin dari dalam tanpa disadari. Namun, bila seorang mengetakan bahwa Ibn Taimiyahlah orang yang pertama mengecam faham ini adalah tidak benar, karena sebelu masa hidupnya, sudah banyak sekali ulama salaf yang berusaha membentengi keimanan umat islam. Ibnu Taimiyah berkata, “Al-Junaid adalah seorang ulama bijaksana yang meladeni jejak para pendahunya yang shaleh. Dia menyayangkan adanya sebagian sufi yang terpengaruh dengan faham ini. Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa kaum sufi itu hanya bermazhab pada ajaran sunnah Nabi, bukan faham al-Ittihad dan al-hulul, ia berkata: bahwa kaum sufi adalah sekelompok manusia yang disucikan dari pengaruh ajaran mazhab saat itu, mereka pula kelompok yang sangat menjauhinya, dan selalu memerangi gerakannya. Syaikh Abdur Qadir jailani ditanya oleh seseorang,”apakah ada aliran yang tetap diridhai oleh Allah selain mazhab imam Ahmad ibn Hambal ? Dia menjawab”Tidak” itu tidak ada.
Ini buktinya yang menyatakan kesamaan aqidah kaum sufi dan ahli salaf yang berdasarkan kepada al-Qur’an dan sunnah Rasulullah saw. Abu Na’im berkata,”apabila kefasikan telah mencapai kelisan kita dan menghiasi pembicaraan ulama Fiqh, serta para pengikut jejak salaf, maka kekufuran aliran al-Hululiyah yang penuh dusta itupun sudah menembusi dinding segala kebajikan kaum muslimin. Kata-kata ini menunjukksn kebencian Abu Na’im yang amat mendalam terhadap kelompok al-Hululiyah yang tidak mau meladeni jejak ahli salaf sebagaimana yang ditiru oleh kaum sufi dari kitab al-Qur’an dan sunnah Rasulullah. Dia berkata bahwa kecaman yang diarahkan kekelompok sesat ini, bukan hanya dilakukan oleh kaum sufi saja, akan tetapi turut pula didukung oleh ulama-ulama fiqh, ulama hadis dan pemuka umat islam, karena kelompok hululiyah ini telah menjalani jalan mereka dan meninggalkan jejak salaf yang shaleh.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Khalik,syeikh Abdurrahman, Penyimpangan-penyimpangan Tasawuf (terj Jakarta; Robbani Press, 1421 H.)
Al-Kalabadzi, Abu Bakar Muhammad, Al-Ta’arruf li Mazhab ahl al-Tasawwuf (Kairo; Dar al-Nahdhah;tth)
Ensiklopedi Islam (Jakarta;Ichtiar van Hauve, 1977, cet.iv, jilid.ii)
Syeikh Ibrahim, Gazur I-ilahi, Mengungkap misteri sufi besar al-Hallaj ana al-Haqq (terj.Jakarta; Rajawali Press, 1986)
Hilal, Ibrahim, Al-Tasawwuf al-Islam bain al-din wa al-Falsafah (kairo; Al-Nahdhah al-Arabiyah, 1979)
Masignon, Louis, al-Hallaj sang sufi Syahid (terj.Yogyakarta; Pustaka Baru,2000)
Nasution, Harun, Filsafat dan Mistisme dalam Islam (Jakarta; Raja Grafindo Persada, 1977)
-----------, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, (Jakarta; Universitas Indonesia Press, 1986) jilid.II. cet.V
Simuh, Tasawwuf dan perkembangannya dalam Islam (Jakarta; Raja Grafindo Persada, 1997

Selasa, 09 Februari 2010

Pemimpin

Penulis: Hamid Fahmy Zarkasyi
Suatu ketika Zia ul Haq (alm.) Presiden Pakistan tahun 1977-1989, me ngumpulkan para wartawan untuk berdialog dan makan siang. Disela dialog itu Zia ul Haq bertanya kepada Nizami, pimpinan redaksi koran the Nation. “Nizami menurut anda siapa yang mendirikan dan membangun negara” , tanya Zia. Nizami agak lama berfikir memahami logika Zia, dan lalu men jawab “Politisi”. Zia tersenyum mendengar jawaban itu lalu berka ta, ”Ternyata wartawan sekelas anda masih berfikir sependek itu”. Orang mengira dia akan membanggakan dirinya. Tapi akhirnya ia membuka persepsinya, ”Sebenarnya, yang mendirikan dan membangun negara itu adalah para intelektual”. Demikian seterusnya dan Zia pun terus berwacana di seputar isu itu.
Zia ul Haq berfikir induktif. Di negerinya inspirator kemerdekaan bukan politisi. Pakistan merdeka dari India berkat terutama inspirasi Mohammad Iqbal. Selain itu terdapat nama-nama seperti Abul Ala al-Maududi, Amir Ali, Sir Syed Ahmad Khan dsb. Semua itu adalah intelektual. India merdeka dari jajahan Inggris karena kekuatan inspiratif Mahatma Gandhi, Rabindranath Tagore, Jawaherul Nehru dan lain-lain. Nampaknya, dari kasus dikedua negeri itulah kesimpulan Zia tercetus.

Tapi kesimpulan Zia boleh jadi universal. Kita pasti setuju bahwa Indonesia dibangun diantaranya oleh HOS Cokroaminoto adalah guru inspiratif Soekarno dan pemimpin gerakan kebangsaan berdasarkan Islam. Dr.Wahidin Sudiro Husodo, Pencetus Gerakan Budi Utomo berwatak Jawa. Agus Salim digelari Soekarno ulamaintelek, aktor intelektual dari gerakan kemerdekaan Indonesia. KH. Ahmad Dahlan, KH.Hasyim Asy’ari, Ki Hajar Dewantoro, M. Natsir serta sejumlah Ulama dan intelektual lainnya. Mereka itu adalah intelektual yang politisi dan politisi yang intelek. Soekarno dan Hatta sendiri sebenarnya adalah intelektual. Mereka itulah the founding fathers negeri ini. Jika ini disepakati, maka Zia ul Haq adalah benar. Negeri kita juga tidak didirikan oleh para politisi, tapi para intelektual yang bervisi politik.

Gordon S Wood dalam buku The Pu blic Intellectual menganggap the founding fathers sebagai men of ideas and thought, leading intellelctual sekaligus political leaders. Tapi sejatinya mereka itu secara revolusioner bukan politisi an sich atau intelektual murni seperti dalam pengertian modern yang parsial. Mereka itu adalah intelektual yang tidak teralienasi dan pemimpin politik yang tidak terobsesi oleh pemilu. Mereka hidup dalam dunia ide dan realitas dunia politik tapi tidak utopis dan juga tidak pragmatis.

Bagi Leonard Peikoff, dalam The Ominous Parallels, The Founding Fa thers tidak hanya memiliki ide-ide revolusioner, tapi juga mampu menerjemah kannya ke dalam realitas sosio-politik. Ayn Rand dalam bukunya For the New Intellectual menjuluki mereka sebagai thinkers who were also men of action. Me nurut John Lock merekalah yang men dirikan negara sebagai institusi yang khas. Inilah yang dimaksud Zia ul Haq.

Begitu idealkah mereka? Benar, karena al-fadhlu lil mubtadi walau ahsana al-muqtadi. Pujian diberikan kepada pembuka jalan, meski sang penerus bisa lebih baik. Buktinya generasi sekarang melihat mereka bagaikan mitos, tapi historis. Mereka memuji tapi tidak bisa mengikuti. Petuah mereka digugu tapi in tegritas mereka tidak dapat ditiru. Gor don juga mengkiritik, kita terlalu ba nyak memuji tapi tidak banyak memahami. Memahami mengapa generasi za man revolusi bisa begitu, sedang generasi sekarang tidak. Mengapa idealisme dan politik tidak bisa bersatu. Mengapa politik hanya dianggap amal yang lepas dari ilmu, retorika yang tanpa logika. Mengapa politik berarti membangun kekuasaan, bukan peradaban. Padahal kekuasaan hanyalah tahta yang tak berarti tanpa ilmu, moralitas dan tujuan.

Samuel Eliot Morrison and Harold Laski, keduanya sejarawan Amerika, percaya bahwa dalam sejarah modern, tidak ada periode yang kaya dengan ideide politik yang memberi banyak kontribusi kepada teori politik Barat. Ini menurut Gordon S Wood disebabkan oleh kualitas intelektual dalam kehidupan politik masa kini yang turun drastis. Ide telah dipisahkan dari kekuasaan. Dan itu semua adalah harga yang harus dibayar oleh sistem demokrasi, tulisnya.

Kalau Gordon beragama, mungkin ia akan berkata itulah harga yang harus dibayar oleh sekularisme. Agama “tidak mesti bisa” menjadi bekal berpolitik. Prinsip “Jangan bawa agama ke ranah politik” seperti sudah menjadi konvensi. “Berpolitik tidak bisa hitam putih” berarti berpolitik tidak harus ilmiah. Benar salah dalam dunia akademik tidak menjadi ukuran. Rumusannya bisa begini, ”Politisi boleh bohong tapi tidak boleh salah, ilmuwan tidak boleh bohong tapi boleh salah”. Inilah sebabnya mengapa seorang profesor dan ulama tidak “mudah” mengikuti logika politik.

Singkatnya, tidak berarti penerus tidak bisa berfikir revolusioner. Dalam sejarah Islam para khalifah umumnya memiliki ghirah ilmiyyah. Umar ibn Abdul Aziz adalah khalifah penerus yang sangat revolusioner. Adh-Dhahabi menyebutnya ulama yang amilin, artinya juga alim yang amir. Ia mampu mengembangkan ekonomi dan ilmu pengetahuan sekaligus. Ia membangun politik dan juga peradaban. Rakyatnya tidak layak menerima zakat karena sejahtera lahir dan batin. Intelektualitasnya adalah dasar dari keadilannya. Ilmunya menjadi bekal amalnya. Itulah umara-ulama yang dapat menjadi cahaya (misykat) bagi umat manusia. Wallahu a’lam.

Iqra' oleh Prof. Dr. Nasaruddin Umar, M.A

Mengapa ayat pertama dalam Alquran berupa kalimat perintah iqra' (bacalah)? Mengapa perintah itu untuk seorang yang buta huruf (ummy)?

Prof Hull dalam karya monumentalnya History and Philosophy of Science mengungkap salah satu misteri iqra'. Menurut Hull, siklus pergumulan antara agama dan ilmu pengetahuan terjadi setiap enam abad. Ia memulai penelitiannya dengan mengkaji abad VI SM sampai abad I M.

Periode ini ditandai dengan lahirnya tokoh-tokoh filsafat Yunani terkemuka, seperti Tales, Pytagoras, Aristoteles, dan Plato. Pada periode ini, para filsuf mengungguli popularitas pemimpin politik dan pemimpin agama. Tokoh agama hampir tidak ditemukan ketika itu.

Periode kedua diawali oleh lahirnya Nabi Isa (I M) sampai abad VI M. Periode ini ditandai dengan merosotnya popularitas filsuf atau ilmuwan dan menguatnya peran penguasa yang berkoalisi dengan gereja. Mereka mengaku wakil Tuhan di bumi.

Pada periode ini, hampir tidak ditemukan filsuf dan ilmuan. Sebaliknya, tercatat sejumlah raja yang otoriter. Orang-orang tidak berani mengkaji ilmu pengetahuan karena itu berarti malapetaka baginya, terutama jika hasil pemikirannya bertentangan dengan pendapat istana dan gereja.

Akibatnya, muncullah zaman kegelapan dan kebodohan. Periode inilah yang melatari lahirnya agama Islam. Dari sini, dapat dipahami mengapa iqra menjadi starting point ajaran Islam.

Periode ketiga diawali dengan lahirnya Nabi Muhammad (abad VI M) sampai abad kebangkitan Eropa (abad XIII M). Rasulullah memadukan ilmu pengetahuan dengan agama, yang disimbolkan dalam iqra' bi ismi rabbik! (Bacalah dengan nama Tuhanmu).

Iqra' adalah simbol ilmu pengetahuan, sedangkan bi ismi rabbik sebagai simbol agama. Iqra' tanpa bi ismi rabbik atau bi ismi rabbik tanpa iqra' terbukti tidak mengangkat martabat manusia dan kemanusiaan.

Periode keempat diawali dengan melemahnya pusat-pusat kerajaan Islam dan kebangkitan Eropa di abad XIII M. Pada periode ini, dunia Barat hanya mengembangkan sains dan teknologi, tetapi melupakan agama sebagai pembimbingnya. Mereka mengambil kekayaan intelektual dunia Islam, tetapi meninggalkan agama.

Periode kelima ditandai dengan kejenuhan manusia memuja pikirannya sendiri. Akhirnya, muncul berbagai gerakan dan filsafat yang bertema kemanusiaan, seperti gerakan posmodernisme. Menurut Hull, manusia tidak akan pernah mungkin melepaskan diri dari agama. Dan, agama yang tidak sejalan dengan ilmu pengetahuan tidak punya tempat di masa depan. Akankah Islam menjadi harapan agama masa depan? Sumber republika

Sabtu, 06 Februari 2010

Kondisi Pendidikan Tinggi Islam

Secara umum kondisi lembaga pendidikan Islam Indonesia masih ditandai oleh berbagai kelemahan. Pertama, kelemahan sumber daya manusia (SDM), manajemen maupun dana. Sementara itu, kita mengetahui bahwa jika suatu lembaga pendidikan ingin tetap eksis secara fungsional di tengah-tengah arus kehidupan yang makin kompetitif seperti sekarang ini, dan ini harus didukung oleh tiga hal, yaitu: SDM, manajemen dan dana. Kedua, kita menyadari bahwa hingga saat ini lembaga lembaga pendidikan tinggi Islam masih belum mampu mengupayakan secara optimal mewujudkan Islam sesuai dengan cita-cita Idealnya. Sementara masyarakat masih memposisikan lembaga pendidikan Islam sebagai pilar utama yang menyangga kelangsungan Islam dalam mewujudkan cita-citanya sebagai Rahmatan lil Alamin. Lembaga pendidikan tinggi Islam masih belum mampu mentransformasikan nilai-nilai ajaran Islam secara kontekstual dengan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat. Ketiga, kita masih lihat lembaga pendidikan tinggi Islam belum mampu mewujudkan Islam secara transformatif. Kita masih melihat bahwa masyarakat Islam dalam mengamalkan ajaran agamanya telah berhenti pada dataran simbol dan formalistik.
Kalau kita menengok sejarah, bahwa aspirasi umat Islam dalam pengembangan Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) pada mulanya didorong oleh beberapa tujuan, yaitu: (1)Untuk melaksanakan pengkajian dan pengembangan ilmu-ilmu agama Islam pada tingkat yang lebih tinggi secara lebih sistematis dan terarah; (2)Untuk melaksanakan pengembangkan dan peningkatan dakwah Islam; dan (3)Untuk melakukan reproduksi dan kaderisasi ulama dan fungsionaris keagamaan, baik pada kalangan birokrasi negara maupun sektor swasta, serta lembaga-lembaga sosial, dakwah, pendidikan dan sebagainya.
Pada perkembangan selanjutnya terdapat kecendrungan-kecendrungan baru untuk merespon berbagai tuntutan dan tantangan yang berkembang di masyarakat. Beberapa kecendrungan tersebut antara lain menyangkut: Pertama, tuntutan akan studi keislaman yang mengarah pada pendekatan non-mazhabi, sehingga menghasilkan pemudaran sektarianisme. Adanya perkuliahan perbandingan mazhab, masa’il fiqhiyah, pemikiran dalam Islam (Ilmu kalam, Filsafat Islam, Tasawuf) dan lain-lain, merupakan upaya pengembangan wawasan terhadap khazanah pemikiran ulama-ulama terdahulu dan kontemporer untuk merespon berbagai problem, tuntutan dan tantangan perkembangan zaman, dan sekaligus sebagai upaya melakukan pemudaran sektarianisme tersebut. Kecendrungan semacam ini sangat relevan dalam rangka mengantisipasi pluralisme serta pandangan bangsa Indonesia yang berBhinneka Tunggal Ika. Kedua, menyangkut pergeseran dari studi keislaman yang bersifat normatif kearah yang lebih historis, sosiologis dan empiris. Upaya ini diwujudkan antara lain dalam bentuk perpaduan antara empirik dan sumber wahyu yang saling mengontrol, dalam arti wahyu mengontrol untuk menghasilkan teori yang kridibel dan bermanfaat, dan dalam waktu yang sama hasil empirik akan mengontrol proses memahami wahyu. Ketiga, menyangkut orientasi keilmuan yang lebih luas.
Memang pendidikan tinggi di Indonesia dilihat dari berbagai indikator menempati rangking yang paling bawah dalam lingkungan pendidikan tinggi di Asia. Memasuki milenium ketiga yang penuh dengan persaingan, keadaan pendidikan tinggi yang demikian tentunya perlu dengan segera diubah dan ditingkatkan mutunya. Paradigma baru perlu dirumuskan diikuti dengan penjabaran visi misi serta program-program peningkatan mutunya. Salah satu upaya meningkatkan mutu pendidikan tinggi kita memasuki milenium ketiga adalah merajut kerja sama atau networking, baik dengan pendidikan di dalam maupun di luar negeri, juga dengan berbagai lembaga penelitian terbaik.
Berbicara mengenai pendidikan tinggi di era globalisasi terdapat dua dimensi yang berkaitan erat yaitu: lokalisme dan globalisme. Tidak mungkin kita membangun lembaga pendidikan tinggi memasuki kehidupan global tanpa memperbaiki mutu dan kelembagaan dari pendidikan dalam negeri kita. Oleh sebab itu, dalam membicarakan misi pendidikan tinggi tidak terlepas dari analisis mengenai dimensi lokal dan kemudian sejalan dengan itu mengembangkan dimensi globalnya.
Menurut HAR Tilaar, dimensi lokal visi pendidikan tinggi kita mempunyai unsur-unsur sebagai berikut: akuntabilitas, relevansi, kualitas, otonomi kelembagaan, dan jaringan kerja sama. Pada dimensi global visi tersebut mempunyai tiga aspek yaitu: kompetitif, kualitas, dan jaringan kerja sama.
Untuk mewujudkan visi misi perguruan tinggi bukan tanpa hambatan, dalam mewujudkan akuntabilitas, hambatan yang dihadapi adalah masih renadahnya partisipasi masyarakat. Selain itu orientasi ke pemerintah pusat akibat system yang sentralistik masih sangat dominan.
Langkah-langkah untuk mengantisipasi kesulitan tersebut antara lain ialah mengembangkan konsep Land-grand college sesuai dengan pelaksanaan desentralisasi mamajemen pendidikan nasional.[]

Rabu, 03 Februari 2010

MAN-PK: GAGASAN CEMERLANG TANPA LANDASAN HUKUM?


Pendahuluan
Sebagai bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional di Indonesia, Madrasah tampak terus berbenah diri. Hal itu dikarenakan Madrasah terus dituntut untuk selalu meningkatkan mutu dan kualitas pendidikannya. Pemerintah, dalam hal ini Departemen Agama RI, juga terus berupaya melakukan berbagai terobosan dan perubahan yang diperlukan. Hal ini bukanlah sesuatu yang sama sekali baru, karena upaya-upya untuk melakukan modernisasi Madrasah telah dilakukan sejak awal-awal berdirinya Departemen Agama itu sendiri yakni sejak zaman kemerdekaan RI.
Telah cukup banyak perubahan kebijakan pemerintah diseputar Madrasah dalam kurun lima dekade terakhir. Namun demikian, apa yang kita bisa lihat dalam perkembangannya, Madrasah tidak pernah terlepas dari tantangan dan hambatan.
Masalah pengakuan, kesejajaran baik secara kualitas dan kelembagaan, serta tantangan perbaikan mutu dan kualitas terus menjadikan Madrasah mencari bentuk dan format terbaik yang bisa dikembangkan oleh lembaga pendidikan Islam ini. Sebuah perjuangan dan pergulatan yang cukup kontinyu, dan hasilnya kini Madrasah menghadapi tantangannya yang lain yakni menuju sebuah sistem pendidikan yang maju dan modern.
Pengembangan pendidikan Madrasah tidak dapat ditangani secara parsial atau setengah-tengah, tetapi memerlukan pemikiran pengembangan yang utuh secara konsekuensi dari identitasnya sebagai sekolah umum yang berciri khas agama Islam, terutama ketika dihadapkan pada kebijakan pembangunan nasional bidang pendidikan yang menekankan pada peningkatan kualitas SDM.
Dalam hal ini, penulis ini ingin melihat bagaimana peran MAN-PK dalam pengembangan pendidikan Islam di Indonesia.

Pembahasan
A. Sejarah Lahirnya MAN-PK
Setidak-tidaknya ada dua faktor yang penting yang melatarbelakangi kemunculan Madrasah, yaitu: pertama, adanya pandangan mengatakan bahwa sistem pendidikan Islam tradisional dirasakan kurang bisa memenuhi kebutuhan pragmatis masyarakat; kedua, adanya kurang bisa kekhawatiran atas kecepatan perkembangan persekolahan Belanda yang akan menimbulkan pemikiran sekuler di masyarakat. Untuk menyeimbangkan perkembangan sekularisme, maka masyarakat muslim –terutama para reformis- berusaha melakukan reformasi melalui upaya pengembangan pendidikan dan pemberdayaan Madrasah.
Dalam realitas sejarahnya, Madrasah tumbuh dan berkembang dari, oleh dan untuk masyarakat muslim itu sendiri, sehingga sebenarnya sudah jauh lebih dahulu menerapkan konsep pendidikan berbasis masyarakat (community based education). Masyarakat, baik secara individu maupun organisasi, membangun Madrasah untuk memenuhi kebutuhan pendidikan mereka. Tidak heran jika Madrasah yang dibangun oleh mereka bisa seadanya saja atau memakai tempat apa adanya. Mereka didorong oleh semangat keagamaan atau dakwah.hingga saat ini pun kurang lebih 90% jumlah Madrasah yang ada di Indonesia adalah milik swasta, sedangkan sisanya adalah berstatus negeri. Hal ini mengandung makna bahwa peran masyarakat di Madrasah sebenarnya sangat besar.
Namun demikian, masyarakat agaknya kurang memiliki kebebasan untuk mengelola dengan caranya sendiri, karena hampir semua hal yang berkaitan dengan pendidikan sudah ditentukan oleh pemegang otoritas pendidikan. Dengan kata lain, penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratik-sentralistik, yang menempatkan Madrasah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi yang mempunyai jalur yang sangat panjang yang kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkannya tidak sesuai dengan kondisi Madrasah setempat. Dengan demikian, Madrasah kehilangan kemandirian, motivasi dan inisiatif untuk mengembangkan dan memajukan lembaganya, termasuk meningkatkan mutu pendidikan sebagai salah satu tujuan pendidikan nasaional.
Kelahiran Madrasah Aliyah Negeri Program Khusus (MAN-PK) yang didasari dengan keputusan Menteri Agama no. 73 tahun 1987, dilatarbelakangi oleh kebutuhan akan tenaga ahli di bidang agama Islam sesuai dengan tuntutan pembangunan nasional, sehingga dengan itu perlu dilakukan usaha peningkatan mutu pendidikan pada Madrasah Aliyah.
Memang Madrasah melaksanakan kurikulum SKB 3 Menteri tahun 1975 yang diteruskan dengan SKB 3 Menteri tahun 1984, yang secara formal Madrasah sebenarnya sudah menjadi sekolah umum yang menjadikan pendidikan agama sebagai ciri kelembagaannya. Ada semacam dilema bagi Madrasah sejak itu, di mana disatu pihak materi pengetahuan umum bagi Madrasah secara kuantitas mengalami peningkatan, tapi di lain pihak penguasaan murid terhadap ilmu pengetahuan agama seperti bahasa arab, menjadi serba tanggung, karenanya kalau mengharapkan lahirnya figur-figur kiai atau ulama dari Madrasah tersebut, tentu saja adalah hal yang terlalu riskan. Sementara itu pesantren sendiri tanpaknya hanya bergelut dengan ilmu-ilmu agama, sedikit sekali memberikan dalam usaha pengembangan wawasan.
Menyadari hal itu, pemerintah berusaha mengadakan terobosan-terobosan dan usaha tersebut terealisasi dengan keinginan pemerintah mendirikan Madrasah Aliyah yang bersifat khusus, yang kemudian dikenal dengan nama Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK). Pada MAPK ini dititikberatkan pada pengembangan dan pendalaman ilmu-ilmu keagamaan dengan tidak mengenyampingkan ilmu umum sebagai usaha pengembangan wawasan.
Untuk itu, maka dilakukan studi kelayakan untuk menentukan Madrasah mana yang dianggap paling memungkinkan untuk ditunjuk sebagai pelaksana program ini. Dari hasil studi kelayakan tersebut, ditetapkan untuk tahap pertama 5 Madrasah Aliyah Negeri sebagai penyelenggara, yaitu: MAN Darussalam Ciamis Jawa Barat, MAN Ujung Pandang, MAN I Yogyakarta, MAN Kotabaru Padang Panjang Sumatera Barat dan MAN Jember Jawa Timur. Dalam rangka peraturan penyelenggaraannya mengacu kepada keputusan Dirjen Bimbaga Islam Nomor 47/E1987 tanggal 23 Juli 1987.
Salah satu hal yang menonjol dalam penyelenggaraan MAPK ini adalah keterlibatan instansi pusat Daerah secara terpadu dalam suatu tim tersendiri. Ketentuan ini juga tampaknya menunjukkan betapa seriusnya program ini dengan adanya tim khusus

B. Landasan Hukum dan Kebijakan Pengembangan Madrasah
Usaha mengintegrasikan Madrasah ke dalam sistem pendidikan nasional harus dipandang sebagai bagian tak terpisahkan dari usaha modernisasi pendidikan Islam. Dengan berintegrasi ke dalam sistem pendidikan nasional, maka Madrasah –sebagai lembaga pendidikan Islam yang selama ini masih dipandang tradisional- dapat menyerap unsur-unsur pendidikan modern yang terdapat dalam sistem pendidikan nasional.
Dalam satu dasawarsa belakangan Madrasah mengalami sejumlah perubahan dan perkembangan itu beruara pada satu tujuan, yaitu peningkatan kualitas Madrasah, baik dari segi kelembagaan, kurikulum, maupun sumber daya manusia. Dari segi kelembagaan, Madrasah memiliki status yang sama dengan sekolah-sekolah umum, karena merujuk UUSPN Th. 1989, merupakan sub sistem dari sistem pendidikan nasional. Dari segi kurikulum, Madrasah secara konsisten menerapkan kurikulum 1994 yang merupakan kurikulum standar nasional. Dari segi sumber daya manusia, Madrasah menyelenggarakan pelatihan-pelatihan, baik di dalam maupun di luar negeri untuk tenaga pelajar maupun bidang manajemen.
Kenyataan sejarah menunjukkan bahwa pada periode H.A. Mukti Ali (mantan Menteri Agama RI.), ia menawarkan konsep alternatif mengembangkan Madrasah melalui kebijakan SKB 3 Menteri, yang berusaha mensejajarkan kualitas Madrasah dengan non Madrasah, dengan porsi kurikulum 70% umum dan 30% agama. Dilihat dari issue sentralnya, H.A. Mukti Ali rupanya ingin mendobrak presepsi masyarakat yang bernada sumbang terhadap eksistensi Madrasah, di mana selalu didudukkan dalam posisi marginal, karena ia hanya berkutat pada kajian masalah keagamaan Islam dan miskin pengetahuan umum, sehingga output-nya pun kurang diperhitungkan oleh masyarakat. Persepsi tersebut tidak terlepas dari pengaruh kolonialisme yang menganaktirikan dan bersikap diskriminatif terhadap pendidikan Islam (termasuk Madrasah).
Dengan munculnya SKB 3 Menteri (Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Dalam Negeri) pada tahun 1975 tentang "peningkatan mutu pendidikan Madrasah", rupanya masyarakat mulai memahami eksistensi Madrasah tersebut dalam konteks pendidikan nasional. Di dalam bab II pasal 2 dinyatakan, bahwa: (1) Ijazah Madrasah dapat mempunyai nilai yang sama dengan ijazah sekolah umum yang setingkat; (2) Lulusan Madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum setingkat lebih atas; dan (3) Siswa Madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat.
Hanya saja ruh dari SKB tersebut rupanya belum banyak ditangkap oleh para pembina, penanggung jawab dan pengelola Madrasah itu sendiri. Porsi 70% pengetahuan umum dan 30% pengetahuan agama rupanya dipahami secara simbolik-kuantitatif dan bukan subtansial-kualitatif, sehingga lagi-lagi outputnya menjadi mandul, penguasaan pengetahuan umum masih dangkal dan pengetahuan agamanya pun tidak jauh beda.
Selanjutnya kedangkalan pengetahuan agama dari lulusan Madrasah direspon oleh menteri Agama Munawir Sadzali, yang mencoba menawarkan MAPK untuk menjawab problem kelangkaan ulama dan/atau kelangkaan umat yang menguasai kitab-kitab yang berbahasa Arab serta ilmu-ilmu keislaman. Lulusan Madrasah diharapkan mampu menjawab masalah tersebut, sehingga sekarang ditetapkan sebagai Madrasah Aliyah Keagamaan. Sedangkan Madrasah Aliyah non keagamaan tidak jauh berbeda dengan SMU, karena porsi pengetahuan agama lebih sedikit dibandingkan dengan sebelumnya. Ini setidak-tidaknya menjadi kerisauan dari para guru Madrasah. Lagi-lagi masalah prosentase pengetahuan umum dan agama (simbolik-kuantitatif) yang menjadi persoalan.
Pada gilirannya Menteri Agama Tarmidzi Taher mencoba meresponnya dengan menawarkan kebijakan "Madrasah sebagai sekolah umum yang berciri khas agama Islam", muatan kurikulumnya sama dengan sekolah non Madrasah.agar tawaran ini tidak hanya dipahami scara simbolik, maka perlu ditelaah apa substansi dari kebijakan ini, dan bagaimana implikasinya terhadap pengembangan UIN/IAIN/STAIN di masa depan.

C. MAPK dalam Mencetak Bibit Unggul
Sebagai kelanjutan tekad pemerintah untuk mengintegrasikan sistem pendidikan nasional, Madrasah sekarang ini tidak lagi didefinisikan sebagai sekolah agama, melalui UUSPN 1989 dan sejumlah peraturan yang mengikutinya, madrasah didefinisikan sebagai "sekolah umum berciri khas agama Islam." Memang, tidak semua ahli dan praktisi pendidikan Islam menyambut gembira perubahan itu; perubahan madrasah dari "sekolah agama" menjadi "sekolah umum berciri khas Islam" sambutan yang tidak seluruhnya antusias tersebut adalah wajar mengingat masih terdapat sebagian kalangan memandang madrasah semata-mata sebagai lembaga pendidikan agama dalam pengertian tradisional.
Jika selama ini madrasah di Indonesia, khususnya madrasah-madrasah negeri, dipandang tidak mampu lagi memenuhi sumber daya berkualitas bagi IAIN –apalagi memenuhi fungsi tradisionalnya itu di masa lalu- maka kemunculan MAN-PK tidak hanya memberikan harapan baru, tetapi juga merupakan bukti concern Depag terhadap kelangkaan Ulama yang selama ini sering dikeluhkan oleh sebagaian masyarakat.
Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) yang dicanangkan pada masa kepemimpinan Munawir Sjadzali ini dinilai sukses. Salah satu indikasinya, beberapa alumninya berhasil melanjutkan studinya di Universitas al-Azhar, Kairo, yang di masa lalu –mungkin hingga sekarang- menjadi semacam tolok ukur tradisional kualitas sebuah lembaga pendidikan keagamaan di Indonesia; pelajar yang berhasil melanjutkan ke Universitas al-Azhar menunjukkan ia berasal dari sekolah yang berkualitas. Alumni MAPK yang melanjutkan ke IAIN juga menunjukkan kemampuan penguasaan ilmu agama dan bahasa arab di atas rata-rata. Yang tak kalah pentingnya, program khusus ini juga diminati oleh masyarakat banyak.
Karena dirancang sebagai program khusus, MAPK tidak bisa berlangsung terus. Apalagi dengan ditetapkannya UUSPN 1989, kalaupun dilanjutkan ia harus mengalami sejumlah penyesuaian. Dalam konteks penyesuaian itulah kemudian diambil kebijakan untuk mengubah MAPK menjadi MAK. Menurut Munawir MAPK dimaksudkan sebagai respons terhadap kondisi Madrasah Aliyah pada saat itu dipandang merosot dari segi kualitas pengetahuan keagamaannya. Pada waktu itu, porsi 70% untuk pengetahuan umum dan 30% untuk pengetahuan agama dianggap menghasilkan lulusan yang "serba tanggung". Pengetahuan agama kurang, pengetahuan umum pun lemah. Menanggapi kondisi ini, Munawir berinisiatif mendirikan MAPK dengan porsi 70% mata pelajaran agama dan 30% mata pelajaran umum. Dengan porsi mata pelajaran demikian, Munawir berharap lulusan MAPK akan menjadi bibit-bibit unggul bagi IAIN. Dengan demikian, MAPK tidak hanya dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas lulusan madrasah, tetapi juga kualitas lulusan IAIN.
Ketika MAPK pertama kali dioperasikan, MA terdiri dari jurusan A-1 (agama), A-2 (sosial), A-3 (IPA), dan A-4 (bahasa). Meskipun diantara jurusan-jurusan itu terdapat jurusan agama, porsi antara mata pelajaran agama dan umum dianggap tidak memadai. Selanjutnya, ketika UUSPN 1989 disahkan dan Kurikulum 1994 diberlakukan, maka jurusan-jurusan tersebut dihapus. Yang tersisa hanya jurusan IPA, IPS, dan bahasa sementara jurusan agama ditiadakan. Melihat kondisi demikian, MAPK dinaikkan statusnya tidak lagi hanya program khusus yang menyelenggaraannya terbatas dibeberapa tempat, melainkan menjadi MAK. Yang terakhir merupakan MA yang dikhususkan pada pendalaman bidang agama dan memiliki fasilitas asrama. Bagi siswa yang tertarik pada bidang-bidang tertentu seperti tafsir, hadis, dan bahasa arab dapat mengambil pendalaman.
Salah satu hal yang menonjol dalam penyelenggaraan MAPK adalah keterlibatan instansi pusat Daerah secara terpadu dlam suatu tim tersendiri. Ketentuan ini juga tampaknya menunjukkan betapa seriusnya program ini dngan adanya tim khusus. Sementara itu calon-calon siswa pun diseleksi secara ketat dan harus memenuhi beberapa pensyaratan, yaitu:
a. Memiliki Ijazah/STTB MTsN
b. Menduduki peringkat/rangkin 1-10 DANEM MTsN pada tingkat panitian penyelenggara ABTAN dengan nilai bahasa Arab sekurang-kurangnya 7.
c. Berumur maksimal 18 tahun.
d. Bersedia tinggal di asrama
e. Berbadan sehat
f. Mendapat persetujuan orang tua.
g. Berkelakuan baik.
Melihat pensyaratan-pensyaratan di atas, jelas bahwa mereka yang akan diterima di MAPK merupakan siswa madrasah tsanawiyah Negeri terbaik, minimal dia harus masuk 10 besar serta nilai Bahasa arab paling rendah 7. Tentang kurikulum MAPK pada dasarnya merupakan peningkatan kualitas pilihan ilmu-ilmu agama yang sudah ada.
Pada perkembangan selanjutnya, tampaknya MAPK yang sudah berjalan, tetap semakin ditingkatkan dan dikembangkan, baik secara kuantitas maupun kualitas. Dan menurut kurikulum 1994 yang merupakan realisasi UU Nomor 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional, MAPK diganti namanya menjadi MAK.

D. Perbandingan antara MAPK dan MAK
Dengan penerapan UUSPN, maka otoritas pendidikan di Indonesia dapat menghapus "dualisme" sistem pendidikan di Indonesia, di satu pihak terdapat lembaga pendidikan umum yang bernaung di bawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan dipihak lain terdapat lembaga pendidikan agama di bawah Departemen Agama.
Kedua departemen tersebut memiliki otonomi dalam menentukan kurikulum, sistem pengajaran, model pendidikan, dan sebagainya. Paling sedikit terdapat dua buah peraturan yang dapat dikatakan sebagai tongkat ke arah kordinasi dan kerjasama. Pertama, SKB 3 Menteri yang dikeluarkan pada dekade 70-an. Kedua, UUSPN yang keluar yang lebih dari satu dasawarsa kemudian. Dikatakan tongkak, karena melalui peraturan-peraturan itulah madrsah pelan-pelan mengintegrasikan diri dengan sistem pendidikan nasional.
Sebagai implikasi dari peraturan-peraturan itu –dan didorong oleh keinginan kuat untuk menegakkan ajaran-ajaran agama- muncullah Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) yang kemudian berubah menjadi Madrasah Aliyah keagamaan (MAK). Di mana letak perbedaan antara MAPK dan MAK dapat dirangkum sebagai berikut:
1. dari segi struktur pengajaran, MAPK mendasarkan diri pada kurikulum 1987 yang ditetapkan berdasarkan SK Menag No. 73 Tahun 1987. sedangkan MAK menggunakan kurikulum 1994 yang ditetapkan berdasarkan SK Menag No. 374 tahun 1993.
2. dari segi penyelenggra program pengajaran, kurikulum MAPK dalam satu tahun dibagi menjadi 2 semester (menggunakan sistem semester), sementara kurikulum MAK dalam satu tahun dibagi menjadi 3 cawu.
3. Jumlah mata pelajaran di MAPK untuk kelas satu terdiri dari 13 mata pelajaran dengan jumlah jam pelajaran per minggu 45 jam. Kelas II terdiri dari 13 mata pelajaran dengan jumlah jam pelajaran per minggu 52 jam. Kelas III terdiri dari 15 mata pelajaran dengan jumlah jam pelajaran perminggu 52 jam. Sedangkan MAK untuk kelas I dan kelas II terdiri dari 14 mata pelajaran dengan jumlah jam pelajaran per minggu 45 jam. Kelas III terdiri ari 9 mata pelajaran dengan jumlah jam pelajaran perminggu 45 jam.
4. di dalam kurikulumm MAPK terdapat mata pelajaran Tarikh Tasyri’, ilmu kalam, Administrasi Urusan dan Peradilan Agama. Sedangkan dalam kurikulum MAK tidak terdapat mata pelajaran tersebut, tetapi terdapat mata pelajaran Sosiologi-Antropologi.
5. Persyaratan MAPK ditetapkan dengan keputusan Menteri Agama, sedangkan MAK cukup dengaan SK Kepala Kanwil Depag setempat.

Dari sejumlah perbedaan tersebut tampak bahwa MAPK lebih "berat" dibandingkan dengan MAK, terutama dari segi jumlah mata pelajaran. Selebihnya secara subtansial antara keduanya tidak terdapat perbedaan yang mendasar. Dari segi tujuan penyelenggaraan dan sebagainya keduanya tidak mengalami perubahan. Namun, yang tak kalah pentingnya, MAK lebih permanen dibanding MAPK sehingga memungkinkan munculnya inisiatif dari bawah dalam penyelenggaraannya.

E. Peluang dan Tantangan
Dalam perjalanannya, jalur pendidikan madrasah berbeda secara tajam dengan jalur sekolah umum, baik dalam perspektif melanjutkan studi keperguruan tinggi maupun dalam persoalan lapangan kerja. Menyadari adanya sistem pendidikan nasional dan hak asasi anak untuk memilih bidang studi lanjutan dan lapangan kerja yang diinginkan, maka diusahakan agar anak-anak madrasah memperoleh kesempatan yang sama untuk memasuki Perguruan Tinggi Umum (TPU). Demikian pula sebaliknya, anak-anak dari jalur pendidikan umum memperoleh kesempatan yang sama untuk melanjutkan studi ke Perguruan Tinggi Agama, semacam IAIN.
Tetapi dalam kenyataannya tetap menunjukkan adanya distingsi yang berbeda secara tajam. Anak-anak dari jalur pendidikan madrasah tidak mampu bersaing secara penuh dengan anak-anak dari sekolah umum dalam memasuki PTU. Demikian pula halnya dengan persoalan menggapai berbagai lapangan kerja. Sebaliknya, anak-anak dari jalur pendidikan umum tidak mampu bersaing secara penuh dengan anak-anak madrasah dalam proses studi di IAIN dan meraih lapangan kerja keagamaan.
Gambaran ini, menunjukkan bahwa madrasah menjadi semacam sekolah kepalang tanggung. Tetapi melihat dari segi konsepsinya dikhawatirkan keinginan ideal untuk menghilangkan dikotomi belum menjadi kenyataan. Padahal, kehadiran sistem pendidikan madrasah ditengah-tengan sistem pendidikan nasional sangat penting. Sebab, melalui pendidikan madrasah diharapkan dapat diletakkan dasar-dasar pemikiran Islami yang kelak diperguruan tinggi dapat dikembagkan.
Menurut Mastuhu, Kelemahan sistem pendidikan madrasah pada dasarnya sama dengan kelemahan umum yang disandang oleh sistem pendidikan di Indonesia, yakni: (1) mementingkan materi di atas metodologi; (2) mementingkan memori di atas analisis dan dialog; (3) mementingkan pikiran vertikal di atas literal; (4) mementingkan penguatan pada "otak kiri" di atas "otak kanan"; (5) materi pelajaran agama yang diberikan masih bersifat tradisional, belum menyentuh aspek rasional; (6) penekanan yang berlebihan pada ilmu sebagai produk final, bukan pada proses metodologinya; dan (7) mementingkan orientasi "memiliki" di atas "menjadi".
Di samping kelemahan, madrasah juga sangat mempunyai peluang yang diharapkan dapat menjadi tongkak penerus generasi ulama. Dalam hal ini bisa dilihat dari:
b. kehidupan agama yang semakin semarak dan semakin diamalkan, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, khusunya dibidang pendidikan yang mempunyai peranan strategis dalam peningkatan sumber daya manusia.
c. Adanya dukungan masyarakat yang sangat luas dalam upaya untuk ikut berperan serta dalam penyelenggaraan madrasah. Ini dilihat banyaknya madrsah swasta yang dibuka, baik dalam pengelolaan, pembiayaan, maupun dalam hal tanggungjawab kemitraan dalam pengabdiannya kepada bangsa, negara dan agama.
d. Terbukanya peluang yang seluas-luasnya secara yuridis sesuai dengan UU Nomor 2 tahun1989 tentang sistem pendidikan nasional yang mampu mengayomi dan memnerikan jaminan hukum kepada masyarakat yang berperan serta dalam menyelenggarakan madrasah. Selanjutnya dengan ini dimaksudkan untuk mengatur pengembangan madrasah sesuai dengan kemajuan ilmu pengetauan dan teknologi dengan mengindahkan ciri kekhususan yang dimiliki madrasah.
e. Semakin fungsionalnya aparat Departemen agama dalam sistem pembinaan dan pengelolaan madrasah yang terkoordinasi dalam struktur organisasi baik secara vertikal dari daerah sampai tingkat pusat maupun secara horisontal, dalam kaitan pembinaan oleh pejabat-pejabat tenaga pembina/supervisi dan tenaga kependidikan.

Kesimpulan
Kebijakan-kebijakan yang dilangsir oleh Depag, di satu sisi telah berhasil mentransformasikan lembaga-lembaga pendidikan Islam tradisional menjadi lembaga pendidikan modern. Tidak hanya itu, madrasah juga menjadi bagian integral dari sistem pendidikan nasional. Namun, di sisi lain kebijakan-kebijakan itu telah mengubah performance madrasah dari lembaga pendidikan Islam menjadi lembaga pendidikan umum berciri khas Islam yang juga disebut Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK). Sebagai implikasi, tamatan madrasah tidak lagi memiliki otoritas keagamaan (religius autority) sebagaimana para tamatan madrasah pada masa lalu. Maka dengan kemunculan MAN-PK tidak hanya memberikan harapan baru, tetapi juga merupakan bukti concern Depag terhadap kelangkaan Ulama yang selama ini sering dikeluhkan oleh sebagaian masyarakat.



DAFTAR KEPUSTAKAAN

Departemen Agama RI., Pedoman Kurikulum Madrasah, (Landasan, Program dan Pengembangan Kurikulum), Jakarta: Dirjen Bimbaga Islam, 1997-1998

Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, Jakarta:RajaGrafindo Persada, 1999, cet. III

Irfan, H. Moh., Menyoal Sistem Akreditasi Madrasah, dalam "Jurnal Komunikasi Dunia Perguruan Madrasah", vol.5, no. 1, 2001

"Jurnal Komunikasi Dunia Perguruan Madrasah", vol.I, no. 4, 1989,

Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam, Pemberdayaan, Pengembangan Kurikulum hingga Redefinisi Islamisasi Pengetahuan, Bandung: Nuangsa, 2003, cet.I

Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 1999

Shaleh, Abdul Rahman, Pendidikan agama dan Keagamaan, Jakarta: gemawindu Pancaperkasa, 2000, cet. II

18 PERTANYAAN PENTING SEPUTAR SEKS

Anda ingat bahwa seks tidak dimulai dari tempat tidur, tetapi mungkin sudah mulai ketika anda menelponnya, ketika anda menanyakan apakah hari ini menyenangkannya, ketika anda memuji penampilan atau potongan rambutnya sampai ketika anda menyentuhnya tanpa sengaja misalnya. Selanjutnya, terserah anda. Sebab andalah yang paling tahu bagaimana cara untuk menciptakan mood seksual sendiri. Tak satupun yang akan selalu berhasil, tetapi dari pengalaman, penyiapan mood sering membantu orang menikmati seks

Adakah pertanyaan anda tentang seks yang sungkan diungkapkan? Dan anda tak tahu kemana harus mencari jawabannya?

Mayoritas kita tidak menerima pendidikan seks yang cukup dan akurat. Wajar saja bila tak semua dari kita mampu mendeteksi dini dan menjaga kesehatan kehidupan seks kita. Bila seks baik-baik saja, ketidaktahuan kita bukan masalah. Namun, begitu seks terganggu, kita tidak bisa membedakan, apakah itu sekedar seranan awal ‘virus’ atau sudah jadi ‘kanker’ yang bisa menggorogoti hubungan dengan pasangan.
Paling-paling kita hanya memendam ketidakpastian atau mengembangkan perasaan negative tentang seks tanpa kita sadari. Di sisi lain, banyak pula yang jelas-jelas bermasalah dalam seks, tetapi tidak menyadari pula; atau terlalu takut untuk mengakuinya.
Karena akar masalah adalah kesalahpahaman atau kurang informasi maka solusinya tak lain adalah pengetahuan. Tanya jawab tentang seks berikut ini mungkin dapat menjawab pertanyaan anda, mengoreksi kesalahpahaman, atau memperjelas yang sudah anda ketahui.

MASALAH PENGANTING BARU
1. Apakah hubungan seks wanita yang pertama kali selalu berdarah dan sakit?
Senggama pertama kali wanita tidak harus selalu disertai rasa nyeri, keluarnya darah, atau tanda-tanda dramatis lainnya bila ia sendiri siap dan pasangannya tahu bagaimana merangsangnya dan melakukan penetrasi dengan benar.
Dari penelitian Kinslay institute (Kingsay institute Report on Sex, 1990) dilaporkan sebanyak 25 % wanita yang melakukan hubungan seks pertama kali bebas dari rasa sakit sama sekali, 33% merasa nyeri (disebut dyspareunia) dan sisanya hanya merasakan sedikit sakit yang masih dalam batas toleransi.
Bila senggama pertama sangat sakit, kemungkinan yang kedua dan seterusnya juga akan sakit. Penyebab bisa fisik maupun psikologis. Bila penyebabnya fisik, biasanya dengan mudah diatasi bila wanita dan pasangannya mendapat informasi yang benar tentang senggama. Sedangkan masalah psikologis biasanya berupa ketegangan karena rasa bersalah, cemas,takut hamil, atau emosi negative lain terhadap pasangan.

2. Jadi nyeri tidak ada kaitannya dengan selaput dara yang dianggap sebagai pertanda keperawanan seorang wanita?
Mengaitkan keluarnya darah dengan kerobekan selaput darah oleh penetrasi penis pertama kali adalah pendapat lama. Pandangan itu kini sudah tak relevan dengan ditemukannya bukti-bukti baru dari penelitian tentang seks. Misalnya, selaput dara diketahui sebagai pelapis tipis yang merentang disekeliling liang vagina bayi wanita yang baru lahir. Semakin besar si anak, semakin tipis selaput ini dan akhirnya bisa tak tersisa setelah ia mencapai usia dewasa. Namun, ada pula wanita yang sejak lahir memiliki selaput dara yang tebal dan elastis yang bertahan sampai dewasa. Selaput dara yang elastis ini bisa tetap utuh meski sipemilik sudah berulang kali berhubungan seks, bahkan sesudah ia melahirkan.
Jadi, ada wanita yang sama sekali belum berhubungan seks sudah tak memiliki selaput dara, tetapi ada pula wanita yang sudah melahirkan bayi pun masih memiliki selaput dara yang utuh. Maka, menjadilah selaput dara sebagai patokan keperawanan seorang wanita, dalam dunia kedokteran kini sudah dianggap sebagai mitos.

3. Lalu adakah tanda-tanda bagi pasangannya untuk memastikan wanita masih perawan atau tidak?
Bahkan seorang genokolog yang melakukan pemeriksaan dalam (pemeriksaan ruang panngul lewat vagina) pun tidak bisa memastikannya. Meski di sana sang dokter menemukan selaput dara, ia tidak bisa memastikan apakah sudah atau belum pernah melakukan hubungan seks. Sebab bila jenis selaput daranya begitu elastis, penetrasi penis hanya membuatnya meregang, tapi tidak sampai robek. Di sisi lain, perobekan dan penipisan selaput dara dapat terjadi secara alamiah oleh usia dan aktivitas si wanita.

4. Mengapa kondisi itu berbeda pada tiap wanita?
Barangkali sama dengan pertanyaan mengapa ada payudara yang kecil, sedang dan besar. Dari penelitian Kinslay Institute, hanya satu dari 2000 wanita yang masih memiliki selaput dara utuh sampai usia pubertasnya. Biasanya, wanita dengan selaput dara elastis ini mengalami menstruasi terlambat dibandingkan usia menstruasi ibunya, atau saudara-saudara perempuannya. Bila sampai batas waktu yang normal, seorang gadis belum juga menstruasi, dokter akan melakukan pemeriksaan dalam. Bila ditemukan selaput daranyalah yang menyumbat, dokter akan mengaoperasinya untuk membuat lubang agar darah menstruasi dapat keluar.

Makan sembarangan, stress, dan kurang istirahat dapat merenggut
gairah seks Anda

5. Bila selaput dara bukan masalah, mengapa banyak wanita merasakan nyeri dan sulit ditembus oleh penis ketika pertama kali senggama?
Pada beberapa wanita dewasa, lingkaran selaput daranya begitu elastis dan tebal atau meski sudah tak utuh, masih bersisa. Biasanya inilah yang agak mengganggu dan menimbulkan nyeri pada waktu senggama pertama kali. Kemungkinan lain adalah kurang siapnya wanita, terutama kurangnya lubrikasi vagina karena proses perangsangan terhambat. Biasanya karena kurang pengalaman wanita merasa tegang, takut atau emosi negative lainnya yang mengganggu perangsangan dan lubrikasi.

6. Setiap selesai berhubungan intim, mengapa air mani suami keluar lagi dari vagina saya? Dan masih mungkinkah kehamilan bila sperma keluar lagi?
Setelah melakukan senggama, sebagian sperma akan selalu keluar dari vagina bila wanita bangkit atau bergerak. Jadi, kondisi tersebut tak perlu dicemaskan. Oleh karena sebagian dari sperma sudah masuk atau masih tersisa di liang vagina. Maka tentunya sudah ada sel sperma yang telah bergerak menuju tujuannya yaitu sel telur. Karena itu kehamilan masih dimungkinkan.

7. Bagaimana frekuensi seks yang normal?
Karena dorongan untuk melakukan hubungan intim tiap orang bersifat sangat individual, maka beberapa kali yang normal dan tidak normal itu pun tidak sama pada setiap pasangan. Namun, ada satu hal yang berlaku umum dalam hal ini yaitu bahwa orang menjadi ingin lebih sering berhubungan intim ketika jatuh cinta atau ketika rasa cinta sedang menyala. Ini terjadi baik pada pria maupun wanita. Dalam keadaan biasa, gairah seks tiap orang turun naik, maka demikian pulalah frekuensi hubungan seks tiap pasangan.

8. Lalu adakah yang menentukan turun naiknya gairah selain jatuh cinta?
Agar bergairah secara seksual diperlukan kesiapan untuk menikmati seks. Kesiapan itu melibatkan proses yang rumit baik di dalam tubuh maupun pikiran. Bila disederhanakan, gairah atau keinginan untuk melakukan hubungan seks dapat diumpamakan keinginan orang terhadap makanan. Yang perlu ditimbulkan terlebih dahulu adalah selera. Orang biasa ngiler dan tiba-tiba lapar bila terangsang entah oleh aroma, sajian atau kenangan akan lezatnya suatu makanan.
Untuk seks, rangsangan itu bisa berupa aroma, pemandangan, sentuhan atau bunyi-bunyian yang erotis (berkaitan dengan seks). Rangsangan ini akan membangkitkan system persyarafat yang mengatur respon seksual kita. Misalnya, bila indera mata dirangsang dengan pemandangan erotis, maka otak kita memerintahkan kondisi siap terangsang seperti denyut jantung dan pernapasan lebih cepat agar makin banyak darah yang dialirkan kedaerah organ-organ seks.
Jadi, seperti orang yang ingin memancing selera makan, keinginan akan seks dapat dibangkitkan dengan menciptakan suasana dan perasaan yang mendukung.

9. Lalu apa saja factor luar yang bisa mengurangi gairah seks?
Secara umum ada 4 faktor yang mempengaruhi gairah seks. Pertama, usia perkawinan. Dari suatu penelitian di dapat data bahwa setelah terlibat dalam 5 tahun hubungan intim yang rutin, rata-rata pasangan mengalami pengurangan frekuensi menjadi hanya rata-rata sebulan sekali. Ketiga factor lain adalah factor umum, yaitu factor-faktor yang memperngaruhi pula kesehatan tubuh secara umum: stress, kebugaran tubuh, usia dan gaya hidup.

Sekali wanita mengalami orgasme,
ia akan mudah kembali mengalaminya

10. Gaya hidup manakah yang berpengaruh buruk terhadap gairah seks?
Terlalu sibuk dan stress tinggi. Kurang tidur dan kurang istirahat (karena kelelahan menekan libido).stres menurunkan kadar testosteran (hormon pemicu gaairah seks).
Kebiasaan minum minuman beralkohol juga dapat mengurangi produksi hormon testosteron
Dalam aktivitas sehari-hari tubuh lebih banyak fasif (kurang banyak bergerak). Olah raga teratur terbukti meningkatkan metabolisme, memperbaiki kebugaran dan mengendurkan ketegangan dan stress. (olah raga yang dilakukan antara lain jalan kaki, berlari, olag raga raket, berenang dan latihan beban).
Merokok, jumlah rokok yang diisap perhari berkaitan kesulitan memprtahankan ereksi.
Makan sembarangan menyebabkan tubuh kekurangan vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan untuk pembentukan hormon seks.
Obat-obatan tertentu seperti obat untuk menurunkan tekanan darah dapat mengganggu libido.

11. Adakah waktu tertentu pada wanita yang membuatnya lebih bergairah dibandingkan waktu lain?
Penelitian yang ada belum dapat memastikan kapan wanita lebih bergairah secara seksual sehubungan dengan siklus reproduksinya. Pernah ada anggapan bahwa ketika wanita mengalami evulasi (pengeluaran sel telur), ia lebih siap berhubungan intim karena saat itu tubuhnya seolah siap menunggu dibuahi oleh sperma. Namun, setelah diteliti pengaruhnya ternyata tidak signifikan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa peningkatan gairah wanita justru terjadi setelah menstruasi
Bila memasukkan factor di luas tubuhnya (kesempatan untuk menikmati seks) justru di akhir pekanlah wanita lebih sering merasakan gairah. (mungkin karena pada saat itu pasangan sama-sama punya waktu untuk bermesraan).

12. Bagaimana dengan masa menopause?
Ini pun mempengaruhi gairah wanita secara berbeda. Bagi sebagian wanita menopause, macam-macam keluhan (nyeri, serangan rasa panas yang menjalar/ hot flushes, depresi dan kerapuhan tulang) membuatnya sementara tidak bergairah terhadap seks. Namun, pada sebagian wanita lain, masa menaupause justru membuatnya makin bergairah terhadap seks karena saat itu mereka terbebas dari berbagai hambatan untuk menikmati seks, mulai dari menstruasi, kecemasan akan hamil dan keluahan terhadap kontrasepsi.
Hubungan seks berdampak positif terhadap wanita menopause. Antara lain, hormone oksitoksin yang dikeluarkan pada waktu orgasme sebenarnya dapat digunakan sebagai terapi mengurangi gejala depresi wanita menopause. Sedangkan keluhan wanita menopause seperti kekeringan vegina kini sudah dapat diatasi dengan pemakaian jelly atau terapi hormone.

SEKS DAN SENSUALITAS

13. Apakah itu sensualitas? Apa kaitannya dengan kenikmatan seks?
Selain kata seksi, kita sering mendengar kata ‘sensual’ yang dikait-kaitkan dengan seks. Sensualitas (sensuality) berasal dari kata senses yaitu indera-indera. Dengan inderalah kita menikmati bermacam-macam pengalaman, termasuk pengalaman seksual seperti mengagumi bagian tubuh yang indah secara seksual (sensual). Jadi, sensualitas berkaitapat an dengan pemuasan seluruh panca indera kita.
Menurut suatu penelitian, kemampuan seseorang dalam menikmati seks bergantung pada sensualitasnya ketajaman panca inderanya). Tak banyak menyadari bahwa selain tehnik atau aprodisiak apapun, rahasia menikmati seks adalah juga ketajaman inderanya sendiri. Dan setiap orang dapat mengasah sensualitasnya.

14. Bagaimana cara mengasahnya?
Musik indah, pemandangan yang bagus, makanan yang lezat dan sentuhan yang penuh arti adalah sumber-sumber yang dapt dijadikan sarana untuk mengasah sensualitas kita. Arar indera kita dikerahkan untuk menikmati pengalaman yang menyenagkan 9termasuk seks), pertama tubuh perlu rileks lebih dulu. Relaksasi membantu konsentrasi yang dibutuhkan untuk menikmati apapun.
Selain senam-senam relaksasi, latihan pernapasan dan meditasi, andapun dapat melatih tuguh agar relaks dengan olahraga rutin. Melatih kepekaan sensasi indera pun dapat anda lakukan dengan membiasakan diri mendengarkan, mencium, merasakan (dengan perabaan) sesuatu secara intens. (biasakan merasakan usapan tangan di kulit tubuh anda, gelitik suara ditelingan, aroma bungan di hidung dan sebagainya).

15. Apapula yang dinamakan zona erotis dan dimana saja letaknya di tubuh kita? Apakah setiap orang menikmatinya?
Dari asal katanya, ‘eros’ (cinta seksual), erotis berarti sesuatu tentang atau yang berkaitan dengan rangsangan seksuaal. Jadi, zona erotis adalah wilayah yang peka rangsangan. Sebenarnya, seluruh permukaan kulit di tubuh kita adalah zona erotis. Soalnya di sana terdapat saraf-saraf peraba yang siap menerima rangsangan dari luar. Bila anda sedang jatuh cinta, bukankah dimanapun sentuhannya dapat membuat desir darah lebih cepat naik ke kepala?
Namun, memang ada bagian-bagain yang lebih peka terhadap rangsangan seksual disbanding lainnya. Misalnya, secara umum klitoris, vagina, payudara, biibir dan tengkuk lebih mudah terangsang.
Namun, inipun bervariasi pula pada setiap orang. Menemukan daerah erotis pada pasangan dapat dijadikan kegiatan fore play yang menyenangkan.

16. Bagaimana dengan G-spot?
Jika semula klitoris dianggap sebagai zona paling erotis, pada tahun 1944, penemuan G-spot oleh seorang dokter di Jerman bernama Ernst Grafenberg, M.D., menggeser pendapat itu. G-spot ini (diambil dari nama inisial nama belakang penemunya), sesuai namanya, adalah jaringan berupa bintik (sebesar kacang) yang tersembunyi di dalam vagina, kira-kira 2/3 bagian depan sebelah atas liang vagina (lihat gambar). Bila dirangsang, G-spot akan membengkak beberapa kali lipat ukuran aslinya dan memberikan sensasi erotis yang memudahkan wanita mencapai orgasme.

17. Selain G-spot, adakah bagian tubuh yang lain yang berfungsi sama?
Empatpuluh empat tahun setelah G-spot ditemukan, sebuah tim riset medis dari amerika menemukan zona erotis lain yang disebut U-spot, yang sama erotisnya, terletak di daerah saluran urin yang berhubungan dengan dinding vagina bagian atas. Lalu tim ginekologi dari Malaysia (dipimpin oleh dokter Chua Chee Ann), tahun 1996, juga mengumumkan penemuan zona erotis yang dinamai A-spot yang letaknya lebih dalam lagi di liang vagina. (lihat gambar).
Semual A-spot ditemukan dalam rangka menolong para wanita yang sulit terangsang (mengeluarkan lubrikasi). Ternyata selain memudahkan lubrikasi vagina, perangsangan A-spot lebih dari 20 menit memberikan sensasi erotis yang memudahkan organsme.

18. Apa sajakah yang termasuk organ seks wanita dan apa pula fungsi masing-masing dalam hubungan intim?
Organ seks luar wanita disebut juga genetalia atau alat kelamin. Pada umumnya semua argan kelamin terlibat aktif dan rata-rata sensitive terhadap rangsangan seksual. Genetalia wanita terdiri dari (lihat gambar):
Keseluruhan anatomi genetalia luar wanita disebut vulva. Untuk mengamati vulva secara keseluruhananda dapat menempatkan cermin di antara kedua kaki yang terbuka.
Daerah publis atau dalam bahasa Inggris di sebut mons, istilah yang berasal dari bahasa latin mons veneris, yang berarti bukit venus, atau dewi cinta romawi. Publis merupakan bagian yang terdiri dari jaringan lemak sehingga membentuk tonjolan yang lembut di atas tulang publis. Bagian ini tertutup rambut publis.
Menyambung ke bawah publis terbentang sepasang labia majora (labia mayora) atau bibir luar, yang memanjang sampai ke perbatasan anus. Labia mayora ini juga tertutup rambut.
Di antara labia mayora terdapat labia minora atau bibir bagian dalam yang terdiri dari sepasang lipatan kulit yang leksturnya halus dan basah. Kadang-kadang labia minora menonjol keluar dari labia mayora. Tiap wanita memiliki labia minora yang berbeda baik dalam bentuk maupun ukuran.
Klitoris merupakan bagian paling sensitive, terletak pas di atas liang vagina, di atas pertemuan labia minora. Biasanya klitoris tertarik masuk ke dalam, tetapi ketika wanita terangsang, klitoris membesar dan menegak, memanjang dan makin ketara. Dalam senggama, penetrasi penis hanya merangsang klitoris secara tidak langsung, yaitu hanya meregangkan jaringan yang mengelilinginya. Untuk memudahkan wanita orgasme, diperlukan perangsangan langsung dan lembut di bagian ini. Namun, pada wanita tertentu, perangsangan langsung pada klitoris dapat menimbulkkan nyeri.